Headlines
Loading...
Eksploitasi Air dalam Sistem Kapitalisme

Eksploitasi Air dalam Sistem Kapitalisme

Oleh: Sri Setyowati
(Aliansi Penulis Rindu Islam)

SSCQMedia.Com — Dalam inspeksi mendadak atau sidak pada Rabu, 22 Oktober 2025 yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ke PT Tirta Investama, pabrik air minum dalam kemasan (AMDK) merek Aqua di Subang, ditemukan bahwa perusahaan tersebut menggunakan air yang berasal dari sumur bor, bukan dari sumber mata air pegunungan seperti yang ditampilkan dalam iklan.

Namun dalam penjelasan tertulis pada 23 Oktober 2025, PT Danone menyatakan bahwa air Aqua berasal dari 19 sumber air pegunungan yang tersebar di seluruh Indonesia. Air yang digunakan bukan berasal dari sumur bor biasa, melainkan dari akuifer dalam yaitu air tanah yang tersimpan di lapisan batuan atau sedimen bawah tanah berpori dan jenuh air di kawasan pegunungan dengan kedalaman 60 hingga 140 meter. Dengan demikian, air tersebut terlindungi secara alami oleh lapisan kedap air, bukan air permukaan atau air tanah dangkal yang rentan terkontaminasi aktivitas manusia. (tempo.co, 26/10/2025)

Ikhsan Abdullah selaku Founder Indonesia Halal Watch (IHW) menyatakan bahwa dugaan kecurangan tersebut dapat menimbulkan konsekuensi hukum apabila produsen Aqua terbukti mengganti bahan baku air tidak sesuai dengan sampel yang diajukan ketika mengurus izin edar ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta sertifikasi halal ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) atau Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 8 ayat (1) tentang Perlindungan Konsumen. (mediaindonesia.com, 25/10/2025)

Pengambilan akuifer dalam secara berlebihan untuk kebutuhan AMDK dapat mengganggu keseimbangan lingkungan seperti penurunan muka air tanah yang mengakibatkan sumur dangkal di sekitar area tersebut mengalami kekeringan permanen. Akibatnya, sumber mata air alami dapat hilang dan terjadi amblesan tanah.

Dalam sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini, pihak swasta dan pemodal diberi kewenangan untuk mengelola sumber daya alam termasuk air yang sejatinya merupakan milik rakyat. Air yang seharusnya dapat diakses secara gratis berubah menjadi komoditas dagang sehingga rakyat harus membayar mahal untuk sesuatu yang sebenarnya menjadi hak mereka. Lebih parah lagi, rakyat turut menanggung dampak dari eksploitasi sumber daya alam sementara korporasi dan pemodal leluasa menguasai karena negara hanya berperan sebagai regulator atas nama investasi.

Keuntungan pun terkonsentrasi pada segelintir pemodal. Dengan prinsip ekonomi kapitalistik yang mengeluarkan modal sekecil-kecilnya untuk memperoleh hasil sebesar-besarnya, mereka bebas mengambil air secara gratis untuk dijadikan barang dagangan. Tidak jarang, praktik manipulatif dilakukan hingga produk yang dijual tidak sesuai dengan yang diiklankan.

Dalam sistem Islam, kepemilikan dibagi menjadi tiga yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Air termasuk dalam kategori harta kepemilikan umum. Rasulullah saw. bersabda

“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.”
(HR Abu Dawud dan Ahmad)

Harta kepemilikan umum adalah milik seluruh rakyat tanpa terkecuali sehingga tidak boleh diprivatisasi atau diswastanisasi. Bahkan negara pun tidak berhak menguasainya secara mutlak. Sumber daya alam yang jumlahnya melimpah dan membutuhkan biaya besar dalam pengelolaannya hanya boleh dikelola oleh negara sebagai wakil rakyat. Hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan publik seperti rumah sakit, pendidikan gratis, air, bersih, infrastruktur jalan, dan keamanan rakyat.

Hanya dalam sistem Islam seluruh sumber daya alam akan dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya karena berlandaskan pada syariat Allah. Dengan demikian keadilan akan benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat tanpa ada pihak yang dirugikan.

Wallahualam bissawab. [US]

Baca juga:

0 Comments: