
Cerbung
Ketika Hidayah Menyapa Part 13 (Berkelahi)
Oleh: Muflihah S. Leha
Pagi yang cerah, angin sepoi-sepoi mengayunkan pepohonan, daun-daun kering berserakan, Aldan keluar menenteng satu cangkir kopi panas.
Duduk bersantai di teras adalah kebiasaannya selepas bangun tidur.
Ia merasakan kebosanan, kalau libur terlalu panjang. Ia
Mulai merindukan sekolah bertatap muka dengan teman-teman.
"Kapan ya masuk sekolah,"
Tatapannya kosong menatap langit, bola matanya tertuju dengan keindahan awan yang membentuk lukisan alam, matahari bersinar dengan sempurna, cahayanya menembus ke semua celah, badan Aldan terasa hangat terkena pancaran sinarnya.
Seruputan kopi melambungkan angannya.
"Ahh, mantapnya... kopi ini,"
Datang adiknya lewat.
"Mau kemana Kamu?," tanya Aldan.
"Jajanlah...," jawabnya.
"Pagi-pagi sudah majeg, beliin rokok ya," pinta Aldan tanpa menoleh.
Adiknya berlalu.
Diteguknya kopi yang tersisa.
Ibunya keluar membawa sapu lidi, membersihkan daun-daun yang berserakan.
Ia menyapu dengan bersih.
Tatapan Aldan berpindah ke arah sapu yang diayunkan Ibunya. Matanya tak berkedip mengamati setiap gerakan lidi yang menyatu dalam ikatan, dengan kompak lidi itu membawa dedaunan.
Dika yang sedang merasakan kejenuhan keluar mencari udara segar, melihat Aldan sedang duduk di teras. Ia segera menghampiri, dengan melipat wajahnya Dika mendaratkan badannya di depan Aldan yang sedang menatap sapu.
Seketika memutus pandangannya.
"Jian aku lagi liatin sapu malah ketutup badan Lu," cetus Aldan.
"Liatin sapu," jawab Dika keheranan.
"Hallah ... sapu aja diliatin," ejek Dika.
"Eh, gimana dengan Melly," tanya Dika tiba-tiba.
"Ah lagi gak ngurusin, gak punya paketan,"
"Hehe sama dong"
"Napa... ya kok bete kayak gini, _nothing to do_ main hape bosen," keluh Dika.
"Kerja bakti aja yuk," ajak Aldan.
"Hah... kerja bakti," Dika terperangah.
"Aha, aku tahu, yuk kita kerumah Rizal,"
Dika menemukan ide baru dan segera mengajak Aldan.
Rama menghampiri membawa kenclungnya.
Ayunan kakinya lunglai, seolah bingung memikirkan sesuatu.
"Ngapain Lu Ram, wajahnya cemberut gitu," tanya Dika.
"Hallah... kayak wajah kamu tadi gak gitu," cetus Aldan sembari menyoyorkan kepala Dika dengan candaan.
Dika terkekeh.
Rama membalas dengan nyanyian diiringi gitar mini.
"Aku bosan, aku bosan,"
Seketika suasana menjadi hangat.
Epan datang dengan motor matic-nya, suara hebohnya menghangatkan suasana masih jauh sudah berteriak.
"Woi, jangan ngumpul woi,"
"Lu tuh yang jangan ngumpul, Lu kan dari negeri seberang," cetus Dika spontan.
"Seberang jalan maksud Lu," sahut Aldan.
"Iya beneran tadi ada razia, kalau ada warga yang masih kumpul-kumpul, akan di laporkan," sahut Epan meyakinkan.
"Dilaporkan kemana, kita setiap hari ngumpul,"
"Corona itu di Jakarta, di sini adanya Carina,"
"Carina siapa,"
Epan balik bertanya.
"Carina Kapor," sahut ibu Aldan yang sedang mencuci tangan.
"Siapa Carina kapur Ma," tanya Aldan.
"Kalian mana ngerti artis Holywood itu,"
"Hish Mama gaul, kenal sama artis Holywood," ledek Aldan.
Ibunya terkekeh.
"Mama bisa bahasa India dong Ma," ledek Aldan.
"Meneketehe," jawab Ibunya disambut dengan tertawa penuh riang.
"Yuk katanya ke rumah Rizal," ajak Aldan.
"Ayuk" Dika menyambutnya.
Hanya hitungan menit mereka sampai kerumah Rizal.
"Zal...," teriak Epan.
"Rizal di kebun sedang mencabut rumput," terdengar suara ayahnya menjawab.
Bergegas mereka menuju karangan.
"Mau kemana, sini mbantuin aku aja, tuh bersihin rumput-rumput liar," ucap Rizal yang sedang dicariin.
"Alamak," sahut Epan.
"Kita lagi bete kesini tambah bete,"
"Bikin video aja yuk, kita unggah ke YouTube,"
"Ide bagus, saya panggil teman-teman dulu," sahut Epan sembari mengundang teman-teman yang lain.
Satu per satu berdatangan, suara senyap di tengah kebun menjadi rame kegaduhan.
"Gimana ini ceritanya,"
"Gimana ya, gak ada perencanaan biasanya bagus, bikin ide dadakan,"
"Komunitas ngapak kan banyak"
"Lah iya tapi konsepnya gimana..."
"Yaudah kita berantem saja yuk,"
Kamera siap ya.
Aldan dipasangkan dengan Epan, Dika dengan Rama.
"Nanti kalau sedang berantem, Rizal yang sedang mencabuti rumput menghampiri dan meleraikan,"
"Ya setuju,"
Belum disuruh berantem, Rama melemparkan sarungnya ke muka Dika, dengan candaan, matanya kesakitan terkena sabetan sarung seketika mata merah berair.
Dengan spontan Dika meninju Rama karena tersulut emosi, tonjokan itu mengenai perutnya, Rama mengaduh kesakitan, dengan garang Rama membalas tendangannya, perut Dika terkena amukan.
Tangan dan kaki mereka spontan membalas satu sama lain.
Semua teman berusaha meleraikan, namun emosinya tak bisa diredam.
"Heh sudah jangan berkelahi,"
Aldan menghampiri Dika dan terkena pukulan yang membuat Aldan kesakitan.
Epan berusaha meleraikan, namun tinjuan Rama mengenai badannya.
"Loh, loh, loh apaan ini, hai belum dimulai," teriak Rizal.
"Hai kamera belum on,"
Dika bergegas meninggalkan tempat itu dengan menyeka air matanya.
Muka merah, tangan mengepal.
Setengah berlari menuju ke rumah.
Sesampai di rumah ia membanting pintu dan melemparkan badannya di ranjang.
Aldan pulang dengan wajah lesu.
"Ngapain kamu cemberut, tadi kumpul sama teman rame ketawa-ketawa," tanya Ibunya.
"Malas, Dika sama Rama berantem," sahut Aldan.
"Berantem..., anu kepriwe," tanya Ibunya penasaran.
"Rencana mau bikin YouTube lagi, cerita ngapak, baru di mulai dah berantakan,"
"Dika sama Rama berantem dari kecil, tapi tetap selalu bersama, lah... Sekarang dah pada gede masih berantem juga?"
"Tahu tuh,"
"Lah..., paling besok main lagi,"
Tampak Rama berjalan menuju rumahnya dengan kemarahan yang masih tersulut, temannya hanya mengikuti dari belakang.
Ibunya yang sedang belanja di warung tersentak mendengar pengaduan Epan tentang kelakuan anaknya.
"Hah Rama berantem, dengan Dika,"
Ibunya bergegas pulang, memastikan keadaan Dika.
"Kamu habis berantem? apa belum puas berantem dari kecil, sekarang masih berlanjut...,"
"Rama dulu yang memulai," teriak Dika membela diri.
"Dah minta maaf sana," pinta Ibunya.
"Gak siapa yang salah,"
Ibunya memanggil Rama untuk meminta maaf,
Mereka gengsi untuk saling memaafkan, butuh waktu untuk melupakannya.
Bersambung
Baca juga:

0 Comments: