
OPINI
Tak Cukup Berani SPEAK UP untuk Tuntaskan Kasus KadeErTe
Oleh : Ummu Faiha Hasna
SSCQMedia.Com- Berani Speak Up dan menolak segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga adalah sebuah keharusan. Pasalnya seperti yang terjadi belum lama di bulan Oktober 2022 ini, kabar KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) yang dialami Lesti Kejora menyita perhatian publik dan hilangnya nyawa warga Sulawesi Utara Shirley Najoan (60) yang diduga akibat KDRT oleh suaminya sendiri telah menambah deretan kasus Kekerasan yang dialami perempuan Indonesia. Untuk itu, Menteri PPPA Bintang Puspayoga mengajak masyarakat berani angkat bicara apabila menjadi korban atau sebagai saksi pelecehan seksual ke perempuan dan anak. Apakah speak up sudah cukup untuk menghentikan KDRT?
Dikutip dari kompas.tv, 8 Maret 2022,
Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan pada periode 1 Januari 2022 hingga 21 Februari 2022 tercatat sebanyak 1.411 kasus.S ementara, sepanjang tahun 2021 terdapat 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dengan jumlah korban 10.368 orang.
Dengan maraknya pemberitaan soal kasus KDRT tak terkecuali yang berujung pada hilangnya nyawa seharusnya menjadi pengingat berharga bahwa betapa kekerasan dalam rumah tangga bukanlah hal yang sepele.
Beberapa pakar menyatakan bahwa perselingkuhan dan kemiskinan menjadi pemicu utama terjadinya kasus KDRT. Untuk itu, Menteri Bintang mengajak semua pihak khususnya para pelaku pendidikan termasuk mahasiswa untuk bersama-sama bisa mengurai dan berkomitmen tentang pentingnya pendidikan bagi masa depan bangsa, generasi yang tidak lahir dengan latar belakang kekerasan.
Speak up atas kekerasan adalah satu keharusan, namun speak up tak akan mampu tuntaskan masalah KDRT, apalagi sudah ada banyak regulasi yang disahkan di negeri ini. Akan tetapi lagi - lagi regulasi tak berdaya karena negara tidak
memberikan dukungan sistem kehidupan yang mendorong terbentuknya keluarga sakinah mawadah warahmah.
Fakta bahwa maraknya KDRT dipicu oleh kemiskinan dan perselingkuhan menjadi bukti tak adanya supporting sistem dari negara.
Inilah efek penerapan sistem kehidupan sekular kapitalistik yang menjadikan laki - laki dan perempuan hidup tanpa aturan yang jelas. Sistem ini menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan sehingga aturan laki - laki dan perempuan serba bebas dan bablas. Ditambah lagi sistem ini telah melahirkan kemiskinan yang merajalela.
Menurut pakar ekonomi Islam dan LPPI, Arie Mooduko, banyak perusahaan - perusahaan besar di dunia pelaku ekonomi kapitalis yang akhirnya kolaps setelah memiliki banyak aset, karena tujuannya hanya memperkaya pemodal semata tanpa mepedulikan kemaslahatan umat.
Ini tentu saja sangat berbeda dengan sistem Islam. Islam sudah memberikan seperangkat aturan dalam rangka memuliakan perempuan sekaligus sebagai bentuk larangan melakukan tindakan kekerasan terhadap perempuan. Dalam peraturan kehidupan yang bernafaskan aqidah Islam, perempuan benar - benar terjaga dan terjamin kemuliaannya. Penghargaan dan kemuliaan itu terwujud dalam pengaturan hak dan kewajiban bagi perempuan. Sehingga seorang laki - laki tidak dibiarkan mengklaim dirinya memiliki derajat lebih tinggi dibanding perempuan, terkecuali ia mengunggulinya dalam segi ketakwaan.
Adanya perbedaan peran dalam kehidupan antara laki - laki dan perempuan dalam rumah tangga adalah wujud harmonisasi dan sinergi antara laki-laki dan perempuan dalam memainkan peran masing - masing sesuai fitrah yang Allah tetapkan. Aturan beserta potensi yang diberikan Allah kepada hamba - Nya sudah tepat dan tidak perlu dikacaukan lagi dengan ide kesetaraan gender yang diagung - agungkan para feminis.
Syariat Islam memerintahkan kepada setiap pasangan suami istri agar saling menghargai dan menghormati istri menaati suaminya karena suami merupakan qowwam atau pemimpin dalam umah tangga. Sedangkan suami mencintai dan mengungguli istrinya dengan penuh kasih sayang dan kelembutan.
Bila hal seperti itu selalu dirawat, maka akan tercipta rumah tangga yang harmonis bervisi akhirat. Selain membina internal rumah tangga sesuai syariat Islam, upaya mencegah terjadinya konflik dalam rumah tangga pun sejatinya membutuhkan support sistem. Sebab, faktor eksternal seperti himpitan ekonomi, godaan laki - laki dan perempuan lain dan sejenisnya juga menjadi pemicu konflik.
Hadirnya Islam dalam kehidupan sejatinya untuk memutuskan pemicu ekternal konflik rumah tangga secara komprehensif. Di dalamnya terdapat upaya pencegahan dan juga penindakkan. Upaya pencegahan yaitu berupa penegakkan sistem pergaulan Islam yang meliputi kewajiban menutup aurat dan pakaian yang syar'i ( Jilbab dan kerudung) di kehidupan umum; kewajiban menjaga kemaluan bagi laki - laki dan perempuan; larangan khalwat, tabaruj dan iktilat, kebolehan interaksi laki -laki dan perempuan hanya dalam perkara muamalah yang dibenarkan oleh syara, larangan berzina dan lain - lain.
Oleh karenanya, negara semestinya menutup rapat pintu - pintu yang memicu terbesitnya naluri jinsiyah, seperti konten - konten porno atau tayangan yang membangkitkan naluri seksual. Jika masih ada pelanggaran, maka tugas negara adalah menegakkan sistem sanksi syariat Islam. Selain itu, penerapan sistem ekonomi Islam juga dipastikan akan menjamin kesejahteraan individu per individu. Karena sistem ini lahir dari paradigma yang benar tentang apa makna kebutuhan, konsep kepemilikan yang hakiki dan bagaimana mengelola sumber rezeki bagi seluruh umat manusia.
Alhasil, Apapun bentuknya kekerasan yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga sudah seharusnya distop tidak hanya untuk Lesti tapi seluruh dunia berlaku untuk siapapun. Hanya khil4f4hlah yang mampu mewujudkannya melalui penerapan Islam kaffah. Wallahu A'lam BiShawab.
Baca juga:

0 Comments: