
OPINI
Dalih Investasi, Kekayaan Alam Dieksploitasi
Oleh Afiyah Rasyad
Praktisi Pendidikan dan Aktivis Peduli Umat
"Bukan lautan, tapi kolam susu",
sepenggal lirik lagu ini menjadi gambaran akan kekayaan alam Indonesia, baik yang terhampar maupun terpendam. Sudah jamak diketahui bahwa negeri ini memiliki Sumber Daya Alam (SDA) berlimpah, hingga mendapat julukan "gemah ripah loh jinawi." Namun, sayang berjuta sayang, melimpahnya kekayaan tak berjalan lurus dengan jumlah rakyat yang sejahtera.
Investasi Freeport Berbuah Eksploitasi
Siapa yang tak kenal Papua? Wilayah di ujung timur negeri ini memiliki kekayaan tambang luar biasa, terutama emas. Namun, emas dan segala barang tambang lainnya dikelola oleh pihak asing, yakni PT Freeport. Keberadaan korporasi itu sudah sangat lama.
Baru-baru ini, PT Freeport Indonesia dikabarkan akan menambah investasinya di Indonesia. Jumlahnya tidaklah sedikit, mencapai USD18,6 miliar atau setara Rp282,32 triliun (kurs Rp15.179,00) hingga tahun 2041 nanti. Hal ini disampaikan oleh Chairman of the Board and CEO Freeport McMoRan, Richard C. Adkerson ketika memberikan orasi ilmiah di Institut Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Selasa (4/10).
Richard menjelaskan, PT Freeport Indonesia dalam periode 1973 hingga 2021 telah menggelontorkan dana investasi sebesar USD18 miliar. Angka tersebut akan bertambah USD18,6 miliar hingga 2041 mendatang. Nilai investasi tersebut terbagi menjadi USD15,6 miliar untuk penanaman modal dan sebesar USD3 miliar akan digunakan untuk membangun smelter di Gresik Jawa Timur. (kumparan.com, 15/10/2022)
Lagi-lagi, kekayaan alam di ranah Papua berada dalam genggaman PT Freeport hingga 2041 nanti. Bukan tidak mungkin, jelang hingga setelah 2041 juga akan diperpanjang. Meskipun PT Freeport kembali menjanjikan keuntungan yang semakin besar untuk Indonesia melalui penambahan investasi, pada faktanya, kondisi rakyat Papua masih dominan berada di bawah garis kemiskinan. Janji yang diumbar seakan hanya untuk menarik hati punggawa. Sementara keuntungan yang dibagi dengan negeri ini sangat tidak sebanding dengan keuntungan yang mereka keruk selama puluhan tahun.
Konsep sistem ekonomi dalam kacamata Kapitalisme adalah perluasan bernama investasi yang dilakukan oleh korporasi asing milik negara-negara barat. Tujuannya adalah untuk menjajah ekonomi negara berkembang. Penjajahan barat di negeri ini tidak bersifat fisik, tetapi bersifat non fisik melalui berbagai kebijakan yang justru membawa kesengsaraan bagi rakyat Indonesia. Sebab, investasi yang diberikan menuntut konsekuensi adanya penjarahan (eksploitasi) sumber daya alam dan penimbunan (monopoli) perdagangan.
Walhasil, para korporasi mendapatkan keuntungan yang sangat besar, bahkan keuntungan itu berlanjut hingga masa depan. Sementara masa depan (rakyat) negeri ini, masih cukup jauh dari kata sejahtera bahkan dari kelayakan hidup. Pengelolaan SDA oleh korporasi asing yang notabene korporasi milik penjajah barat hanya akan menguatkan penjajahan ekonomi. Pemilik SDA yang sesungguhnya hanya akan diberikan sebagian kecil dari keuntungan yang diperoleh. Jika nominalnya digunakan untuk membayar utang negara, lebih-lebih untuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya pun takkan mencukupi.
Sistem Ekonomi Islam Menyejahterakan Rakyat
Berbeda dengan konsep Kapitalisme, Islam melarang penyerahan SDA kepada individu dan korporasi, baik swasta maupun asing. Islam melarang monopoli atau penimbunan (ihtikar) yang akan menyulitkan hidup rakyat. Islam akan memanfaatkan sumber daya alam negeri untuk kepentingan rakyat dengan harga murah, bahkan gratis. Islam memosisikan SDA sebagai harta kepemilikan umum. Negaralah yang wajib mengelolanya dengan tepat, sesuai hukum syara'. Hasil keuntungan pengelolaannya harus didistribusikan kepada seluruh rakyat tanpa terkecuali.
SDA dalam Islam merupakan kekayaan milik umum. Artinya, pemanfaatannya memang untuk kepentingan dan kebutuhan publik. Bisa berupa sarana prasarana transportasi, fasilitas kesehatan, pendidikan, maupun keamanan. Pun dengan kebutuhan pokok individu, maka negara akan mencari dan memotivasi laki-laki yang bertanggung jawab atas nafkah. Jika tak ada modal, negara akan memberikannya modal. Jika tidak ada sama sekali penanggung jawab nafkah dalam sebuah keluarga, negara-lah yang akan menanggungnya.
Orientasi negara dalam pengelolaan SDA bukanlah untung rugi, tetapi sebagai bentuk 'ri'ayah su'unil ummah' (aktivitas memelihara urusan umat). Artinya, negara hadir sebagai pelayan. Sebab, tugas pemimpin negara adalah pelayan umat sekaligus 'junnah' (perisai) dan penanggung jawab urusan rakyat. Potret pemimpin yang menerapkan Islam tampak jelas di masa kegemilangan Islam, di bawah naungan Khil4f4h Islam.
Rasulullah saw pernah menarik kembali tambang garam yang diserahkan pada sahabatnya, setelah beliau tahu bahwa tambang itu mengalir terus. Umar bin Khattab pernah mengambil unta Abdullah bin Umar, lantaran untanya digembalakan bersama unta Baitulmal. Abdullah hanya disuruh untuk mengambil harga awal pembelian, sementara selebihnya dikembalikan kepada Baitulmal. Khalifah Umar sangat berhati-hati dalam menggunakan lampu penerangan milik negara. Ketika putranya berkunjung sebagai anak, maka lampu itu dimatikan karena bukan haknya.
Masih banyak contoh kebaikan lain dalam hal pemanfaatan dan pengelolaan harta milik umum dalam naungan khil4f4h Islam. Oleh sebab itu, penguasa dan kaum muslimin sudah seharusnya menerapkan Islam dalam institusi negara.
_Wallahu a'lam_.
Baca juga:

0 Comments: