Headlines
Loading...
Ilusi Kesejateraan di Sistem Demokrasi

Ilusi Kesejateraan di Sistem Demokrasi

Oleh. Illa Assuyuthi

PT Freeport Indonesia akan menambah investasinya di Indonesia mencapai USD 18,6 miliar atau setara Rp.282,32 triliun (kurs Rp.15.179) hingga tahun 2041 nanti. Hal ini disampaikan oleh Chairman of the Board and CEO Freeport McMoran, Richard C. Akerson ketika memberikan orasi ilmiah di Institute Sepuluh November (ITS) Surabaya,  Selasa (4/10). Ia menegaskan bahwa proyek Freeport di Indonesia ini bukan hanya menguntungkan pihak perusahaan saja, tetapi juga manfaatnya bisa diambil untuk kas negara.

Adapun pihaknya mencatat dalam periode 1992-2021, manfaat langsung yang diterima negara dari beroperasinya Freeport di Indonesia mencapai USD 23,1 miliar. Penerimaan negara tersebut didapatkan dari pajak, royalti, divoden, hingga biaya dan pembayaran lainnya. Richard optimis manfaat untuk negara tersebut akan terus bertambah seiring dengan bisnis Freeport yang semakin berkembang di Indonesia. (Kumparanbisnis, 06/10/2022)

Padahal, sebesar apapun keuntungan yang didapat oleh negara Indonesia dari perusahaan Freeport ini, nampaknya kerugian akan lebih besar dibandingkan keuntungannya. Sebab, harta kekayaan berupa tambang emas dimiliki oleh perusahaan asing dan hasilnya lebih besar masuk ke kantong para pengusaha tersebut dibanding ke kas negara. 

Ini terjadi disebabkan karena negara saat ini menerapkan Sistem Kapitalisme-Neoliberalisme turunan dari Sistem Demokrasi. Dengan Sistem ini, swasta dapat menguasai kepemilikan umum secara individu dan bebas asal memiliki modal dan kesempatan. Kerugian yang dialami negara tentu cukup besar dibanding dengan keuntungannya. Lihat saja contoh realnya, kondisi masyarakat pribumi (Papua) tidak terlihat sejahtera walaupun hidup di sekitar Freeport. Selain itu, kerugian yang lebih besar ketika pengelolaan sumber daya alam (SDA) dikelola oleh asing secara tidak langsung hanya akan melanggengkan penjajahan ekonomi di negeri ini. Sehingga, rakyat sebagai korban akan semakin menderita. Suatu kezaliman apabila kepemilikan umum diserahkan kepada individu atau swasta serta diberikan secara bebas dan menindas.

Sedangkan dalam Islam, Islam membedakan antara sistem ekonomi dengan Ilmu  ekonomi. Ilmu ekonomi dalam Islam didefinisikan sebagai ilmu yang membahas tentang produksi dan peningkatan kualitas produk atau penciptaan sarana produksi serta peningkatan kualitasnya. Dengan definisi ini, jelas bahwa ilmu ekonomi bersifat universal, artinya dapat dan boleh dipraktikkan oleh siapa saja. Karena, ilmu ekonomi tidak terpengaruh akidah atau pemikiran apa yang mendasarinya. Sebaliknya, sistem ekonomi dipengaruhi oleh suatu pandangan hidup atau akidah tertentu, baik Islam, Kapitalis, maupun Sosialis. (Materi Dasar Islam, Islam mulai akar hingga daunnya, Al-Azhar Press, halaman 151).

Sistem ekonomi dalam Islam disusun atas tiga asas. Ketiga asas tersebut adalah asas kepemilikan, asas pengelolalaan atau pemanfaatan kepemilikan (tasharruf al-milkiyah), dan distribusi kekayaan kepada masyarakat yang hidup di dalam naungan negara Islam (tawzi' al-amwaal bayna an-naas).

Secara ringkas, dijelaskan bahwa kepemilikan adalah izin dari pembuat syariah (Allah Swt) kepada seseorang atau sekelompok orang atau negara untuk memanfaatkan suatu barang. Kepemilikan ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: 

Pertama, kepemilikan individu. Artinya, izin yang diberikan oleh Allah Swt sebagai pembuat syariah kepada seorang individu untuk memanfaatkan suatu barang. Barang-barang yang boleh dimiliki oleh seorang individu adalah semua barang yang tidak menguasai hajat orang banyak dan jumlahnya juga tidak terlalu banyak. Contohnya, rumah, tanah (dengan luas tertentu), uang dan kendaraan.

Kedua, kepemilikan umum. Artinya, izin Allah Swt yang diberikan kepada orang banyak/umum untuk memanfaatkan suatu barang. Dalam hal ini, Rasulullah Saw bersabda yang artinya, "kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yakni air, padang rumput, dan api)". (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Ketiga, kepemilikan negara. Artinya, harta yang merupakan hak seluruh kaum muslim. Pengaturan distribusi dari harta kekayaan tersebut diserahkan kepada kepala negara. Contohnya, Zakat, Jizyah, Kharaj, ghanimah, harta orang-orang yang murtad dan harta dari orang yang tidak memiliki ahli waris.

Itulah pengaturan kepemilikan dalam Islam. Apabila negara diatur oleh sistem Islam, seluruh rakyatnya akan merasakan kesejahteraan dan keadilan. Sebagaimana Allah Swt menjanjikan bahwa Islam akan jadi rahmat bagi seluruh alam beserta penghuninya, ketika hukum-hukum Allah diterapkan dalam kehidupan manusia. 

Wallahu a'lam bisshawwaab.

Baca juga:

0 Comments: