Tata Kelola Air, Adil dengan Standar Islam
Oleh: Wilda Nusva Lilasari, S.M.
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com — Lihat kebunku, begitu sempurna. Sederhana itu yang kupunya. Setiap hari kusiram sendiri.
Begitu senandung irama yang tengah naik daun. Indahnya tinggal di Indonesia dengan menikmati besarnya sumber daya alam. Namun, kenyataannya memiliki kebun dengan irigasi yang memadai kini sulit terealisasi.
Air kini menjadi sumber daya yang diperjualbelikan, dan hal itu berlaku bukan hanya di kota besar. Banyak mata air di berbagai daerah dikuasai oleh perusahaan air minum. Bahkan, pengambilannya menggunakan sumur bor atau akuifer yang berpotensi menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan sekitar, seperti kerusakan ekologis akibat pemanfaatan air tanah secara besar-besaran: tanah ambles, hilangnya mata air di sekitar sumber bor, dan penurunan muka air tanah. Akibat paling parahnya adalah ketimpangan akses air bersih bagi masyarakat. Inilah yang disebut kapitalisasi air.
(Kompas.com, 25 Oktober 2024)
Kapitalisasi air terjadi ketika air dijadikan komoditas perdagangan untuk memperoleh keuntungan. Akibatnya, muncul ancaman krisis air bersih dalam jangka panjang. Sekilas, peluang ekonomi dari bisnis ini tampak menggiurkan karena modalnya adalah sumber daya alam yang seolah tak terbatas. Namun, bagaimana nasib masyarakat jika semakin banyak perusahaan air minum yang mengeksploitasi air tanah demi keuntungan tanpa batas waktu?
(Tempo.co, 27 Oktober 2024)
Hal ini tentu berbahaya karena air adalah sumber kehidupan manusia. Jika air terus disedot untuk kepentingan industri besar, masyarakatlah yang akan menanggung dampaknya. Mungkin bukan tahun ini, tapi bisa jadi sepuluh hingga tiga puluh tahun mendatang.
Jika dianalisis, terdapat kelemahan dalam tata kelola sumber daya air (SDA) di Indonesia. Dewan Sumber Daya Air Nasional (DSDAN) dan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air di bawah Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) belum mampu menghentikan praktik kapitalisasi air hingga kini.
(Antara News, 30 Oktober 2024)
Fenomena ini tidak terlepas dari sistem ekonomi kapitalisme, yang menjerat masyarakat dalam kondisi sulit: lapangan kerja terbatas, gaji tidak layak, kurang modal untuk berdagang, dan jeratan riba. Hidup keras dan minimnya pemahaman membuat banyak orang fokus mencari keuntungan pribadi tanpa memikirkan kepentingan bersama. Akibatnya, bisnis yang membahayakan masyarakat pun tetap berjalan selama memberikan keuntungan besar bagi segelintir pihak.
Sistem kapitalisme memang terkenal hanya berorientasi pada keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa peduli cara memperolehnya. Prinsipnya, tujuan menghalalkan segala cara.
Lalu, bagaimana Islam mengatur pengelolaan sumber daya alam, khususnya air, agar tetap merata bagi seluruh manusia?
Dalam Islam dikenal adanya pembagian kepemilikan harta menjadi tiga: milik individu, milik umum, dan milik negara. Air termasuk dalam kategori milik umum.
Rasulullah saw. bersabda:
الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ: فِي الْمَاءِ، وَالْكَلَإِ، وَالنَّارِ
“Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.”
(HR. Ibnu Majah)
Merujuk pada hadis ini, air adalah sumber daya alam yang berhak diakses oleh seluruh manusia. Artinya, air tidak boleh dipagari, dikomersialkan, atau dimonopoli oleh pihak tertentu untuk mencari keuntungan. Karena sifatnya milik umum, maka tidak boleh dimiliki pribadi ataupun perusahaan.
Negara wajib mengelola sumber daya air agar seluruh masyarakat dapat menikmati air bersih secara gratis dan mudah diakses. Dalam sistem Islam, perdagangan dilakukan dengan prinsip jujur, amanah, dan adil, sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw. Regulasi ketat dalam pengelolaan air hanya bisa terlaksana jika negara menerapkan sistem syariah Islam secara menyeluruh.
Negara Islam juga akan membuka banyak lapangan kerja di sektor pengelolaan sumber daya alam. Sebab, pemerintahan Islam bersifat mandiri (independen) dalam seluruh bidang, termasuk ekonomi. Fokusnya bukan pada konsumsi, melainkan pada produksi dan distribusi.
Sumber daya alam wajib dikelola negara, tidak boleh bekerja sama dengan pihak non-Muslim. Hasil pengelolaan akan dimasukkan ke baitul mal untuk kepentingan publik: menggaji guru, menyediakan pendidikan dan kesehatan gratis, serta menjamin kebutuhan dasar masyarakat.
Allah Swt. berfirman dalam QS Al-Hasyr [59]: 7:
“Apa saja (harta rampasan) yang dianugerahkan Allah kepada Rasul-Nya dari penduduk beberapa negeri adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. (Demikian) agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”
Negara yang menerapkan syariat Islam akan menciptakan banyak lapangan kerja dan pemerataan kekayaan. Karena semua orang bekerja dan mendapatkan kesejahteraan dari sistem Islam, maka praktik kapitalisasi air tidak akan dikenal. Pemerintah Islam menjamin kebutuhan pendidikan, kesehatan, keamanan, serta sandang, pangan, dan papan bagi rakyatnya melalui kebijakan ekonomi yang adil.
Betapa mudahnya menata kehidupan jika syariat Allah diterapkan secara menyeluruh. Dan hal itu hanya dapat terwujud dengan keberadaan negara yang menegakkan syariat Islam, yaitu Khilafah Islamiah.
Wallahualam bissawab. []
Baca juga:
0 Comments: