Headlines
Loading...
Part 12
 *Tragedi Pasar Malam*

Oleh : Desi

Bening berjalan kaki menuju pasar malam. Jalanan begitu ramai dipadati pejalan kaki, membuat Bening tidak berani memakai kendaraan. Tempatnya tidak terlalu jauh tetapi cukup melelahkan jika harus berjalan kaki. 

Ditengah jalan Bening mempunyai ide membelikan sesuatu untuk Dirga. Dia berpikir, kira-kira apa yang cocok untuk Dirga. Dilihatnya berbagai macam pernak-pernik dijajakan.

"Mungkin dompet," ucapnya dalam hati ketika melihat beraneka model dompet.

"Ah terlalu spesial," begitu pikirnya, dia khawatir harga dirinya jatuh dimata Dirga jika memberi dompet. 

Lalu berjalan kembali, matanya menyisir satu persatu pedagang hingga ujung. Kemudian terfokus pada sebuah model topi yang nampak elegan.

"Kayaknya cocok nih," gumamnya lirih.

Bening membolak-balikkan topi berwana dongker itu. Ia hendak menanyakan harganya kepada si penjual. Tetapi ia urungkan ketika melihat wajah tampan Dirga berada hanya beberapa langkah dari tempatnya berdiri.

Gadis cantik yang baru Bening kenal kemarin tengah mengenakan kupluk ke kepala Dirga. Terlihat pula Dirga memilihkan topi lucu dan melakukan hal yang sama pada gadis itu. Mereka nampak begitu akrab.

"Apa mereka pacaran?" sebuah tanya segera melintas di kepalanya. Bening menutup mulutnya dengan tangan kanan dan mundur perlahan hendak menjauh dari mereka.

Langkahnya terhenti ketika menabrak seseorang dari belakang. Segera Bening berbalik badan dan menangkap wajah yang telah akrab ia kenal. Tanpa berfikir panjang, Bening segera menarik tangan orang yang ia tabrak dan berlari menjauh dari keramaian.

Tangisnya pecah tak terbendung. Ia sesenggukan di pojok wahana komedi putar, bersembunyi dibalik temaram. Sebuah pemandangan yang tak pernah terbayang olehnya terlihat di depan mata.

"Aduh Fatih, Mba cari-cari kamu ternyata di sini. Kenapa kamu gandengan sama cewek?" tanya Santi kakaknya Fatih. Santi langsung mengejar Fatih yang terlihat bergandengan tangan dengan seorang gadis dan menghilang di antara pengunjung lain.

"Apa diam-diam kamu pacaran?" tanya Santi khawatir.

"Engga, Mba," jawab Fatih.

"Kamu tau kan, pacaran itu dilarang agama." 

Fatih melebarkan telapak tangannya membuat jari jemarinya berdiri semua, menggerakannya ke kanan dan kiri kemudian jari telunjuknya menunjukkan posisi Bening yang bersandar pada dahan cemara. Remang-remang cahaya menunjukkan wajah Bening kepada Santi.

"Kenapa?" tanya Santi pada Fatih.

"Dia temen sekelasku. Tiba-tiba narik tanganku dan nangis di situ," singkat Fatih menjelaskan pada Santi.

"Kayaknya pacarnya selingkuh," ucap Fatih berbisik di telinga Santi.

Santi mendekati Bening yang berlinang air mata. Telapak tangannya mengusap pundak Bening dengan lembut menguatkan.

"Merasakan cinta itu fitrahnya manusia. Tetapi, untuk meluapkan perasaan itu, ada aturannya," ucap Santi pelan penuh kehati-hatian.

Kemudian melanjutkan ucapannya, "Allah menjadikan manusia berpasang-pasangan. Dan menikah menjadi solusi untuk berkasih sayang."

Tangan Santi beralih memegang bahu Bening. Spontan Bening menoleh dan memeluk Santi. Dia menangis di bahu orang yang belum pernah ia kenal sebelumnya.

"Kamu masih muda, jangan terlena rayuan setan yang mengajakmu melabuhkan cinta yang salah," ucap Santi sembari menepuk-nepuk punggung Bening. 

Bening melepaskan pelukannya dan mengusap air matanya dengan cardigan hijau tua yang ia kenakan. Dengan seksama Bening memperhatikan Santi. Ia merasakan aura tenang dari makhluk di hadapannya itu.

"Mba kakaknya Fatih?" tanya Bening setelah tenang.

"Iya," jawab Santi mengangguk.

"Tih, kamu bawa motor, 'kan. Anterin aku pulang, ya," pinta Bening.

"Biar Mba aja yang nganterin, ya," ujar Santi.

"Aduh merepotkan, Mba. Sama Fatih aja engga apa-apa," ucap Bening.

"Kalo kamu minta dianter Fatih, engga akan Mba izinin dan Fatih pun engga akan mau nganter kamu," tukas Santi.

"Loh, kok gitu sih," protes Bening heran.

"Sebab, laki-laki dan perempuan yang sudah baligh dan bukan mahramnya, engga boleh berboncengan motor," jelas Santi yang disambut mulut melongo Bening.

"Eeh, siapa nama kamu, Dek," tanya Santi.

"Bening, Mba siapa?" 

"Aku Santi."

Bening masih bertanya-tanya kenapa laki-laki dan perempuan tidak boleh berboncengan. Tetapi tanyanya tidak berlanjut, ia sudah tidak sabar ingin segera pulang ke rumah.

Langkah Bening menuruti apa kata Santi. Ia naik ke atas motor Santi setelah sampai di parkiran. Ia kembali melihat Dirga yang sedang berdiri di samping stand minuman yang letaknya bersebelahan dengan tempat parkir.

Nampak tangan Dirga melingkar di pundak gadis cantik yang baru kemarin di kenalkan Dirga padanya. Ya, gadis yang bersama Dirga adalah Mila. 

"Cepet, Mba!" pinta Bening, ia tidak mau keberadaannya disadari mereka berdua.

"Terimakasih ya, Mba. Maaf merepotkan," ucap Bening setelah sampai di depan rumahnya.

"Sama-sama. Banyakin zikir ya, Dek. Insyaallah Allah akan tenangkan hatimu," pesan Santi disambut anggukan kepala Bening.

"Loh kok, pulang sendiri, Neng," ucap ibunya heran.

"Tiba-tiba kepalaku pusing banget, Bu. Tadi aku pulang dianterin temen," ucap Bening.

"Kamu nangis?" tanya ibunya.

"Sakit banget, Bu." 

"Sebentar Ibu ambilin obat," 

"Bikinin teh manis apa ya, Bu," pinta Bening.

Bening merebahkan kepalanya pada tangan sofa empuk di ruang tamunya. Pikirannya melayang memikirkan banyak hal. Segala rasa bercampur membuat kepalanya terasa begitu pening.

Bersambung..

Baca juga:

0 Comments: