Headlines
Loading...
Antara Husnul Khatimah dan Efek Kelalaian

Antara Husnul Khatimah dan Efek Kelalaian

Oleh: Nurul Lailiya
(Aktivis Muslimah)

SSCQMedia.Com—Senin, 29/9/2025, tersiar kabar bahwa gedung musala tiga lantai Pondok Pesantren Al Khaziny yang terletak di Buduran, Sidoarjo, ambruk dan menimpa santri yang sedang salat Asar di lantai dua. Berita ini langsung menjadi fokus masyarakat, terutama para wali santri pondok tersebut. Mereka berharap santri-santri yang terjebak reruntuhan dapat segera diselamatkan. Tim SAR dan BNPB yang dipimpin AKBP Suharianto telah mengerahkan alat berat untuk membersihkan reruntuhan bangunan guna mempercepat penyelamatan korban.

TimesIndonesia.com tertanggal 15/10/2025 menyebutkan bahwa sudah ada 67 korban tewas dalam tragedi itu. Korban-korban tersebut ada yang ditemukan dalam keadaan tubuh utuh dan ada pula yang berupa potongan tubuh.

Tragedi itu menjadi beban terberat bagi semua keluarga korban. Berawal dari niat memberi pendidikan agama yang baik bagi anak-anaknya, mereka rela berpisah dan hanya bertemu beberapa jam saat berkunjung. Para santri tidak hanya belajar ilmu pengetahuan, tetapi juga belajar hidup mandiri. Mereka tidak bisa terus bergantung pada orang tua ketika menghadapi masalah seperti anak lain pada umumnya. Sungguh, sebuah latihan hidup yang tidak hanya mengasah kecerdasan otak, tetapi juga kesiapan mental. Tidak semua anak mampu bertahan dengan kebiasaan hidup seperti ini. Tak jarang ada santri yang putus asa menghadapi berbagai kesulitan selama di pesantren hingga akhirnya meminta untuk berhenti.

Kini, ketika para santri itu ditemukan wafat saat melaksanakan salat Asar berjemaah, para wali santri tampak ikhlas menerima kenyataan ini. Fakta bahwa mereka wafat dalam keadaan beribadah membuat hati mereka tenang karena, insyaallah, para korban wafat secara husnul khotimah. Sebuah akhir yang diharapkan setiap mukmin di dunia ini, sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Thabrani, Ash-Shohihah 3884:

“Barang siapa berwudu dengan baik lalu keluar rumah untuk salat di masjid, kemudian dia wafat saat itu, maka dia mendapat jaminan dari Allah Swt.”

Namun, kita tetap harus menyelidiki penyebab runtuhnya gedung pondok pesantren tersebut. Sebab dalam Islam, hilangnya nyawa seorang muslim tanpa hak atau akibat kelalaian adalah lebih buruk daripada hancurnya alam semesta dan seisinya.

Detiknews.com edisi Senin, 6/10/2025, memuat analisis beberapa pakar terkait penyebab runtuhnya Pondok Pesantren Al Khaziny. Salah satunya adalah pakar Teknik Sipil Struktur Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Mudji Irmawan. Menurut beliau, struktur bangunan yang ambruk berada dalam kondisi labil. Hal itu dikarenakan konstruksi awalnya hanya untuk satu lantai, namun kemudian dibangun hingga tiga lantai.

Mudji menduga karena bangunan masih aman saat satu lantai, maka ditambah lagi menjadi dua dan tiga lantai, sehingga beban yang ditanggung lantai dasar meningkat. Beliau juga menilai pembangunan ini tidak sesuai kaidah teknis, karena beban tambahan hingga lantai tiga tidak diperhitungkan sejak awal.

Fakta lain diungkap oleh Yudha Lesmana, pakar Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya). Ia menyoroti bahwa bangunan yang ambruk tersebut masih dalam tahap pengecoran. Dikhawatirkan umur pengecoran belum cukup kuat. Menurutnya, dibutuhkan waktu 14 hingga 28 hari agar struktur bangunan benar-benar kokoh.

Yudha menambahkan bahwa dalam perencanaan dan pembangunan gedung, seharusnya melibatkan ahli teknik sipil. Banyak kasus di lapangan yang dikerjakan tanpa perhitungan teknis ahli dan hanya mengandalkan tukang atau kontraktor. Begitu pula bahan konstruksi yang digunakan harus sesuai standar mutu.

Apa yang dikemukakan Yudha kiranya sulit direalisasikan saat ini. Hal itu karena di negeri yang menjalankan sistem kapitalis seperti Indonesia, tidak ada pelayanan dan produk yang gratis maupun murah. Artinya, untuk menyewa jasa ahli dan kontraktor dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Lalu dari mana sebuah pondok pesantren bisa memiliki dana sebesar itu, bila faktanya dana pembangunan bersumber dari wali santri dan donatur yang terbatas? Begitu pula dengan kualitas bahan material yang digunakan. Dengan dana terbatas, tentu bahan yang dibeli bukan yang terbaik, karena bahan berkualitas tinggi memiliki harga lebih mahal. Maka, demi menutupi kebutuhan mendesak, sering kali dibeli bahan dengan kualitas rendah karena harganya lebih terjangkau.

Dalam dunia pendidikan, negara tidak pernah berperan jauh hingga mengawasi pembangunan gedung. Negara hanya hadir untuk menetapkan peraturan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, kurikulum, dan sedikit dana pendidikan. Negara tidak pernah benar-benar merasa bertanggung jawab atas keselamatan, kesejahteraan, serta keamanan jiwa masyarakatnya. Sadar atau tidak, fokus negara hanya mencari pemasukan dari keringat rakyat.

Sebagai tandingan sistem kapitalisme yang rusak ini, sistem Islam hadir membawa kemuliaan. Islam sangat menghargai jiwa manusia. Oleh karena itu, Islam menjaga keamanan, kesehatan, kesejahteraan, dan keselamatan setiap jiwa manusia.

Terkait penyediaan fasilitas pendidikan, Islam mewajibkan negara untuk menyediakannya dengan standar keamanan, kenyamanan, dan kualitas terbaik. Pendanaannya diatur dalam sistem keuangan baitulmal yang bersumber dari pengelolaan sumber daya alam milik negara. Begitu pula dengan pendampingan oleh ahli teknik sipil—negara memastikan para ahli tersebut berperan maksimal menghitung setiap detail bangunan agar kokoh dan aman.

Dalam Islam, tidak ada perbedaan perlakuan terhadap fasilitas pendidikan, baik negeri maupun swasta. Semua mendapat pendanaan dan perhatian yang sama dalam hal pengadaan, pemeliharaan, dan perbaikan gedung. Negara menjamin semua pegiat pendidikan dapat menjalankan tugas dengan aman dan nyaman. Selain itu, mereka juga dapat memanfaatkan fasilitas pendukung guna mencetak generasi yang beriman, bertakwa kepada Allah Swt., serta berperan dalam meningkatkan kemaslahatan umat demi meraih rida-Nya. [Ni]


Baca juga:

0 Comments: