
Cerbung
Mata Bening Part 17 (Seragam Sekolah Alifa)
Oleh : Desi
Hampir saja Bening pingsan saat mengikuti upacara bendera. Mungkin karena semalam ia kurang tidur sehingga tubuhnya tidak stabil menopang berat badannya.
Segala doa yang ia bisa dibacanya berulang, memohon kepada Allah agar dikuatkan sampai selesai. Tangannya memegang erat lengan Alifa. Ia tidak rela jika tubuhnya ambruk dan disentuh oleh siswa yang bertugas di belakang barisan.
Kunang-kunang begitu banyak berkumpul di depan mata Bening. Bumi yang ia pijak serasa berputar membuat kepalanya terasa pusing. Pegangan tangannya semakin kuat mencengkeram lengan Alifa.
Tiba-tiba Bening ambruk terjatuh. Spontan dia menyebut nama Allah. Teman di sekelilingnya mencoba membangunkannya. Petugas dari binaan PMR pun berlari ke arahnya.
"Jangan sentuh, aku engga pingsan. Aku masih sanggup berdiri dan berjalan," ucapnya dalam hati.
Ada dua petugas laki-laki dan dua lagi perempuan yang sigap, seketika sudah berada di dekatnya. Mereka bekerja sama mengangkat tubuh yang tergeletak di sebelahnya.
Bening terbelalak ketika melihat mereka membawa tubuh Alifa. Dia panik sampai-sampai tidak menyadari jika tubuhnya terjatuh karena terbawa tubuh Alifa yang ambruk.
Bening segera bangkit dan mengumpulkan tenaga yang tersisa untuk berjalan menuju ruang UKS. Dia bertanya dalam hati, "Apa tadi aku terlalu kencang memegang lengan Alifa?"
Dilihatnya tubuh Alifa yang belum sadar, Bening menggoyang lengan Alifa dan melonggarkan sabuk yang melingkar di pinggang Alifa. Kemudian mengambil minyak kayu putih.
Bening menarik rok Alifa tetapi tidak bisa terbuka dari bajunya. Nampak ada jahitan yang menyatukan antara rok dan baju Alifa. Bening merasa heran begitupun dengan petugas dari PMR yang ada di situ.
Ia tak habis pikir kenapa seragam Alifa modelnya berbeda. Bening melihat kembali seragam yang dikenakan Alifa untuk memastikan penglihatannya. Dia merasa mungkin salah lihat sebab pandangannya masih dipadati kunang-kunang.
"Ini mah kaya gamis," gumam Bening.
Akhirnya Bening hanya menyapukan minyak kayu putih pada leher dan kepala Alifa. Tidak lupa dia pun memakai untuk dirinya sendiri. Dia memanggil-manggil nama sahabatnya itu tetapi belum juga berhasil membangunkannya.
Lalu memencet jempol kaki Alifa dengan kencang. Alifa bereaksi seperti orang kesakitan. Bening mendekat ke wajah Alifa dan manggilnya kembali. Mata Alifa mulai terbuka perlahan, tangannya memegang kepala dan memijatnya pelan.
"Kamu tadi sarapan engga, Put," tanya Bening sambil menyodorkan segelas air putih hangat.
"Sarapan," jawab Alifa lirih.
"Tadi aku keras banget megang lengan kamu, ya," kepala Bening tertunduk merasa bersalah.
"Engga, kayaknya aku darah rendah deh. Tiba-tiba aja aku ngerasa bumi berputar dan gelap," cerita Alifa.
Bening langsung memeluk Alifa dan meminta maaf. Ia menganggap mungkin saja Alifa tersetrum oleh gejala yang ia rasakan.
"Apaan sih emang ada listriknya bisa nyetrum," ucap Alifa sambil tertawa ringan.
"Pokoknya aku minta maaf. Takutnya kamu pingsan karena aku." Bening tetap merasa bersalah.
"Udah baikan belum?" tanya Bening.
"Kalo udah kita ke kelas, yu," lanjutnya.
"Kamu sendiri udah baikan belum?" Alifa balik bertanya dan di sambut anggukan kepala Bening.
Mereka berdua keluar dari ruang UKS setelah merapikan baju dan kerudung mereka. Memakai sepatu dan minum air hangat beberapa teguk.
"Alifa sudah baikan?" tanya Bu Sri salah satu guru di sekolahnya. Mereka berpapasan saat berjalan melewati ruang guru.
"Sudah, Bu," jawab mereka bersamaan.
Bu Sri tersenyum dan menyemangati mereka berdua agar rajin belajar. Mereka pamit dari hadapan Bu Sri dengan membungkukkan badannya.
Begitu mereka sampai di ruang kelas, teman-temannya menyambut dan menanyakan keadaannya.
"Beneran sudah enakan, Fa?" tanya salah satu temannya memastikan. Alifa mengangguk dan mengucapkan, "Terimakasih perhatiannya ya teman-teman."
"Put, kita makan bakso, yuuk," ajak Bening setelah jam istirahat berbunyi.
"Yuuk," jawab Alifa setuju.
"Put, aku penasaran deh," kata Bening.
"Penasaran apa?"
"Tadi aku liat kok baju seragam kamu kaya gamis, ya," ujar Bening sambil mengaduk mie bakso yang masih panas.
"Itulah model pakaian muslimah yang Allah pilihkan. Allah memerintahkan agar perempuan menggunakan baju terusan tanpa potongan," jelas Alifa yang disebut mulut melongo Bening.
"Dalam kondisi apa pun, perempuan yang sudah baligh saat keluar rumah ya harus menggunakan baju terusan atau yang kita kenal dengan sebutan gamis," lanjut Alifa.
"Di mana pun dan kapan pun saat kita di luar rumah ya wajib pake gamis. Makanya aku siasati seragam sekolah ini dengan menyambungnya." Alifa berhenti sejenak untuk menyantap beberapa suap bakso dari mangkuknya.
"Aturan Islam itu bersifat baku tidak akan berubah sampe kapanpun. Semua aturan buatan manusia harusnya ya merujuk pada aturan Allah." Alifa sangat senang jika Bening terbius oleh ucapannya.
"Tetapi hari ini kita diasuh oleh sistem kapitalis makanya hukum Islam dikesampingkan," lanjutnya.
"Apa itu kapitalis, Put," ketemu lagi bahasa asing di telinga Bening yang diucapkan Alifa.
"Kalo pengin tau lebih dalam lagi, ikut ngaji aja yuuk," rayu Alifa.
"Aku sangat jauh tertinggal ya, Put. Banyak hal yang aku engga tau," kepala Bening tertunduk malu.
Bersambung
Baca juga:

0 Comments: