Headlines
Loading...

Oleh : Desi

"Mang, nanti aku ikut ke rumah sakit, ya. Mumpung libur," ucap Bening pada pamannya.

"Hari ini Mamang engga ke rumah sakit. Mau nyelesaiin pesenan orang," jawab pamannya yang sedang menyiapkan alat-alat meubelnya.

"Mbah Uki gimana, Mang?," tanya Bening lagi.

"Kan ada ibumu yang jagain," ucap pamannya singkat.

"Kan Mamang juga anaknya, kok dipasrahin ibuku semua." Bening mulai kesal dengan sikap pamannya yang seolah mulai lepas tangan.

"Mamang juga harus cari uang untuk kebutuhan, Neng," sahut pamannya.

"Lah, apa ibuku engga butuh uang untuk kebutuhan. Udah seminggu ibu engga pulang sama sekali, Mang," mata Bening mulai memerah tanda dia mulai marah.

"Tidur di rumah sakit itu engga enak, Mang. Tidurnya di kursi kadang di tiker, ngurusin orang sakit juga capek. Kenapa engga mau gantian sih, Mang. Egois banget." Bening benar-benar tersulut amarah.

"Bukannya gitu, Neng." Mang Udin berhenti dari kesibukannya ketika mendengar nada bicara Bening yang mulai marah.

Bening pergi meninggalkan pamannya yang hendak berbicara lagi. Dia masuk ke rumah pamannya mencari Bibi Ois. Terlihat Bibi Ois sedang mamandikan Safia.

"Bi, Aku kangen Ibu sama Mbah," ucap Bening dengan mata berkaca-kaca.

"Bibi anter ke rumah sakit, ya," ucapan bibinya membuat Bening merasa lega.

"Apa Bibi engga repot bawa bocil?" tanya Bening yang khawatir pada sepupunya jika diajak pergi naik bus.

"Insyaallah engga, Neng. Paling nanti Neng masuk sendiri, ya. Kayaknya bawa anak kecil engga boleh masuk," ujar bibinya.

"Nanti kita gantian gendong Safia, Bi," usul Bening yang disetujui Bibi Ois.

"Yah, aku jenguk Mbah Uki, ya. Salman engga aku ajak, lagi main," ucap Bi Ois pada suaminya.

"Nanti kalo laper, makanan di tempat biasa," sambungnya.

"Ya," jawab Mang Udin.

Mereka menapaki lantai yang mengkilap setibanya di rumah sakit. Disambut udara sejuk dari AC yang bercampur dengan aroma karbol dan obat-obatan menyengat hidung.

Terlihat lalu lalang orang-orang berpakaian putih melangkah dengan cepat. Ada yang membawa botol infus, kertas lembaran, ada juga yang mendorong roda berisi makanan.

Ruangan demi ruangan mereka lewati mengikuti instruksi penunjuk arah ruangan. Mereka harus menyusuri lorong-lorong panjang mencari ruangan yang dituju, sebab dua hari yang lalu kakeknya baru dipindahkan ke ruang pasien.

Ketika kamar Mbah Uki sudah mulai dekat, mata Bening menangkap sosok ibunya tengah mondar-mandir sambil berulang kali mendekatkan gadget ke telinganya.

"Assalamualaikum, Bu," sapaan Bening membuat ibunya kaget.

"Waalaikum salam warahmatullahi," jawab ibunya. Mereka pun berpelukan melepas rindu.

"Mbah sudah boleh pulang," cerita ibunya.

"Alhamdulillah," ucap syukur Bening dan Bibi Ois.

"Ibu nelpon Mamang kok engga diangkat-angkat, ya," ucap ibunya.

"Mungkin sudah mulai nyugu, Mba. Jadi engga kedengeran," kata Bibi Ois.

"Mang kamu ke sini, ya. Ini Mbah Uki udah boleh pulang," ucap ibunya setelah panggilannya dijawab.

"Neng, bantuin Ibu beresin barang-barang, ya!" pinta ibunya yang disetujui Bening.

Mereka berdua masuk ke dalam ruangan Mbah Uki. Sementara bibi Ois menunggu di kursi tunggu bagi pembesuk.

"Alhamdulillah sudah beres semua," ucap Bening setelah memindahkan semua barang-barang ke ruang tunggu.

"Neng, kamu papah Mbah dari kiri, ya. Ibu yang dari kanan," ucap ibunya setelah mengambil kursi roda.

"Siap," jawab Bening.

"Alhamdulillah, Mbah sudah boleh pulang. Nanti kita makan yang enak-enak ya, Mbah," senyum Bening mengembang melihat kondisi kakeknya membaik. 

Kakeknya pun tersenyum memperlihatkan giginya yang tinggal beberapa biji. Mengusap kepala Bening, kemudian melaju didorong oleh Bening.

"Loh, kok kamu yang ke sini, Man," ucap Bu Eli yang merasa heran dengan kehadiran Kirman di rumah sakit.

"Udin mana?" netra Bu Eli mencari-cari keberadaan adiknya.

"Tadi mang Udin nyuruh saya, Bu. Katanya tanggung, dia lagi ngobrolin pesanan sama pelanggan," ucap Kirman disambut hela nafas panjang Bu Eli.

"Ooh lebih penting pelanggan daripada Mbah Uki, ya," bibir Bening menyungging kesal.

"Bu, mobilnya sudah siap," ucap sopir yang ditugaskan pihak rumah sakit untuk mengantar pasien.

Sengaja Ibu Eli membayar lebih untuk transportasi dari rumah sakit agar tidak merepotkan tetangganya.

Mang Udin segera berlari ketika sebuah mobil memasuki halaman rumah kakaknya. Dia membukakan pintu mobil dan membantu Mbah Uki keluar dari mobil, memapahnya untuk duduk di kursi roda dan mendorongnya masuk ke dalam rumah.

"Di mana tanggungjawabmu, Mang," ucap Bening dengan suara keras menyentak pamannya setelah semua masuk ke dalam rumah.

"Yang sopan kalo bicara sama orang tua," jawab pamannya yang kaget dengan suara Bening.

"Mamang yang engga sopan sama orang tua sendiri. Anak engga ada akhlak," omongan Bening begitu menyakitkan hati pamannya.

Spontan pamannya membanting vas bunga yang  berada di dekatnya dan mendekat hendak menampar Bening. Untung saja Bibii Ois menghalangi.

Bibi Ois segera membawa Bening menjauh dari suaminya. Diambilkannya air minum dan menenangkan emosi Bening dengan menepuk-nepuk punggungnya.


Bersambung

Baca juga:

0 Comments: