
Cerbung
Ketika Hidayah Menyapa Part 10 (Mencari Dika)
Oleh: Muflihah S Leha
Hari mulai gelap, warna langit putih merata, angin malam semakin kencang.
Dika mendongakkan kepalanya menatap awan hitam yang menggulung, kilat putih tampak seolah membelah langit diiringi gemuruh petir dari kejauhan.
"Sebentar lagi mau hujan," ucap Dika.
"Kita ada di mana bro, mau kemana kita selanjutnya," sahut Sahal.
"Entahlah," seolah merasa tenang-tenang saja, tiada kecemasan dengan suasana ataupun cuaca, Dika mengamati sekeliling mencari petunjuk selanjutnya, tampak lalu-lalang manusia berlarian, jalan raya terlihat ramai lancar.
Matanya menyapu tempat yang tak pernah ia kenali, kepalanya bolak-balik mencari spanduk atau banner untuk dibaca.
Dika melotot ketika membaca sebuah tulisan Slawi.
"Kita ada di Slawi bro," ucap Dika.
"Slawi, tujuan kita kan ke Tegal, kita keblabas," jawab Sahal.
"Yaudah kita naik lagi arah Tegal, mobil barang semakin malam semakin banyak," cetus Dika dengan enteng.
"Tapi gimana dengan kakimu yang terkilir?" tanya Dika.
"Dah mendingan," sahut Sahal sambil memijit kakinya.
Kembali mereka menuju lampu merah.
Hanya beberapa menit, semua kendaraan berhenti.
"Yuk naik truk itu," ucap Sahal sambil menunjuk ke arah mobil besar berisi muatan.
Di saat sedang bersiap untuk naik, tampak beberapa remaja turun dari truk bersamaan.
Tangan Dika terhenti memegang bodi truk, kakinya seketika diturunkan saat menatap Faliq sedang turun di depannya.
"Woih lu Dik," sapa Falik keheranan.
"Heh kamu Fal," ucap Dika yang tak kalah herannya.
"Ngapain Lu di sini Dik," tanya Falik bergumam.
Faliq adalah teman Dika waktu SD, sejak perpisahan kelas 6, tak pernah lagi bertemu dengannya, karena faliq kembali pulang ke orang tuanya. Waktu SD tinggal di kampung sama neneknya.
Seolah tak percaya mereka di pertemukan di sini.
"Aku mau ke Tegal," jawab Dika.
Bertemu sahabat lama, teman suka dan duka saat sekolah, seolah seperti mimpi.
"Mampir yuh kerumahku," ajak Falik.
Lampu kembali hijau, mobil pun laju bergantian.
Mereka menepi ke pinggir jalan.
"Rumahmu di mana," tanya Dika.
"Tuh di gang seberang jalan sana," sambil menunjuk kearah yang tak jauh.
Dika menyambut dengan kegirangan.
Mereka berjalan menuju rumah Faliq dengan setengah berlari.
Rintik-rintik hujan mulai turun.
Dengan penuh penasaran Dika bertanya.
"Kamu kok naik-naik truk dari mana,"
"Hehe aku sudah terbiasa naik truk, tadi dari Banjar cuma duduk-duduk aja sebentar mencari keasyikan" jawab Faliq.
"Kamu juga sampai ke sini, apa sudah sering," Faliq tanya kembali.
"Sumpah ini baru pertama kalinya saya jalan-jalan jauh tanpa mengeluarkan uang, ternyata asyik," ungkap Dika.
"Memang asyik," pungkas Falik.
"Aku sudah terbiasa,"
Tak butuh waktu lama mereka sampai di rumah Faliq.
Rumah yang sepi dan bersih, berbeda dengan Dika yang tak pernah sepi rumahnya, suara riuh adik-adiknya selalu terdengar saat bersama. Faliq langsung di sambut orang tuanya, usai makan malam ibunya menyuruhnya beristirahat dan mereka tertidur.
***
Hujan mengguyur semalaman, rasa penat tak bisa ditahan, di atas sajadah Anis tertidur. Suara petir membangunkan kantuknya, seketika matanya terbelalak saat menyadari Dika belum juga kembali.
Azan Subuh berkumandang, bergegas ia ke masjid tak henti-hentinya ia berdoa.
Ayam berkokok bersahutan, usai jamaah ia kembali kerumah dengan sejuta pertanyaan.
Hampir semalaman ia tidak tidur memikirkan anak sulungnya.
Usai memasak dan merampungkan pekerjaan dapurnya, kembali mondar-mandir menengok ke depan, berharap ada kabar Dika.
Pagi menjelang siang, kegundahan hatinya semakin tak tertahan, kegelisahan semakin menghujam.
Anis bergegas kerumah Aldan, namun Aldan pun tidak ada di rumah.
Pada siapa ia adukan kegundahan hatinya.
"Aldan lagi kemana sih," bisik hatinya sembari keluar melangkah mencari arah, di mana ada informasi.
Tampak Aldan dan pasukannya seperti kesebelasan sepak bola sedang berjalan mendekatinya.
Serasa kumpul hanya kurang satu, Dika yang tak ada di sana.
"Kamu dari mana Al,"
"Kami semua mau mencari Dika Lik," ucap Aldan.
"Iya," sambut Anis kegirangan
"Yaudah hati-hati ya,"
Aldan mengambil topi dan pamit kepada orang tuanya, beberapa menit kemudian mereka pergi.
Sampai di jalan raya mereka bersiap-siap menyetop mobil yang datang.
"Woi truk kosong," teriak Epan.
Farih dan Aldan berlari berdiri di depan, seketika truk berhenti karena mereka menghadang.
Dengan cepat semua naik bergelantungan ke atas truk.
Truk melaju dengan kencang, mereka duduk di pinggir-pinggir mengamati pemandangan, mata terbuka dengan tajam melihat setiap kendaraan yang lewat.
Lampu merah matanya menyisir sekeliling, ada remaja yang sama posisinya sedang berdiri dan duduk di atas truk.
Namun mereka tak ada yang mengenalinya.
"Ada gak wajah Dika," tanya Aldan.
"Gak ada," sahut Rama.
"Yau dah lanjut, bersiap ya jangan sampai kelewat," pinta Aldan.
Lampu berganti hijau truk melaju perlahan.
Saat menaikan gasnya, Aldan melihat Dika di atas truk dari arah yang berlawanan.
Senyum Dika mengembang.
"Dika..." teriak Aldan.
"Woi, pada mau kemana," Dika bergumam melihat semua temannya di atas truk.
"Dika..., semua teman berteriak memanggilnya, truk semakin jauh, semua berteriak heboh.
Dika bersiap-siap turun, mencari truk yang berlainan arah, setiba di lampu merah Dika turun dengan bergegas segera anjlok diikuti dengan Sahal.
Dengan cepat Dika naik truk di depannya mengejar Aldan.
Lampu hijau kembali truk melaju dengan cepat, mata Dika melotot memandangi setiap truk yang lewat.
Hatinya penasaran melihat teman-temannya berada di atas truk.
Sampai di lampu merah, Dika masih duduk manis mengamati panorama alam.
Truk kembali melaju perlahan, tak butuh waktu lama sampai di perempatan lampu merah. Dika tersenyum ketika melihat Aldan dan temannya sedang bersiap-siap mencari truk kosong.
Dika melompat seketika dan menepi mendekati Aldan.
"Woi pada mau kemana," tanya Dika.
"Mau kemana, nyariin kamu koh" cetus Epan sembari tersenyum.
"Kamu dari mana sih," tanya Rama.
"Mau ke Tegal eh... gak nemuin lampu merah, jadi kebablas" jawab Dika sembari terkekeh.
"Kamu tidur di mana?" tanya Rama.
"Tidur di rumah Faliq,"
"Faliq, teman kita," tanya Epan tak percaya.
"Iya,"
Mendengar pengakuan Dika dan merasakan naik truk Aldan ketagihan.
"Asyike yuh, kesana lagi," ajak Aldan.
"Gak ah, capek," jawab Dika.
"Yuk kedepan lagi sebentar, aku masih kurang puas, asyik koh yakin beneran," dengan kompak mereka menyambut ajakan Aldan.
"Yuk ke lampu merah,"
Dengan senang hati Dika pun ikut bersama mereka, naik truk sampai di lampu merah berikutnya.
Mereka turun di saat truk berhenti di perempatan besar. Sesampai di sana mereka menepi sejenak, duduk-duduk di depan toko.
Banyaknya anak remaja yang bergerumbul, ada yang di lapangan, di tepi jalan, juga yang sedang bergelantungan di truk yang sedang berjalan. Aldan cengar-cengir menyaksikan pemandangan itu.
"Asyik yakin, ternyata banyak banget teman-teman yang sama ya," gumam Aldan.
"Gue baru tahu,"
"Bikin ketagihan ini," ucap Aldan berbisik.
Mentari mulai menyingsing.
"Sudah sore yuk kita pulang," ajak Aldan.
"Yuk," sambut Epan.
Secara bersamaan mereka mengangkat badan dari tempat duduknya.
Mereka berlari ke tengah jalan saat lampu berwarna merah, dengan cepat mereka berlari hanya hitungan detik semua sudah duduk di badan truk.
Tibalah di lampu merah tujuan, semua turun dan melanjutkan dengan berjalan kaki.
"Kita sudah sampai tapi masih lumayan jauh, naik apa kita ke rumah," tanya Aldan.
"Jalan kaki"
"Jauh ndul," cetus Aldan.
Dengan lemas mereka melangkahkan kaki, saat sedang berjalan ada mobil kosong yang menyalakan riting.
"Ada pickup, coba boleh gak kita ikut."
Aldan melambaikan tangan.
"Pak boleh ikut manjat,"
Sopir menganggukkan kepalanya hanya memberikan isyarat.
"Boleh uy,"
Semua naik dengan suka ria.
Mobil bak melaju dengan cepat.
Sampai di tempat mereka nongkrong-nongkrong
Mereka berteriak.
"Pak, berhenti Pak di sini,"
Seketika mobil berhenti.
Semua turun dan bersama-sama mengucapkan terimakasih
"Matur nuwun Pak,"
Pak supir melemparkan senyuman dan menganggukkan kepala, sembari menarik gasnya.
Aldan berjalan menyusuri gang.
Semua keluarga sedang cemas menunggunya.
Satu per satu mereka berpisah pulang ke rumah masing-masing.
Aldan dan Dika berjalan bersama.
Melihat semua orang sedang berdiri menyambutnya Dika bergegas masuk ke rumah tanpa suara.
Hanya melemparkan senyum terpaksa.
Ibunya tersenyum lega tanpa berani bertanya, semuanya terdiam.
"Ketemu di mana Al," tanya ibunya Aldan.
"Di atas truk," jawab Aldan.
Semua bergumam hanya mengelus dada dan menggelengkan kepalanya.
Dengan mendenguskan nafas disertai istighfar Anis masuk ke dalam.
Bersambung
Baca juga:

0 Comments: