
part 6
*Terkena Hukuman*
Sudah setengah jam Dika duduk di pelataran masjid, menunggu sedikit sepi kantinnya mbok Parni, meski ada koperasi toko milik sekolahan, namun kantin kecil mbok Parni lebih diminati oleh siswa-siswi SMP Ma'arif 01.
Begitu bel istirahat berbunyi, kantin mbok Par langsung di kerumuni, siswa bertabrakan masuk ke kantinnya dengan berebut, banyaknya siswa yang berjubel-jubel, membuat murid yang tidak jujur dengan mudah mendapatkan jajanan tanpa uang, minimnya kejujuran membuat mbok Par sering mengusap kening.
Bahkan mirisnya gak bayar minta kembalian, karena banyaknya tangan yang bersenggol satu sama lain, ada yang bayar menyodorkan uang, ada yang minta kembalian hanya tangan-tangan yang tampak terlihat ketika sedang ramai berebut jajan.
Banyak pedagang kaki lima yang parkir, namun tak seramai mejanya mbok Parni.
Aneka jajanan pasar yang murah dan mengenyangkan menjadi daya tarik tersendiri, atau memang ada alasan lain yang memilih jajan beramai-ramai, entahlah...
Bagi Dika yang penting ia bisa menikmati risol, mendoan, atau cireng
Yang murah dan cukup untuk mengganjal perutnya setelah otak terpakai untuk menerima pelajaran, mendoan, risol yang hanya seribuan, dan jajanan pasar yang di sediakan membuat Dika pun langganan sama mbok Parni.
Namun karena ramainya kantin membuat Dika harus bersabar.
Bel masuk berbunyi, tampak satu per satu keluar dari kantin. Dika segera mengangkat badannya dan berdiri. Dengan sedikit tergesa, ia mengayunkan kakinya menuju kantin yang mulai renggang, yang lain keluar untuk masuk ke kelas, Dika baru mau masuk ke kantin.
Mbok Par yang sudah paham menyambut Dika dengan senyum.
Sambil menyodorkan risol dan cireng pedas,
kesukaannya.
"Nih, aku sisain satu-satu. Risol dan cireng untuk kamu," ucap mbok Parni.
Sembari menyodorkan uang kertas dua ribuan Dika tersenyum, rasa senang di benaknya tampak jelas bisa ditangkap oleh mbok Parni yang sering memerhatikannya.
"Matur nuwun Mbok Par,"
Mbok Par membalas senyum Dika.
Sembari menghitung uang yang terkumpul di baskom, mimiknya berucap pelan
"Sebenarnya saya paham mana yang jujur dan mana yang tidak, sudah bertahun-tahun saya jualan di sini," keluhnya.
Dika yang mendengar curahan mbok Par hanya terdiam sambil menikmati cireng pedasnya.
Dugaan hatinya seketika berubah, yang tadinya mengira Mbok Par jualan laris banget, hanya hitungan menit jajanannya ludes, ternyata tak seperti yang ia bayangkan.
"Nih minum, cepetan masuk sana nanti kamu dihukum," pinta mbok Par yang sudah suka sama Dika, anak periang, ganteng, dan jujur, Dika meneguk air tawar yang di sodorkan mbok Par.
"Njih Mbok Par, matur nuwun,"
Dika bergegas menuju ke kelas, ayunan kakinya terhenti seketika, saat memergoki Rama dan Epan sedang berdiri di balik kaca kelas 2B.
Suara Epan terdengar dengan jelas oleh Gondang telinganya.
"Ish... dah tak sabar beb cantiknya wajahmu oh Nela..." puji Epan
Sambil mengintai di balik kaca kelas itu yang terkenal ceweknya cantik-cantik.
"Ada yang lebih cantik euy," timpal Rama.
"Iya kamu mau pilih yang mana Ram?" tanya Epan.
Percakapan mereka terhenti seketika saat dikagetkan oleh Dika.
"Hey, lagi ngapain," bisik Dika yang langsung menempel di tengah-tengah mereka sembari mengangkat kedua tangannya menepuk pundak mereka berdua.
"Ngagetin aja lu Dik, Gue mau ngajak Nella ketemuan," bisik Epan.
"Nella yang mana si," tanya Dika penasaran sembari ikut mengintip-intip kelas 2B.
"Lah itu siapa yang hidungnya paling mancung," tanya Dika, telunjuknya menunjuk ke arah cewek yang ia maksud.
Belum sempat pertanyaan Dika terjawab.
Wali kelasnya memukul b*k*ng mereka dengan penggaris kayu yang sontak membuat mereka gelagapan.
"Masuk!" sentak bu Alfi dengan tegas.
"Ampun Bu, maaf Bu, maaf," pinta mereka.
Dika memukul jidatnya dan menggerutu
"Aduh ap*s"
Epan cengengesan menghibur hatinya yang gusar.
"Giman nih... " tanya Rama.
"Lu sih, gue jadi terbawa," keluh Dika.
"Hush jangan nyalahin orang, kita sama-sama bersalah," ucap Epan yang tak mau di salahkan.
"Tapi iya anak 2B cantik-cantik cuy," sahut Dika penasaran.
"Berdiri di sini!" pinta Bu Alfi.
"Hafalkan surah An-Naba sampai An-Nas, secara bergantian,"
Dengan kompak mereka menjalani hukuman, membaca juz 30 di depan puluhan mata memandang.
Rasa khawatir menyelimuti benaknya ketika sampai pada ayat yang mereka tidak mengingatnya.
Karena mereka terdiam, Bu Alfi menyentaknya.
"Ulangi!"
Berkali-kali suara itu terdengar.
"Hafalkan sampai hafal, hukuman ini berlaku sampai semua hafal," ucap bu Alfi mengancam mereka bertiga.
"Mau minta waktu berapa hari," tanya bu Alfi.
"Sampai hafal Bu," jawab mereka kompak.
"Oke, saya beri waktu untuk menghafalkan,"
***
Usai pulang sekolah, seperti biasa teman-teman berkumpul kembali,
Dika bergegas keluar setelah ganti baju.
"Mau kemana," tanya Ibunya
"Mainlah,"
"Makan dulu," pinta Ibunya.
"Ambilkan," sembari berlari menengok rumah Aldan.
"Mas Aldan..."
Rumahnya tampak sepi tak ada suara membalas panggilannya, terdengar jawaban dari dalam ketika Ia mencoba memanggil kembali.
"Aldan keluar tadi memakai sepatu," suara ibunya, dari kejauhan.
"Duh aku ketinggalan," bisik hatinya.
Dika berlari mengambil topi, bergegas keluar mengambil sepatu.
Tampak Rama sedang tengak-tengok mencari teman.
"Aldan dah pergi ya," tanya Rama,"
"Udah kata ibunya," jawab Dika.
Mengetahui anaknya sedang buru-buru Anis menyodorkan sepiring nasi berisi sayur dan memaksanya untuk makan dulu.
Rama berdiri menunggu Dika yang sedang makan di dekat pintu.
Tampak Epan dari kejauhan menggunakan sepeda maticnya menghampiri.
"Yuh! cepetan koh," pinta Epan.
"Ntar nungguin Dika," sahut Rama.
Epan membalikkan motornya, Rama menghempaskan b*k*ngnya membonceng Epan, dengan cepat Dika meninggalkan piring. Bergegas Ia menaikan badannya ke atas mesin dengan kaki terlantang, kedua tangannya memegang pundak Rama.
Epan segera menarik gasnya, sejurus kemudian mereka meluncur.
***
Sampai di lapangan semua sudah menunggunya, tampak ramai penonton menyaksikan pertandingan antar desa itu.
Banyaknya wajah-wajah baru merekapun berkenalan dan saling tegur sapa.
Epan galfok ketika matanya melihat Nella dari kejauhan, wajahnya berubah ketika cewek itu melemparkan senyuman.
"Heh ... tengok cewek-cewek di sana bro," pinta Epan sembari menunjuk ke arah pojok lapangan.
"Hiz... cewek guys,"
Sekumpulan cewek itu senyam-senyum dan saling meledek satu sama lain. Tampak malu-malu kucing ketika cowok-cowok ganteng mengarahkan pandangannya ke sana.
Terlihat cewek di tengah berani memberikan sun jauh untuk Epan, yang di iringi dengan sorak jeritan khas cewek-cewek masa kini yang sedikit lebih agresif.
Jantung Epan gemetar seketika mendapatkan senyuman dari pujaan hatinya.
"Hizz..., Pan ... Epan," gumam Aldan
yang sedikit ja'im.
Pertandingan semakin seru ketika penontonnya adalah cewek-cewek cantik yang sorak ramai dan heboh.
"Malam Minggu depan, kita kumpul,"
jawab Agung.
"Bentar aku tanya Aldan dan teman-temannya"
Suara itu terdengar oleh Aldan dan timnya
yang sedang bersiap untuk pulang usai pertandingan.
"Kemana malam Minggu," tanya Aldan
"Ada m*f*a salawat," jawab Agung.
"Ikut ikut ikut kapan..., di mana,?" Agung di serang pertanyaan.
"Malam Minggu,"
"Siip, kita ketemu di sana."
Meski pertandingannya mengalami kekalahan namun tak mengurangi rasa _happy_ yang mereka rasakan, ada keseruan saat bermain dengan kompak.
Mereka selalu bersama, sekolah, bermain, dan ngaji.
Walau ada yang berbeda sekolah karena ada yang sudah SMA, namun ketika SD mereka bersama. Ber*ntem, bercanda mewarnai hidupnya.
Bersambung

0 Comments: