Headlines
Loading...
Marak Kekerasan, Bukti Kapitalisme Gagal Memberikan Rasa Aman

Marak Kekerasan, Bukti Kapitalisme Gagal Memberikan Rasa Aman

Oleh. Rati Suharjo [Pegiat Literasi AMK]

Kejahatan demi kejahatan di negeri ini, kian bertambah setiap hari. Berbagai bentuk kejahatan seperti pembunuhan, pemerkosaan , penganiayaan, dan yang lain, seolah menjadi hal yang wajar setiap hari tayang di media. Pelakunya pun tidak mengenal usia, mulai dari anak, pelajar, remaja, dewasa dan tua.

Kekerasan inipun kembali terjadi. Aksi penganiayaan yang dilakukan oleh seorang pria telah membanting bayi berumur 4 bulan. Sehingga menyebabkan anak tersebut mengalami luka-luka hingga meninggal dunia. (Tribunnews.com, 23/10/2022) 

Selain itu, kekerasaan yang dialami oleh suami istri di medan. Mereka cecok hingga menyebabkan istri meninggal di pinggir jalan Mandala By Pass, Kec. Medan Tembung, Kota Medan, Sumatera Utara. (tvOnenews.com, 23/10/2022)

Ditambah lagi generasi  saat ini sangat mengerikan. Mereka melakukan tawuran dan membawa senjata tajam. Baru-baru ini terjadi di Pesanggrahan. Kapolsek Pesanggrahan Komisaris Polisi Nazirwan mengatakan, bahwa jajarannya telah  berhasil mengamankan 6 orang remaja yang diduga merupakan pelaku tawuran di kawasan Jalan Bintaro Permai Raya Pertigaan pojok Kodam, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. (Viva.co.id, 23/10/2022)

Pembunuhan  pun kerap terjadi di negeri ini. Seperti yang dilakukan seorang mantan pendeta muda, Christian Rudolf Tobing  telah membunuh pacarnya seorang wanita berinisial  AYR alias Icha dengan cara dicekik (Tribunnews.com, 23/10/2022).

Inilah sebagian kekerasaan yang nampak di negeri ini. Begitu mudahnya mereka menghilangkan nyawa orang lain. Belum lagi, kekerasaan pada anak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan Pada Anak (PPPA) mencatat di sepanjang tahun 2021 jumlah kekerasan pada anak terdapat 11952 kasus. Dari jumlah tersebut menurut Menteri PPPA  jumlah yang paling banyak adalah kekerasan seksual, yakni 7.0004 kasus (Kompas.com, 22/3/2022)

Kenapa semua ini terus terjadi? Rasa aman sulit didapatkan dan nyawa seseorang seolah tidak ada harganya lagi? Tentu semua ini ada penyebabnya. Di antaranya kurang iman dan takwa pada seseorang. Iman dan takwa ini tidak akan diraih kecuali dengan pendidikan. Di mana pendidikan tersebut menghasilkan akidah yang benar. Yakni segala perbuatan pasti akan diminta pertanggungjawaban  oleh Allah Swt.

Nyatanya pendidikan dalam sistem kapitalisme justru memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya dianggap ritual semata. Pendidikan hanya menjadi sarat memperoleh ijazah untuk meraih sebuah pekerjaan semata. Jadi, wajar jika saat ini banyak manusia yang berbuat nekat sesuai hawa nafsu mereka.

Padahal Allah Swt. telah menjelaskan hilangnya nyawa seorang mukmin lebih berharga dari dunia seisinya. Hal inipun sama dijelaskan dalam hadis Rasulullah Saw. Seperti hadis berikut:

Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah Swt. dibanding ada kematian seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).

Selain itu rusaknya pendidikan, keadilan di negeri inipun telah rusak. Vonis yang jaksa berikan kepada terdakwa tidak memberikan efek jera bagi pelaku dan masyarakat yang lain. Bahkan jika vonis telah ditetapkan pihak tersangka masih bisa mengajukan banding ke pengadilan tinggi. Alhasil, putusan pun tertunda.  Ketika pengadilan tinggi telah mengambil keputusan, pihak tersangka masih bisa mengajukan kasasi. Sehingga menyebabkan putusan hukum kembali tertunda. Hal ini terus terjadi berulang-ulang. Berbelit-belitnya dalam memberikan keputusan ini, menjadikan antrean panjang kriminalitas yang menunggu sidang.

Mirisnya lagi satu persoalan tidak cukup satu atau dua tahun selesai. Inilah keadilan warisan Belanda yang diterapkan di negeri ini. Selain hukum berasal dari akal manusia, hukum seringkali berubah-ubah. 

Hal ini berbeda ketika Islam diterapkan dalam konstitusi negara. Islam selain mengatur ibadah ritual Islam juga mengatur masalah pendidikan. Pendidikan dalam Islam adalah dengan menanamkan akidah dengan benar. Sehingga anak akan tertanam iman yang kuat, dia akan selalu merasa diawasi oleh Allah Swt. dalam hidupnya. Halal dan haram selalu menjadi tolok ukur dalam melakukan perbuatan.

Masyarakat pun juga demikian. Pada diri masyarakat tertanam amar makruf nahi mungkar. Sehingga akan tercipta saling mencintai karena Allah Swt.dan saling membenci karena Allah Swt. Sebab pikiran, tujuan, dan perasaan adalah sama yakni mencari rida Allah Swt.


Selain itu negara pun tidak tinggal diam. Negara akan menerapkan Al-Qur'an dan hadis dalam memutuskan hukum. Jika saja perbuatan tersebut sudah jelas ditulis dalam Al-Qur'an, maka khalifah tidak akan merubahnya, seperti qishas dan rajam. Namun jika dalam Al-Qur'an belum jelas hukumnya khalifah akan menetapkan ta'zir. Tujuannya agar memberikan efek jera bagi pelaku maupun masyarakat yang lain. 

Inilah sebagian gambaran, ketika Islam ditetapkan dalam sebuah negara. Sehingga rasa aman akan benar-benar terjaga. Penguasa pun demikian akan benar-benar terasa menjadi perisai bagi rakyatnya. Sebagaimana dalam hadis Rasulullah saw.

"Imam atau khilafah itu laksana perisai bagi umatnya. Di mana dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya dan digunakan sebagai tameng. (H.R Bukhari dan Muslim)

wallahualam bissawab

Baca juga:

0 Comments: