Headlines
Loading...

Oleh : Elly Waluyo
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Chairman of the Board and CEO Freeport McMoRan, Richard C. Adkerson berorasi ilmiah di Institut Sepuluh November (ITS) bahwa PT Freeport berencana menambah gelontoran investasi fantastis hingga 2041, mencapai USD18,6 miliar atau setara dengan Rp 282,32 triliun. Rencana investasi dibagi untuk penanaman modal sebesar USD 15,6 miliar dan USD 3 miliar untuk membangun smelter di Gresik Jawa Timur. 

Pembangunan smelter di Gresik yang ditargetkan selesai pada tahun 2024, saat ini telah mencapai 39,9 persen dengan menyedot anggaran sebesar USD 1,3 miliar, dan akhir tahun 2023 mechanical construction selesai sehingga siap berproduksi pada pertengahan 2024. Richard menjanjikan keuntungan yang besar baik bagi perusahaan maupun kas negara. Kas negara telah mengantongi USD 23,1 miliar pada periode 1992-2021 yang didapatkan dari pajak, royalti, dividen, biaya dan pembayaran lain-lain, dan pendapatan ini akan terus bertambah seiring berkembangnya bisnis Freeport. (kumparan.com, 6 Oktober 2022)

Pola pikir kapitalis yang hanya berorientasi pada materi untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan pribadi, dan memiliki pandangan bahwa sesuatu dimasyarakat itu dapat dimiliki oleh pribadi, mustahil memberikan keuntungan atau sekedar memikirkan keuntungan untuk rakyatnya. Sejatinya dengan dikuasainya harta milik negara oleh pihak asing justru negara mengalami kerugian besar meski diberi keuntungan sebesar apapun. Karena seluruh keuntungan dari pengelolaan sumber daya alam yang seharusnya bisa digunakan untuk kemakmuran rakyat harus dibagi dengan perusahaan asing yang berdalih membantu mengelola bahan mentah menjadi siap pakai, yang tentunya meminta keuntungan sesuai dengan besarnya modal yang ditanamkan. 

Semakin besar penanaman modal (investasi) maka semakin besar pula persentase pembagian keuntungan yang didapat oleh perusahaan pengelola yang notabene adalah perusahaan asing. Rakyat yang merupakan pemilik bahan mentah tersebut, harus membeli produk dari hasil pengelolaan miliknya sendiri dengan harga yang ditentukan oleh perusahaan pengelola tersebut. 

Beda halnya jika negara mengelola sendiri sumber daya alamnya sebagaimana sistem Islam mengatur dalam pengelolaan sumber daya alam yang merupakan harta kepemilikan umum. Kepemilikan umum ditetapkan dengan hukum-hukum berserikatnya masyarakat atas air, api, dan padang, fasilitas umum dan barang tambang yang depositnya besar. Berdasarkan hal inilah maka haram hukumnya menguasakan sumber daya alam pada segelintir orang atau pribadi karena akan menghalangi individu untuk memanfaatkan harta-harta tersebut.

Negara berkewajiban melakukan pengelolaan terhadap harta kepemilikan umum dan mengembalikan keuntungan pengelolaan pada rakyat. Keuntungan yang didapat dari hasil pengelolaan masuk kedalam Baitul mal pada pos kepemilikan umum dan digunakan untuk membiayai kebutuhan umum individu seperti pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan umum lainnya sehingga rakyat dapat mengakses secara gratis tapi mendapatkan fasilitas dengan kualitas yang terbaik.

Baca juga:

0 Comments: