Headlines
Loading...
Part 6
*Tertipu Prasangka*

Penulis: Desi

Ruang kelas seketika menjadi tenang. Lukisan mural bernuansa hijau, bercorak alam disertai ornamen air yang menghiasi dinding-dinding kelas menjadi saksi segala tingkah polah penghuni kelas.

Saksi bisu meski gambarnya terkesan nyata hidup. Awan putih pada langit biru, beberapa burung terbang menyebar di area dinding kelas, setia menemani remaja belasan tahun menimba ilmu. 

Bu Sulis, guru yang terkenal killer itu menjelaskan dengan detail materi struktur dan fungsi jaringan tumbuhan. Semua murid memperhatikan, tak ada pasang mata yang berani melewatkan pandangannya ke arah lain. 

Guru IPA itu menyerahkan beberapa lembar kertas yang berisi rangkuman materi beserta latihan soal-soal kepada Denis si ketua kelas dan berpesan agar semua anak memfotokopinya. Kemudian ia pergi meninggalkan kelas.

"Den, untuk fotokopi kita pake uang kas aja gimana?" tanya Genta si bendahara kelas.

"Ya, boleh. Nanti aku aja yang motokopi" jawab Denis setuju.

Kemudian Genta berlalu dari meja Denis dan berhenti di meja Fatih. Sambil berkata, "Tih, bayar tes IQnya langsung ke BK aja, ya. Soalnya udah aku setorin semua uangnya."

"Siap,Ta. Maaf ya telat sendiri," jawab Fatih.

Pak Wage memasuki kelas tepat setelah Genta duduk di bangkunya. Suasana tetap tenang hingga bel tanda istirahat berbunyi. Waktu yang sangat ditunggu-tunggu bagi siswa-siswi telah tiba.

Bening meletakkan beberapa cemilan di meja untuk dimakan bersama Alifa. Dua gadis belia berbeda selera itu tetap akrab bersahabat walau sering berbeda pendapat.

"Ahad ada acara engga, Ning," tanya Alifa.

"Kayaknya engga ada sih," jawab Bening dengan mulut penuh makanan.

"Ada kajian remaja. Ikut yuuk," rayu Alifa.

"Males ah. Aku mau nerusin nonton drakor," tolak Bening.

"Kamu sudah tau, kan. Menuntut ilmu agama itu wajib hukumnya,"Jelas Alifa.

"Iya kah?" mata Bening terbelalak.

"Lah, aku udah pernah bilang sama kamu beberapa kali, masa kamu lupa," Alifa menggelengkan kepala keheranan.

"Santai, Put. Kita masih muda," jawab Bening santai.

"Jangan merasa punya banyak waktu. Padahal esok pun belum tentu," Alifa berharap kalimatnya itu bisa benar-benar dipikirkan oleh Bening.

"Jika esok bukan milikku. Aku akan bertemu ayahku," tak ada rasa khawatir dari cara Bening menjawab.

"Kamu yakin Allah akan mempertemukan?" jawaban Alifa membuat Bening menoleh dan menatap dalam wajah Alifa. 

"Kelak, manusia akan dikumpulkan bersama dengan yang dicintai. Mana yang lebih kamu cintai, ayahmu atau idola plastikmu itu?" sebuah pertanyaan menohok yang dilayangkan Alifa membuat Bening sedikit kesal.

Dalam hati Alifa berdoa, "Semoga Allah bukakan pintu hati Bening untuk menyambut hidayah."

"Aku pasti bahagia bisa bertemu mereka semua," jawab Bening tanpa ekspresi.

"Meski di neraka?" 

"Kamu kok gitu banget sih," kesal Bening menjawab dengan mata sedikit berembun.

"Kamu pikir ada surga untuk orang selain Islam, idola kamu kan bukan orang Islam. Yakin kamu akan bahagia bertemu mereka di sana?" Alifa memberanikan diri menasehati sahabatnya.

Bening terdiam memikirkan apa yang dikatakan oleh Alifa. Omongannya melebihi tajamnya samurai. Meski tak terhunus tetapi mampu mencabik-cabik hati Bening.

Sementara itu di luar kelas ada sepasang mata yang nampak khawatir dengan gerak gerik Fatih. Dilihatnya Fatih berjalan menuju ruang BK. Aldo yang sedang makan mendoan di depan kantin, seketika bangkit dari tempat duduknya.

Melangkah mengikuti jejak Fatih. Langkahnya terhenti di depan kelas 8A yang bersebelahan dengan ruang BK. Tak mungkin dia ikut masuk sementara dirinya tak punya kepentingan apa-apa.

Dalam kebingungan, Aldo mendapat sebuah ide. Dengan cepat ia kembali ke kelas. Diambilnya kertas warna-warni dari dalam tas. Kertas origami sisa pembuatan struktur organisasi kelas masih ia simpan.

Dengan cekatan kertas origami itu telah berubah bentuk. Dia tersenyum sambil membolak-balikkan hasil karyanya. Dengan mantap dia menghampiri Fatih yang sudah kembali dari ruang BK.

"Kamu suka suriken, kan? nih aku bikinin." Aldo memberikan beberapa suriken cantik berbeda model dan berwarna-warni.

"Wah bagus banget, Do." Fatih nampak gembira menerima suriken dari Aldo.

"Kok kamu tau aku suka suriken," tanya Fatih.

"Yaaa, aku pernah liat kamu menggambar suriken."

"Terimakasih ya, Do." ucap Fatih dengan mata berbinar.

"Itu sebagai permintaan maaf aku. Maaf ya aku suka jail sama kamu," ucap Aldo sambil mengulurkan tangannya.

"Ok. Jangan diulangi lagi ya, Do," pinta Fatih.

"Kamu jangan pernah laporin aku lagi ke BK, ya!" ujar Aldo sambil berlalu dari hadapan Fatih.

Fatih melongo bingung mendengar ucapan Aldo. Dia berfikir sejenak, "Apa mungkin tadi Aldo liat aku ke ruang BK ya."

"Alhamdulillah," ucap Fatih dengan senyum lebar.

"Padahal aku ke ruang BK mau bayar tes IQ," ujar Fatih lirih. Rupanya Aldo salah menduga.



Bersambung

Baca juga:

0 Comments: