
Cerbung
Mata Bening, Part 22 (Kontras)
Penulis: Desi
Kondisi Alifa berbanding terbalik dengan apa yang dialaminya. Jika ibunya Alifa menjadi hambatan saat awal-awal Alifa ngaji, Bening justru pernah didatangkan guru ngaji ke rumah oleh ibunya.
Tetapi kedatangan guru ngaji itu ditolak mentah-mentah oleh Bening dengan kalimat yang kasar. Bening masih ingat ketika ibunya berkata, "Neng, ada Ibu Nadia. Kenalan dulu, yuuk."
Dengan tetap di kamarnya Bening menjawab dengan suara lantang, "Aku engga mau ngaji."
Bening juga mendengar saat Ibu Nadia bertanya pada ibunya, "Kemarin Bening udah bersedia ngaji belum, Bu?"
"Udah," jawab ibunya yang langsung dipatahkan omongannya oleh Bening.
"Engga. Ibu jangan ngada-ngada, ya. Udahlah, Bu Nadia pulang aja, aku engga mau ngaji," kalimat ini masih jelas terngiang di kepala Bening. Saat itu, dia merasa mempelajari ilmu Islam itu tidak penting.
Cerita Alifa membuatnya tertunduk mengingat kembali perkataannya. Dia menyadari telah membuat ibunya kehilangan muka di depan Bu Nadia karena ulahnya.
Ternyata ada orang yang berusaha sekuat tenaga agar bisa ngaji. Sedangkan dirinya bukannya bersyukur, malah menolak kebaikan ibunya yang mengundang guru ngaji untuknya.
Bayangan yang ada di lamunan Bening seketika memudar saat seorang guru memasuki kelas. Mereka membaca doa sebelum belajar, kemudian fokus mendengarkan penjelasan guru.
"Mau ke kantin engga, Ning," tanya Alifa saat jam istirahat datang.
"Engga, ah. Aku bekel roti sama cemilan," ucap Bening.
"Ya, udah. Aku ke kantin dulu, ya." Alifa bergegas ke kantin, membeli beberapa makanan dan secepat kilat dia sudah kembali lagi ke kelas.
"Busyet, cepet banget," ujar Bening.
"Engga mau lama-lama jauh dari kamu," jawab Alifa disertai tawa.
"Put, boleh nanya lagi?" tanya Bening yang jiwanya meronta-ronta penasaran banyak hal tentang Alifa.
"Boleh, boleh, boleh, apa yang engga buat kamu," terdengar kembali tawa Alifa.
"Awal kamu ngaji, 'kan, masih kecil, ya. Kok kamu bisa bertahan, padahal mendapat penentangan dari orang tua juga pasti engga mudah." Bening bersiap mendengarkan jawaban dari Alifa.
"Dari TK aku udah ngaji di TPA deket rumah, Ning. Nah guru ngajinya itu asyik banget, bikin aku betah. Kalo habis baca Al-Qur'an, dia suka ngedongeng gitu." Alifa mulai bercerita.
"Banyak banget yang dia omongin dan semuanya itu tentang Islam. Setiap ngedengerin dia ngomong tuh engga ada bosen-bosennya."
"Malah tambah kangen. Semua muridnya selalu nunggu-nunggu moment itu. Semua tenang, siap mendengarkan, kalo udah beres baca Al-Qur'an."
"Dalam sepekan itu ada sehari yang khusus untuk menceritakan sejarah Islam. Dari beliau aku tahu kisah para nabi, kisah Nabi Muhammad saw beserta sahabatnya." Alifa bahagia melihat Bening begitu seksama terbawa ceritanya.
"Kisah Muhammad Al-Fatih, Salahuddin Al-Ayyubi, kisah kejayaan Islam pada saat dipimpin oleh khalifah Harun Ar-Rasyid dan banyak lainnya." Alifa berhenti sesaat untuk menelan beberapa makanan yang ia beli di kantin.
"Maklumat tentang Islam itu udah aku dapet dari aku TK dan bagi aku semua itu menarik dan bikin ketagihan pengin tau lebih banyak lagi," wajah Alifa berseri menggambarkan semangatnya pada waktu kecil.
"Apa kamu engga pernah nonton TV dan tertarik sama film kartun atau lagu-lagu, Put," tanya Bening penasaran.
"Kadang-kadang nonton TV tapi aku lebih sering nyetel film-film Islam. Kalo keluargaku jalan-jalan ke mall atau ke pasar, aku mintanya dibeliin DVD."
"Kalo libur aku seringnya main ke rumah guruku, minta didongengin. Kalo dianya lagi sibuk aku disuruh baca buku punya dia dan bagiku semua itu menyenangkan."
"Semua tentang Islam itu seperti udah tertanam dalam, di hati dan pikiranku. Jadi ketika ada ujian itu aku ngrasanya lebih kuat ngadepin." Alifa begitu lancar menceritakan kembali perjalanan hidupnya.
"Masalah ibuku yang nentang aku ngaji, pertama itu dia khawatir aku ikut ngaji aliran engga bener katanya terkesan fanatik banget."
"Yang kedua itu karena dia engga suka aku pake baju ketutup, katanya kolot. Dia bilang malu sama penampilanku yang engga _fashionable_."
"Kamu tau, 'kan. Dandanan ibuku seperti itu. Nah maunya dia, aku tuh dandannya sama kaya dia." Alifa memegang dahinya dan menggelengkan kepalanya.
"Alhamdulillah sekarang dia udah engga keberatan lagi aku ngaji. Engga ngelarang lagi aku pake baju syar'i."
"Dia menyadari, katanya ngeliat aku kaya gini lebih terjaga pergaulannya." Alifa memeluk Bening yang terus melongo mendengar Alifa bercerita.
"Kamu hebat, Put," puji Bening.
"Allah yang bikin aku hebat," tukas Alifa.
"Ning, jangan diem aja. Bantuin beresin meja, keburu guru dateng!" pinta Alifa yang melihat Bening seperti mematung. Sedangkan Alifa sibuk membersihkan meja dan lantai yang terdapat banyak remah-remah dari makanan yang mereka makan.
Bukan tanpa alasan Bening mematung. Lagi dan lagi dia merasa terlihat semakin kontras dibanding kehidupan Alifa. Bagaimana tidak, tontonan Alifa semuanya bergenre Islam. Sedangkan dia semuanya tentang plastik.
Buku yang dibaca Alifa pun semua tentang Islam. Wajar saja jika dia berkepribadian Islam dengan pemahaman Islam yang benar. Tidak dengan dirinya yang menjatuhkan pilihan pada komik-komik tak mendidik.
Bersambung
Baca juga:

0 Comments: