
Oleh Maret Atik
Sudah menjadi hal biasa di beberapa wilayah di Indonesia, ketika hujan turun cukup lebat, banjir menjadi peristiwa yang tak terelakkan. Seperti yang terjadi di musim hujan kali ini. Berbagai wilayah mengalami banjir, termasuk ibu kota Jakarta. Ibukota negara ini sudah lama berlangganan banjir.
Kali ini, banjir terjadi di Jakarta, tepatnya di Pondok Labu dan memakan korban jiwa. Tiga siswa MTs Negeri 19 di Pondok Labu, Jakarta tewas setelah tertimpa tembok sekolah yang ambruk akibat diterjang banjir.
Banjir dipicu oleh hujan deras yang turun sejak siang hari, sehingga menyebabkan air dari gorong-gorong meluap dan merendam area sekolah. Pelaksana Kepala BPBD DKI Jakarta, Isnawa Aji menyatakan bahwa sekolah tersebut berada di dataran rendah. Di sekitarnya terdapat saluran Phb (penghubung) Pinang Kalijati dan di belakang sekolah terdapat aliran sungai. (www.cnnindonesia.com, 6/10/2022)
Dengan kondisi area sekolah seperti ini, tampak bahwa sekolah tersebut rawan terkena banjir. Rupanya, tidak hanya wilayah MTs Negeri 19 Jakarta yang rawan banjir. Wilayah Kemang juga merupakan salah satu wilayah yang rawan banjir.
Direktur Ruang Jakarta Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja, mengatakan bahwa beberapa wilayah di Jakarta sudah lama berlangganan banjir, karena posisi tanahnya lebih rendah dari wilayah di sekitarnya. Dia mencontohkan wilayah Kemang, yang posisinya lebih rendah dibandingkan DAS Krukut.
Anehnya, wilayah tersebut masih diperbolehkan untuk menjadi tempat tinggal. Padahal secara tata ruang, wilayah Kemang lebih cocok untuk wisma taman. Pihak pemerintah lah yang memberikan izin pembangunan pemukiman. Hal ini menunjukkan sebuah pengabaian atas keselamatan warga. Pihak BMKG sebenarnya sudah memberikan peringatan sejak awal, dan peringatan tersebut diulang setiap hari. Namun pemerintah abai.
Abainya penguasa saat ini disebabkan oleh penerapan sistem kapitalis-sekuler di negeri ini. Sistem kapitalis tidak menjadikan urusan rakyat sebagai skala prioritas kebijakan, lantaran pemerintahnya mengabdi kepada para pemodal, lebih-lebih kepada tuan besarnya, Barat.
Lain halnya dengan pengaturan Islam.
Dalam aturan Islam, penguasa adalah:
- Pemelihara seluruh urusan rakyat.
- Pengatur operasional pemerintahan atas dasar takwa kepada Allah Swt. Kepentingan yang menjadi skala prioritas adalah rakyat.
Dalam menangani bencana banjir, negara akan memerhatikan beberapa aspek sebagai berikut:
- Jika banjir disebabkan oleh faktor cuaca, negara akan mengoptimalkan peran BMKG untuk memetakan wilayah yang diperkirakan akan terdampak banjir. Lalu wilayah tersebut akan disiagakan, untuk meminimalisir korban dan kerugian harta benda.
- Jika banjir disebabkan oleh faktor yang masih bisa diupayakan pencegahan, misalnya adanya keterbatasan daya tampung DAS, selokan, maka negara akan membangun bendungan. Pengerukan secara berkala juga akan dilakukan pada sungai, selokan, situ, dan kanal-kanal air, agar tidak terjadi pendangkalan.
- Jika ada wilayah yang pada awalnya aman untuk pemukiman, lalu terjadi penurunan tanah karena faktor alam, misalnya, maka negara akan membuat sungai butan, saluran drainase untuk memecah volume air, atau mengalihkan arus air ke daerah lain.
Negara juga bisa memindahkan pemukiman ke tempat yang lebih aman, dan memberikan ganti rugi atas rumah warga yang dipindah tersebut. (MMC, 11/10/2022)
- Negara mengoptimalkan ahli tata ruang dan wilayah untuk mengatur agar pemukiman, gedung perkantoran, dan fasilitas umum dibangun berdasarkan kemaslahatan umat. Wilayah subur akan difungsikan secara optimal untuk lahan pertanian. Sedangkan daerah rawan longsor dan banjir akan dioptimalkan untuk daerah hutan lindung. Pembangunan pabrik juga harus memerhatikan Amdal, dan seterusnya.
Negara yang mampu menerapkan aturan se-ideal ini adalah negara yang menerapkan syariat Islam secara kafah, yaitu khil4f4h. Dengan khil4f4h, niscaya seluruh wilayah di Indonesia tidak akan berlangganan banjir lagi.
_Wallahu a’lam_.
Baca juga:

Cara mengiirim tulisan SP gimana um??
BalasHapus