Mampukah Semangat Anti Korupsi Menurunkan Angka Korupsi?
Oleh: Siti Maimunah, S.Pd
(Aktivis Muslimah Batam)
SSCQMedia.com—Korupsi adalah penyakit sosial yang menusuk sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Di Indonesia, korupsi bahkan sudah dianggap sebagai “budaya” yang sulit diberantas karena telah mengakar hingga ke level bawah.
Menurut Transparency International (TI), skor Corruption Perceptions Index (CPI) Indonesia pada tahun 2024 adalah 37 dari 100, dengan peringkat ke-99 dari 180 negara di dunia. (tradingeconomics.com, 11/02/2025)
Angka ini menunjukkan bahwa negeri ini masih jauh dari kata bersih dari korupsi. Muncul pertanyaan penting, apakah semangat antikorupsi yang digaungkan pemerintah mampu menurunkan angka korupsi? Tentu saja tidak.
Semangat Saja Tidak Cukup
Dilansir dari Delta Kepri pada Selasa, 14 Oktober 2025, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) melalui Tim Penerangan Hukum (Penkum) mengadakan kampanye antikorupsi secara langsung di dua lokasi besar, yaitu Kecamatan Bintan Timur dan kawasan Bintan Center, Kota Tanjungpinang. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait bahaya korupsi, menguatkan nilai integritas dan moralitas, serta mengajak seluruh lapisan masyarakat berpartisipasi aktif dalam upaya pemberantasan korupsi. (deltakepri.com, 10/10/2025)
Poin penting dari pelaksanaan kampanye ini terlihat pada beberapa data yang dipaparkan. Pada tahun 2024, kejaksaan di seluruh Indonesia menangani 2.316 perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan nilai penyelamatan keuangan negara mencapai Rp44,13 triliun, serta mengeksekusi 1.836 terpidana. Kegiatan ini juga dilanjutkan dengan aksi pembagian kaus dan stiker antikorupsi kepada masyarakat umum dan aparatur sipil negara (ASN). (deltakepri.co.id, 14/10/2025)
Melihat berbagai fakta korupsi yang terjadi di negeri ini, kampanye antikorupsi melalui slogan, spanduk, atau kegiatan sosial memang penting untuk menumbuhkan kesadaran. Namun, hal itu tidaklah cukup dan bukan pula solusi tuntas untuk memberantas korupsi. Jika semangat itu berhenti pada simbol tanpa tindakan nyata, maka hanya akan menjadi rutinitas seremonial semata. Semangat tanpa sistem yang kuat akan menjadi slogan kosong.
Sebagaimana Rasulullah saw. pernah mengingatkan,
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”
(HR Bukhari dan Muslim)
Artinya, amanah jabatan adalah tanggung jawab besar yang harus dipertanggungjawabkan, bukan peluang untuk memperkaya diri.
Jalan Islam Memberantas Korupsi
Islam tidak mengenal sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Dalam sistem Islam (Khilafah), penguasa benar-benar dipandang sebagai pelayan rakyat (khadim al-ummah), bukan penguasa yang mencari keuntungan pribadi.
Islam menanamkan nilai amanah sejak dini. Jika setiap individu meyakini bahwa setiap rupiah yang bukan haknya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat, maka benteng moral akan jauh lebih kuat daripada sekadar hukum positif.
Ketegasan hukum syariat dalam Islam sangat jelas. Hukuman bagi pencuri atau penggelapan harta (koruptor) telah disebutkan dalam Al-Qur’an. Allah Swt. berfirman,
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan atas perbuatan mereka dan sebagai siksaan dari Allah. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
(QS Al-Maidah: 38)
Ayat ini menunjukkan bahwa hukuman tegas berfungsi sebagai efek jera sekaligus menjaga masyarakat dari kerusakan. Sebab, korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan dosa besar bagi siapa pun yang mengkhianati amanah.
Pemimpin sejati takut pada hisab, bukan tergiur pada harta. Khalifah Umar bin Khattab ra. pernah menegur putranya karena memanfaatkan fasilitas milik negara (baitul mal). Unta milik putranya diberi makan di padang gembalaan milik negara hingga menjadi gemuk. Umar pun marah dan memerintahkan agar unta itu dijual, lalu keuntungannya dikembalikan ke baitul mal. Umar berkata,
“Demi Allah, aku tidak ingin orang berkata, beri makan unta milik putra Amirul Mukminin agar cepat gemuk.”
Sikap ini menunjukkan bahwa bahkan keluarga pemimpin pun tidak boleh mendapatkan fasilitas negara yang bukan haknya. Sejarah Islam membuktikan bahwa pemimpin yang takut kepada Allah akan menjaga harta rakyat dengan sangat hati-hati.
Inilah teladan yang seharusnya dihidupkan kembali agar bangsa ini benar-benar terbebas dari korupsi, bukan hanya berhenti pada semangat dan slogan semata.
Semangat antikorupsi memang perlu terus digaungkan. Namun, tanpa keteladanan pemimpin dan sistem yang menutup celah suap serta penggelapan, korupsi akan tetap tumbuh subur. Islam telah memberikan teladan nyata bahwa pemimpin yang amanah dapat membuat masyarakat percaya dan enggan berbuat curang. Hal ini hanya dapat terwujud dalam naungan sistem Islam yang menerapkan hukum Allah secara kaffah.
Wallahualam bissawab. [US]
Baca juga:
0 Comments: