
OPINI
Jeritan Peternak Ayam di Tengah Monopoli Bisnis Ayam
Oleh: Yuchyil Firdausi
Saat ini para peternak ayam mandiri dan UMKM sedang mengalami kesulitan. Di tengah kenaikan harga-harga bahan pokok, harga jual ayam justru rendah dan merosot tajam di pasaran. Hal ini justru membuat rugi para peternak sebab harga yang rendah ini tidak sebanding dengan modal produksi yang tinggi. Bahkan, disampaikan oleh Ketua KPUN Alvino Antonio harga ayam broiler sempat menyentuh angka Rp15.000 per kilogram sedangkan harga pokok produksi melebihi Rp 20.000 per kilogram (economy.okezone.com, 16/10/2022).
Ditengarai harga yang merosot tajam ini karena adanya penguasaan dari perusahaan integrator terhadap peternak ayam mandiri. Alvino mencontohkan, harga bibit ayam untuk menghasilkan satu ekor anak ayam umumnya adalah Rp 5.500, namun perusahaan integrator menjual bibit ayam ke peternak mandiri dengan harga Rp 6.000- Rp 7.000 (bbc.com, 15/10/2022). Lebih lanjut, Alvino menjelaskan untuk pakan pun perusahaan integrator mengambil untung minimal 13%. Jika harga pakannya saja Rp 8.000 ditambah dengan harga bibit sudah mencapai harga Rp 13.500, bukankan para peternak ayam akan merugi jika perusahaan integrator pun menjual produk ayam mereka juga seharga Rp13.500 di pasaran (bbc.com, 15/10/2022).
Perusahaan integrator ini telah menguasai industri ayam di Indonesia dari hulu hingga ke hilir, baik dalam urusan memasok bibit ayam, pakan, obat-obatan, hingga menjual ayam hasil budi daya mereka sendiri. Selain menjadi pemasok, perusahaan integrator juga menjadi pesaing bagi peternak mandiri. Tentu saja ini akan menyebabkan usaha kecil dan menengah kalah saing. Secara tidak langsung, perusahaan integrator dapat mendikte harga di pasaran, yang tentu saja para peternak kecil dan menengah akan kalah dan tidak bisa berkembang sebab perusahaan-perusahaan integrator ini memiliki stok dalam jumlah lebih besar.
Keberadaan perusahaan integrator di Indonesia pun tidak lepas dari fasilitas dan perijinan yang diberikan oleh negara. Dikutip dari BBC Indonesia, seorang peternak ayam mandiri Parjuni mengatakan “Mereka (perusahaan integrator) diberi tempat, diberi pasar di Indonesia. Belum lagi difasilitasi dengan diberi hak untuk memelihara indukan atau GPS (Grand Parent Stock), parent stock. Harusnya kan hasil bibit ayam diberikan ke rakyat, tapi dia kuasai sendiri, dipelihara sendiri. Akhirnya pasarnya ayam yang dipanen rakyat tadi benturan. Ujung-ujungnya peternak kalah karena modalnya kecil.”
Fakta adanya perusahaan peternak raksasa atau perusahaan integrator menjadi pemicu munculnya masalah di bidang peternakan. Sebab selain menjadi produsen ayam mereka juga menjadi produsen pakan ternak. Dapat dipastikan peternak ayam skala kecil pasti kalah saing dengan korporat multinasional yang bermodal besar. Ditambah lagi dengan kemudahan regulasi oleh negara kepada perusahaan besar seperti ini memuluskan jalannya untuk mendikte harga di pasaran. Padahal mahalnya harga pakan ternak yang diproduksi oleh korporasi sehingga menyebabkan merugi adalah pemicu utama turunnya harga ayam.
Inilah praktik zalim yang disebut monopoli dalam perekonomian kapitalis. Monopoli hanya akan menjatuhkan bisnis rakyat kecil namun menguntungkan bisnis para korporasi. Dalam kapitalisme, monopoli dianggap sah dan wajar bahkan didukung oleh negara. Beginilah realita hukum dalam sistem politik demokrasi yang lebih berpihak kepada kapitalis raksasa daripada kesejahteraan rakyat. Rakyat pun hanya bisa diam atas berbagai kezaliman demi kezaliman yang dilakukan oleh negara dan korporasi. Hukum-hukum yang lahir dari sistem politik demokrasi berasal dari akal manusia yang lemah yang dapat dipastikan akan menghasilkan kemudaratan. Lebih dari itu, hukum tersebut tidak akan memperhatikan halal-haram yang dituntun oleh syariat Islam.
Hal ini tentu berbeda dengan sistem Islam. Dalam pandangan Islam, monopoli adalah keharaman. Penerapan sistem islam akan mampu melindungi peternak bermodal kecil.
Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa menimbun barang yang dibutuhkan orang muslim dengan niat membuatnya mahal (paceklik), maka dia orang yang bersalah (pendosa).” (HR.Ahmad)
Imam Al-Syaukany berkata, “Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya semua hadis dalam bab ini secara global membangkitkan arah dalil akan ketidakbolehan praktik monopoli.”
Imam Khatib Al-Syirbiny dalam Mughny al-Muhtaj Juz 2 halaman 38 menjelaskan, “Haram melakukan monopoli karena niat menyulitkan orang banyak.”
Dalam sistem Islam jika terjadi penimbunan untuk memonopoli suatu barang, maka pedagang yang menimbun akan ditindak tegas dengan diberi sanksi oleh negara. Negara juga akan memaksa penimbun untuk menjualnya dengan harga normal pada saat itu. Selain itu, negara akan melakukan pencegahan agar tidak terjadi praktik monopoli maupun oligopoli. Pengawasan di pasar-pasar, gudang-gudang, termasuk di pelabuhan akan diperketat. Hal ini dimaksudkan untuk mendeteksi adanya penimbunan untuk mempermainkan harga. Dominasi asing dalam perekenomian pun harus dicegah. Asing boleh berdagang namun tidak boleh mendominasi perdagangan. Negara akan mendorong para pengusaha dan peternak lokal untuk tumbuh dan berkembang dengan bantuan modal, skill, serta harga pakan yang wajar. Negara juga akan melakukan integrasi horizontal antar pelaku bisnis peternakan dalam negeri, sehingga antar peternak ini dapat bersaing secara sehat. Demikian akan terwujud kesejahteraan bersama. Rakyat pun sejahtera sebab bisa menikmati makanan yang bergizi dengan harga yang wajar dan juga tidak mencekik, namun tanpa merugikan para peternak juga.
Semua ini dalam pandangan Islam adalah tanggungjawab negara untuk menjamin kesejahteraan rakyat baik di tingkat petani, pedagang, hingga konsumen. Semua berlandaskan dari sabda Rasulullah SAW : “Imam adalah pengurus dan ia bertanggungjawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR. Muslim dan Ahmad). Negara berpijak pada politik pangan islam dalam menjamin kebutuhan pangan masyarakat yaitu mekanisme pengurusan hajat pangan seluruh individu rakyat. Demikianlah jika urusan pangan dikelola oleh negara yang menggunakan sistem Islam, maka ketahanan dan kedaulatan pangan bagi tiap individu rakyat akan terwujud. Kesejahteraan peternak juga akan meningkat sebab negara hadir untuk menjadi pelindung dan penjamin untuk mengendalikan faktor-faktor produksi ternak dan menjamin distribusi produk hasil peternakan. Wallahua’lam
Baca juga:

0 Comments: