Penjajahan Gaza Dilegalkan, Solusinya Hanyalah Islam
Oleh: Eny K
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com - Pada 5 November 2025, Menteri Luar Negeri RI Sugiono menyampaikan sikap Indonesia terkait penolakan Israel terhadap pasukan perdamaian dari Turki yang direncanakan untuk mengawasi proses perdamaian di Jalur Gaza. Dalam pernyataannya di Gedung Pancasila, Sugiono menegaskan bahwa Indonesia tetap berkomitmen memberikan kontribusi terhadap perdamaian, termasuk kesiapan mengirim pasukan jika ada mandat yang jelas dari PBB.
Ia menekankan pentingnya tercapainya gencatan senjata yang benar-benar efektif serta kelancaran bantuan kemanusiaan dan rekonstruksi Gaza yang hingga kini masih terhambat. Penolakan Israel terhadap pasukan Turki dan Qatar didasarkan pada alasan politis: Turki dianggap bermusuhan karena sikap Presiden Erdogan terhadap Israel, sementara Qatar ditolak karena memiliki hubungan diplomatik dengan Hamas.
Padahal, kedua negara tersebut berperan dalam mediasi gencatan senjata Israel-Hamas pada 10 Oktober. Indonesia, dalam berbagai kesempatan, menegaskan kesiapannya untuk mengirim pasukan ke Gaza dan wilayah konflik lainnya jika diperlukan dan disetujui oleh PBB (cnnindonesia.com, 6-11-2025).
Penolakan Israel terhadap pasukan perdamaian dari Turki dan Qatar menunjukkan bahwa proses perdamaian yang digagas oleh Barat tidak berpihak pada rakyat Palestina, melainkan menjadi alat legitimasi penjajahan Zionis.
Normalisasi hubungan dengan Israel oleh sejumlah negara muslim, termasuk Turki, bukanlah bentuk solidaritas terhadap Palestina, melainkan bagian dari strategi Amerika Serikat dan sekutunya untuk menutup ruang perlawanan dan membungkam suara umat. Penguasa negeri-negeri muslim lainnya hanya mampu mengecam tanpa tindakan nyata, menunjukkan pengkhianatan terhadap penderitaan rakyat Gaza yang terus dibombardir dan diblokade.
Selama keputusan strategis terkait Palestina tunduk pada kepentingan Barat dan dibatasi oleh kerangka nasionalisme sempit, penjajahan atas Palestina akan terus berlanjut tanpa solusi yang hakiki.
Diplomasi yang dibatasi oleh mandat asing dan kepentingan geopolitik tidak mampu menyelesaikan akar persoalan, yaitu penjajahan dan pengusiran rakyat Palestina dari tanah mereka sendiri. Ini menjadi bukti bahwa sistem internasional saat ini tidak dirancang untuk membebaskan umat tertindas, melainkan untuk mempertahankan dominasi kekuatan global atas wilayah-wilayah strategis.
Dalam perspektif Islam, solusi tuntas atas persoalan Gaza tidak akan lahir dari diplomasi yang dikendalikan oleh penjajah, melainkan dari kekuatan politik dan militer umat Islam yang bersatu di bawah naungan Khilafah Islamiyah. Khilafah bukan sekadar institusi pemerintahan, tetapi junnah atau perisai umat yang akan mencabut penjajahan hingga ke akar-akarnya dari bumi Palestina.
Ia akan mengerahkan seluruh potensi umat, baik militer, ekonomi, maupun diplomasi, untuk membebaskan tanah suci dari cengkeraman Zionis dan mengembalikannya kepada umat Islam. Lebih dari itu, Khilafah akan mengakhiri ketergantungan umat pada lembaga-lembaga internasional yang bias dan tidak adil, serta membangun sistem pendidikan, media, dan politik yang menumbuhkan kesadaran umat akan pentingnya perjuangan ideologis.
Kaum muslim harus menyadari bahwa perjuangan membebaskan Palestina tidak cukup dengan kecaman, bantuan kemanusiaan, atau pengiriman pasukan yang dibatasi mandat asing, tetapi harus dimulai dengan mengembalikan kehidupan Islam secara menyeluruh melalui metode dakwah Rasulullah saw. yang menegakkan kekuasaan Islam sebagai pelindung dan pembebas.
Hanya dengan Khilafah, Palestina akan terbebas dari penjajahan, dan umat akan kembali menjadi satu tubuh yang kuat, bermartabat, dan mampu menegakkan keadilan di muka bumi. Wallahualam bissawab. [ry]
Baca juga:
0 Comments: