
OPINI
Pandemic Fund, Tak Tuntaskan Masalah Kesehatan
Oleh. Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
Di sela KTT 20, di Nusa Dua Bali, Presiden Jokowi meresmikan peluncuran pandemic fund atau dana pandemi. Menteri Keuangan, Sri Mulyani menjelaskan bahwa pandemic fund merupakan instrumen penting untuk menyiapkan dan merespons masalah kesehatan atau pandemi yang kemungkinan dapat terjadi lagi ( CNNIndonesia.com, 16/11/2022).
Pandemic fund diperkenalkan sebagai lembaga yang merupakan komitmen nyata para pemimpin negara G20 untuk mengantisipasi masalah kesehatan di masa depan. Secara teori, pandemic fund mirip dengan kelembagaan IMF. Namun, bedanya, IMF menggelontorkan dana dengan pernyataan sebagai pinjaman. Sementara Pandemic Fund, merupakan hibah yang diberikan untuk negara-negara yang membutuhkan dana dalam sektor kesehatan.
Beberapa negara berkomitmen untuk mengumpulkan Pandemic fund. Termasuk Indonesia yang menyetor dana sekitar US$ 50 juta (merdeka.com, 16/11/2022). Sejak dibentuknya Pandemic Fund, yaitu tanggal 8-9 September 2022 lalu (CNBCIndonesia.com, 13/11/2022) , total dana terkumpul, mencapai US$1,4 Milyar. Dana ini berasal dari 20 negara kontributor , yaitu negara anggota G20, non G20, dan tiga lembaga filantropis (donatur kemanusiaan) dunia. Sementara dana yang dibutuhkan diperkirakan sekitar US$ 31,1 Milyar (CNNIndonesia.com, 16/11/2022).
Chairman PT Siloam International Hospital Tbk, John Riady, menilai pandemic fund sebagai upaya preventif, persiapan untuk merespons ancaman pandemi yang dikhawatirkan akan datang kembali. Ini pun menjadi momentum untuk memperkuat industri kesehatan nasional (merdeka.com, 16/11/2022). Tentu kebijakan tersebut harus sesegera mungkin disambut. Dengan pelaksanaan evaluasi serta pemetaan masalah industri kesehatan beserta ekosistemnya. Hal tersebut menjadi penting karena 60 % status rumah sakit di Indonesia dikelola swasta. Demikian lanjut John Riady. Jika tak ada kesiapan yang memadai, rumah sakit-rumah sakit yang mayoritas berstatus swasta, hanya jadi penonton yang hanya bisa gigit jari. Mengingat tujuan utama pandemic fund adalah membangun ekosistem industri kesehatan yang sinergi dan bertaraf lintas negara.
Sementara belanja di sektor kesehatan hanya berkisar 3,1% dari PDB (Product Domestic Bruto). Dan pembelanjaan sebesar ini belum terkategori ideal, jika ditilik dari jumlah penduduk Indonesia, yang lebih dari 270 juta jiwa.
Pandemi yang kian berlarut-larut menunjukkan pada dunia, bahwa sistem kapitalisme tak dapat tuntaskan masalah kesehatan. Baik di negara berkembang maupun maupun negara maju. Minimnya ketegasan negara dalam menetapkan pengendalian pandemi. Karena menganggap hilangnya nyawa adalah hal biasa. Nyawa pun terkalahkan oleh usaha menstabilkan ekonomi negara. Tentu hal ini adalah pandangan keliru.
Pengadaan pandemic fund, bukan suatu pilihan yang dapat tuntaskan masalah sistemik yang mendera bidang kesehatan. Hal ini hanya menyentuh segi pendanaan saja. Tanpa mencabut akar masalah yang sebetulnya paradigmatis.
Jika ditengok dari kemampuan belanja yang rendah sementara standar yang dipatok internasional begitu tinggi. Bagaimana negara kita dapat mencapainya? Sementara keadaan ekonomi dalam negeri pun semrawut. Karena dominasi pelayanan dan industri kesehatan ada pada kendali swasta. Negara seolah angkat tangan pada kondisi yang ada. Tak peduli segala yang dirasakan rakyat. Segala pemenuhan kebutuhan hidup tersandung satu kata, "mahal".
Inilah keburukan pengaturan sektor kehidupan, di bawah aturan sistem liberal kapitalistik yang sekuler. Kebijakan-kebijakan yang diciptakan, jauh dari aturan agama. Salah satunya di sektor kesehatan. Setiap pelayanan kesehatan harus dibayar mahal oleh rakyat. Negara hanya berfungsi sebagai regulator. Tak mampu mengendalikan sektor kesehatan secara mandiri. Justru pengaturan sektor tersebut malah diserahkan pada swasta. Yang notabene, sebagai pencari keuntungan segelintir golongan. Tanpa mempedulikan kualitas pelayanan. Akibatnya, masyarakat mendapatkan pelayanan yang minim. Parahnya lagi, pelayanan ini diciptakan dengan berbagai tingkatan kelas. Berdasarkan kemampuan secara ekonomi. Jelas, hal ini merupakan bentuk diskriminasi yang menyusahkan rakyat.
Berbeda dengan pelayanan kesehatan saat Daulah tegak. Daulah Islamiyyah, yaitu negara dengan sistem Islam sebagai ideologi yang mengendalikan pengaturannya. Negara dapat amanah dan mandiri. Dengan pembiayaan kesehatan yang bersumber dari dana tetap Baitul Maal.
Peradaban Islam memiliki andil besar dalam bidang kesehatan. Salah satunya, rumah sakit pertama didirikan pada masa kejayaan Daulah Islamiyyah. Rumah sakit yang kala itu disebut Bymaristan, bahasa Persia, yang artinya rumah sakit, menjadi garda terdepan Daulah, saat negara-negara Barat mengalami tekanan dan keterpurukan.
Dr. Raghib As-Sirjani dalam buku “Al-Qishshah al-Thibbiyyah fî al-Hadhârah al-Islâmiyyah” (2009: 77-82) menyebutkan bahwa, Rumah Sakit Islam pertama kali dibangun sejak abad pertama Hijriyah di masa Kekhilafaan Umawiyah. Tepatnya, pada masa kepemimpinan Walid bin Abdul Malik (86-96 H). Lembaga ini menangani pelayanan orang yang sakit kusta. Dan wilayah tersebut menjadi pusat pelayanan kesehatan kala itu.
Tempat itu pun akhirnya menjadi tempat belajar kesehatan beserta kependidikannya, semacam universitas kedokteran. Lembaga tersebut dilengkapi dengan perpustakaan yang berisi berbagai referensi medis. Kontribusi ini terhitung menakjubkan karena rumah sakit yang pertama kali dibangun di Eropa (tepatnya di Paris), baru sembilan abad kemudian. Prestasi luar biasa.
Pada masa Sultan Mahmud Saljuqi (511- 525 Hijriyah) didirikan rumah sakit yang memberikan pelayanan berpindah-pindah. Rumah sakit ini ini diangkut beserta segala fasilitasnya termasuk di dalamnya, yaitu dokter, alat kesehatan dan obat-obatan, menggunakan 40 onta. Dengan tujuan agar pelayanan kesehatan dapat dirasakan secara merata oleh masyarakat yang jauh dari perkotaan. Simbol tak adanya diskriminasi antara masyarakat kota dan desa. Tak ada diskriminasi pula pada masyarakat mampu dan kurang mampu. Semua dapat dilayani secara optimal dan maksimal. Merata.
Gambaran luar biasa tentang pelayanan sektor kesehatan pada masa diterapkannya syariat Islam secara menyeluruh. Karena dorongan iman-lah, segala kebijakan negara disusun dan ditetapkan. Semuanya bermuara pada pelayanan untuk rakyat. Sistem Islam, menjadikan negara paham betul bahwa rakyat adalah amanah. Bukan beban. Rakyat pun bukan objek "dagangan" para kapitalis.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat (peraturan) dari agama itu, maka ikutilah (syariat itu) dan janganlah engkau ikuti keinginan orang-orang yang tidak mengetahui."
(QS. Al-Jasiyah : 18)
Jelaslah, bahwa syariat Islam adalah tuntunan dalam setiap tindakan. Termasuk tuntunan dalam proses pemenuhan pelayanan kepada rakyat, yang wajib diselenggarakan negara. Sehingga tak bisa dipisahkan antara aturan agama dan aturan kehidupan. Keduanya berkaitan erat. Dan wajib diterapkan dalam menjalani setiap proses kehidupan.
Sudah semestinya, segala masalah di bidang kesehatan dicabut dari akar masalah sebenarnya. Hingga diperoleh solusi sistemik untuk menuntaskan berbagai intrik. Bukan sekedar menciptakan solusi palsu yang bobrok. Hanya menutupi "borok", tak mengeliminir segala penyebab masalah.
Solusi sistemik hanya dapat dilahirkan dari sistem Islam. Yang menjadikan syariatnya sebagai aturan kehidupan. Sistem Islam yang berwadahkan institusi khas yang tangguh, Khilafah manhaj An Nubuwwah. Sesuai teladan Rasulullah SAW. Tak ada pilihan lain.
Wallahu a'lam.
Baca juga:

0 Comments: