Headlines
Loading...

Oleh. Mak Ayu

Ya Allah aku hanya seorang hamba yang lemah dan tak berdaya. Agamaku Islam sejak lahir, karena agamaku telah dipilihkan oleh orangtuaku begitu menghirup udara dan nafas kehidupan dunia. Sungguh aku mengenalmu hanya sepotong-sepotong sehingga hidup berasa kosong tanpa ruh dan tak takut akan dosa.

Bertahun-tahun entah bagaimana kualitas ibadahku, menyesalinya? Jelas! Jika Engkau tidak sayang padaku entah apa jadinya diriku di tengah rimba kehidupan yang serba rusak dan sulit ini. Perlahan aku mengikuti suara hati yang gundah, mulai menggenapi salat lima waktu, mulai merasa berdosa jika tidak berpuasa pengganti saat ketika Ramadan. Namun aku hanya mengikuti katanya katanya, sama sekali tak tersentuh pemahaman Islam kecuali hanya pelajaran di sekolah. 

Jika ingat itu, sujudku beruraian air mata dalam waktu yang lama. Hingga lewat pengajian-pengajian aku baru kenal agamaku. Ternyata Islam punya aturan, Islam punya tuntunan, Islam punya teladan terbaik untuk menjalankan kehidupan agar bisa berjalan dalam perintah-Mu dan terhindar dari api neraka yang membuatku ketakutan.

Ya ... aku mulai mengerti akan keberadaan Nabi Muhammad sebagai Rasul yang wajib dicintai, dihormati, dijunjung tinggi. Tempat kedua untuk mencurahkan cinta setelah-Mu. Bagaimana caranya? Yaitu dengan menjadikan Sang Nabi sebagai suri teladan dalam menjalani kehidupan. 

Bismillah. Aku meminta izin-Mu ya Allah untuk mencurahkan rasa cintaku pada utusan-Mu ini, Nabi Muhammad saw.

Ya Rasul ... aku mengenalmu mungkin sangat terlambat, namun aku juga tidak mau tertinggal agar bisa mendapat syafaatmu. Aku kan berusaha berlari sekuat tenaga yang kumampu agar bisa memberikan cintaku padamu dengan cara mengikutimu, menjadikanmu suri teladan dalam perjalanan hidupku. Apalagi jika aku menoleh ke belakang. Ya Rasul ... aku selalu tidak bisa menahan derai air mata. 

Ya Rasul, tanpa suri teladanmu mungkin aku sudah tertelan zaman yang penuh kemaksiatan ini. 

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا
Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu. [QS. Al Ahzab : 21]

Karena begitu sulit memilah mana yang boleh mana yang tidak, mana yang benar mana yang salah. Di antara dua hal itu batasnya terlalu tipis, sehingga jika tidak mengikutimu, mungkin aku bisa terperosok ke dalam jurang kenistaan dan bermaksiat pada Allah tanpa menyadarinya.

Ya Rasul, teladan-teladan yang engkau sampaikan dan amalkan, telah banyak menyelamatkanku dari petaka dunia yang bisa membawa ke dalam petaka kekal yaitu siksa nerakanya Allah.

Kenapa begitu? Ini cerita yang membuatkanku tak lagi berpaling darimu. 

Saat aku baru belajar Islam lebih mendalam, mengikuti kajian-kajian ilmu. Aku diam-diam telah mengagumi seseorang yang berjalan di atas syariat. Dialah yang mengajakku dalam jalan Islam yang lurus, sosoknya begitu indah, lembut, dan santun dalam syariat-Nya, hingga tiap katanya merasuk dalam jiwaku. Alhamdulillah aku punya sosok idola yang taat dalam syariat. Sosok yang kujadikan panutan karena kesalihahannya. 

Aku pernah bertanya padanya tentang pakaiannya, terutama kaos kaki yang dipakainya kapanpun saat berada di luar rumah. 

“Kenapa berkebun masih pakai kaos kaki ukhti? Kan, kotor.” 

“Gak apa apa, ini perintah Allah untuk menutup aurat! Dan yang boleh tampak hanya muka dan telapak tangan. Kotor ya dicuci ... toh di dunia masih bisa mencuci, daripada nanti dihisab Allah, rugilah!.” 

Jawabannya membuat aku terpana dan takjub. Masih ada orang yang betul-betul menjaga auratnya. Pipiku tiba-tiba panas, merasa tersindir. Jleb – jleb - jleb menusuk pikiranku. 

“Baik! Besok akan kututup auratku komplit, sambil melirik kaki telanjang dan celana panjangku.” Batin hatiku.

Sebab itulah, aku sangat sayang padanya, percaya padanya, kemanapun aku ikuti. Agar aku bisa menjadi seperti drinya, salihah.

Syahdan. Berlalunya waktu, si ukhti menikah dan mulai diterpa guncangan dalam keluarga barunya. Kekurangan ekonomi mulai mengikis ketaatannya. Dia ikut berjibaku bekerja menutup ekonomi keluarga, beriringan dengan itu, persatu pakaiannya tanggal, dari kaos kaki, kerudungnya jadi pendek, gamis mulai jadi potongan dan akhirnya berganti celana jeans dan kaos panjang modis. 

Aku terhenyak, tidak percaya, sakit hati, kecewa. Sekaligus aku limbung tak punya arah dan pegangan, karena sosok yang kujadikan panutan berubah total dari ilmu dan tsaqafah Islam. Aku terus bertanya-tanya, mengapa harus begini dan begitu. Panutanku berubah, bagaimana dengan aku? Kemana arah yang hendak kuambil? Aku terus berpikir dan berpikir dalam waktu yang lama.

Aku sudah mulai berjalan dalam milah Islam, tak mungkin aku mundur, aku terlanjur tahu Islam yang benar dan merasakan ketenangan. Namun aku juga perlu jawaban atas kejadian itu. Maha Besar Allah dengan segala firman-Nya. Aku jadi teringat oleh satu dalil,  

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا
Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu. [QS. Al Ahzab : 21]

Kusadari kesalahanku, aku masih menjadikan sosok makhluk yang kepuja sebagai panutan. Aku sadar saat momen itulah hingga saat ini, aku telah menjadikan Rasulullah saw. sebagai suri teladanku, orang yang paling pantas menerima cintaku. 

Saat itu juga aku belajar bahwa hanya padamulah seharusnya manusia mengambil suri teladan dalam hal perbuatan, bertingkah laku dan berpikir. Karena satu-satunya manusia yang bisa menunjukkan dan mengajak ke jalan menuju surga hanyalah Rasul seorang. 

Aku tetap mantap dalam pilihanku untuk berhijrah dalam Islam. Dan tetap menjaga keistikamahan. Sehingga setiap ada permasalahan yang kubuka adalah cara Islam menyelesaikannya, sesuai tuntunanmu ya Rasul, berharap dengan keterlambatanku mencintaimu, aku masih bisa peroleh sfafaatmu.

Ya Rasulullah. Itulah pelajaran yang kuambil saat belajar Islam bahwa menjadikan makhluk sebagai panutan itu bisa mengecewakan, tidak bisa dipercaya dan tidak bisa menjamin bisa selamat. Hanya padamulah tempat untuk mempercayai. Karena jalanmu memberikan ketenangan hidup.

Inilah titik balik aku begitu mencintaimu setelah saat itu, tak kan mau berpaling lagi. Itu titik balik aku begitu mempercayaimu, hanya memegang syariatmu dan begitu mencintaimu. Aku rindu padamu. Aku ingin selama hidupku menjadi bagian umatmu yang engkau beri perlindungan dari syafaatmu. 

Ya Rasulullah, separoh perjalanan hidupku banyak kemaksiatan yang telah kukerjakan tanpa kusadari karena tanpa ilmu yang kau contohkan. Namun kini kuserahkan sisa hidup ini untuk mengikuti milahmu, berharap engkau memintakan ampunan atas dosaku pada Pemilik Kehidupan, berharap engkau memberikan syafaatmu saat tidak lagi ada perlindungan kecuali syafaatmu, berharap menjadi salah satu umat terbaik, berharap kelak bisa berkumpul denganmu, dan harap-harap yang lainnya.

Berharap Syafaat Rasul

Ya Rasul ...
Rindu aku ingin bertemu, rindu dekat denganmu
[Bak gurun gersang menanti perjumpaan
Menanti titik air melepas dahaga 
Ingin kelak kau akui sebagat bagian umatan
Yang berhak atas syafaat dan perlindungan
Hingga aku layak menemanimu di Jannah
Yang Allah janjikan]

Ya Rasul ...
Sebenarnya aku malu
Atas prilaku yang lalu
Saat hidup tapi tak mengenalmu
Saat jahiliah penuh kelabu
Berjalan tanpa mengikut teladanmu
Aku merasa tak pantas meminta perlindunganmu

Kesedihan mengharu biru
Entah berapa kali kusebut namamu dalam terpuruk
Karena tanpamu aku adalah debu
Karena tanpamu aku adalah buih di laut
Kecil, ringan ... tak bearti apapun

Ya Rasul ...
Meski aku terlambat mengenalmu
Kini. Aku ingin bisa bersamamu
Meski ragamu tak lagi wujud
Keberadaanmu selalu ada dan kurindu

Cintamu selalu hidup 
Cintamu terpatri tak kenal kurun
Meski dunia seisinya hancur
Cintamu semakin utuh
Menjadi penolong tubuh yang rapuh

Ya Rasul ...
Semoga engkau rida atas upayaku
Sehingga aku layak menjadi umatmu
Dan kau panggil aku dengan penuh syahdu
Untuk menemanimu di tempat yang kurindu

Syair inilah yang mampu menggambarkan betapa aku mencintaimu dan ingin selalu berada dalam milahmu. Engkaulah panutanku.

Ngawi, 22 Oktober 2022

Baca juga:

0 Comments: