Headlines
Loading...

Oleh. Bunda Erma E (Pemerhati Generasi)

Idola atau Indonesia Layak Anak adalah salah satu ambisi besar negeri ini. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan bahwa pemenuhan hak dan perlindungan anak di tanah air perlu menjadi prioritas bersama. (republika.co.id, 16/10/2022)

Oleh karena itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak terus mengajak semua pihak untuk ikut berperan melalui sinergi dan kolaborasi bersama dalam rangka perlindungan anak Indonesia.

Bintang mengapresiasi adanya peran aktif yang melibatkan berbagai unsur dalam rangka pemenuhan hak dan perlindungan anak di tanah air,  termasuk adanya partisipasi dan Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia (APSAI) 2022.

Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia (APSAI) baru saja menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) dan Rapat Kerja Nasional (Rakenas) 2022, tepatnya pada tanggal 14-15 Oktober 2022 dengan tema “APSAI Maju Anak Indonesia Terlindungi”. Acara ini dilakukan secara hybrid dan diikuti oleh anggota APSAI pusat dan 18  APSAI daerah yang hadir dari berbagai kota/kabupaten dan provinsi di Indonesia. (republika.co.id, 16/10/2022) 

Kegiatan ini juga dihadiri oleh Menteri PPPA Bintang Puspayoga. Ia menyepakati langkah sinergis pusat daerah serta kolaborasi pemangku kepentingan untuk mendorong percepatan upaya menuju Indonesia Layak Anak (Idola) 2030. 

Sejalan dengan visi dan misi Menteri PPPA, APSAI diharapkan akan dapat terus menggugah kepedulian dan meningkatkan peran aktif perusahaan atau pelaku bisnis agar peduli terhadap pemenuhan hak anak dan mendorong terciptanya Idola 2030.

Idola menjadi ambisi besar negeri ini. Sayangnya, upaya mewujudkannya tidak disertai langkah nyata. Penghargaan KLA pun hanya formalitas. Pada faktanya, banyak kabupaten/ kota meraih penghargaan KLA, tapi kekerasan terhadap anak masih saja terjadi. Anehnya, penghargaan tidak lantas dicabut atau dibatalkan.

Makin nyata kita lihat bahwa Idola sekadar mengejar gelar, tanpa disertai aksi nyata. Hal ini menunjukkan kegagalan negara dalam memberikan perlindungan kepada anak. Problem utama di balik semua ini adalah penerapan sistem Kapitalisme-liberal. 

Sistem Kapitalisme-liberal telah menjadikan negara kehilangan fungsinya sebagai pelindung generasi. Generasi atau anak terus berada dalam ancaman kekerasan akibat angka kriminalitas yang tidak mampu ditekan oleh negara. Pemenuhan kebutuhan asasiyah (mendasar) hampir tidak bisa dinikmati generasi, karena aspek kesehatan, pendidikan dan  kesejahteraan dikapitalisasi. Ditambah lagi, sistem kehidupan yang menafikan agama (sekuler) dalam mengatur kehidupan, menjadikan keluarga terdidik dengan nilai-nilai sekuler-liberal. Alhasil, generasi sangat mudah terjatuh pada lubang kemaksiatan.

Perlindungan Anak Hanya Terwujud dalam Islam

Islam sebagai agama dan aturan yang sempurna, memiliki mekanisme berlapis dalam menjaga  keselamatan anak dan mewujudkan perlindungan  secara nyata pada anak. Dalam Islam, pemenuhan hak anak adalah mengasuh dan mendidiknya dengan akidah Islam, memberikan tempat tinggal yang layak, memerhatikan kesehatan dan gizinya, serta memberikan pendidikan terbaik. Untuk mewujudkan hal tersebut, tentu membutuhkan upaya dan rencana yang sungguh-sungguh.

Di antaranya: 
Pertama, negara berkewajiban memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya secara layak, yakni sandang, pangan dan papan. Negara menciptakan lapangan kerja bagi para ayah, agar mereka dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Sementara ibu akan menjalankan peran utamanya sebagai pendidik generasi dan tidak akan dibebani dengan ekonomi. 

Kedua, negara melaksanakan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Dengan penerapan kurikulum berbasis akidah Islam untuk mencetak generasi berkepribadian Islam mulia. Penanaman akidah Islam dari usia dini, akan membentuk akidah yang kuat dan anak akan selalu menjalankan syariat Islam serta takut melakukan kemaksiatan.

Ketiga, negara memberi akses kesehatan yang gratis dan murah. dengan sistem kesehatan gratis ataupun murah, rakyat tidak akan kesulitan mendapatkan layanan kesehatan dan mendapatkan gizi dan nutrisi terbaik bagi anak-anak mereka.

Keempat, negara akan mengatur dan mengawasi media massa dan online. Tujuannya adalah agar semua sarana itu tidak menjadi wahana penyebarluasan dan pembentukan opini umum yang dapat merusak pola fikir dan pola sikap generasi muda Islam.

Kelima, kontrol masyarakat berjalan dengan pembiasaan amar makruf nahi mungkar (dakwah). Dengan karakter dakwah ini, angka kriminalitas dan kekerasan yang kerap menimpa anak bisa diminimalisir bahkan dihilangkan dengan kontrol masyarakat disertai  sistem sanksi yang tegas.

Keenam, pendidikan keluarga berbasis Islam. Keluarga berada dalam bangunan pertama pembentukan kepribadian anak. Dengan pemahaman Islam yang benar, orang tua akan mendidik anak-anak mereka dengan benar.

Ketujuh, sistem sanksi tegas. Ketika semua lapisan pencegahan sudah dilakukan, tapi masih ada yang melakukan pelanggaran syariat, maka sistem sanksi Islam akan ditegakkan. Tujuannya, agar para pelaku jera dan tidak akan mengulangi kemaksiatannya lagi. 

Pemenuhan dan perlindungan terhadap anak adalah tanggung jawab semua lapisan masyarakat. Negara sebagai penanggung jawab utama bertugas untuk memastikan individu, keluarga, dan masyarakat mampu menjalankan kewajibannya secara sempurna. Tanggung jawab ini diwujudkan dengan penetapan kebijakan-kebijakan yang menjamin terpenuhinya hak-hak rakyat pada umumnya dan anak pada khususnya. Sistem yang terintegrasi ini hanya bisa diterapkan secara ideal dalam institusi pemerintahan Islam, yaitu Khil4f4h Islamiah. 

Wallahu a'lam.

Baca juga:

0 Comments: