Oleh. Artatiah Achmad
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com — Hari ini kita terus dipertontonkan pertempuran tiada henti. Pertempuran antara Zionis laknatullah dengan saudara kita di Gaza terjadi secara berulang. Tentu hal ini menguras air mata siapa pun yang menontonnya.
Apakah kita hanya sekadar menjadi penonton? Jelas ini bukan tontonan. Saudara kita di Gaza butuh ditolong. Jika kita jujur melibatkan fitrah sebagai manusia, tentu ada perasaan greget, marah, dan sedih ketika melihat Zionis secara sadis melenyapkan jiwa-jiwa tanpa dosa.
Sayang, saat ini kita dipaksa bertindak seperti penonton film kolosal yang harus rela menerima ketetapan sutradara. Akankah kita tetap diam jika yang dibombardir adalah diri sendiri, pasangan, anak, atau orangtua kita? Apa peran kita untuk mengakhiri genosida paling mengerikan ini?
Gaza makin merana. Zionis sukses membuat penjara besar di Gaza. Warga Gaza sengaja dibuat lapar. Banyak bayi sehat yang lahir di tanah Gaza kini tinggal tulang berbalut kulit. Kelaparan, malnutrisi, intimidasi, dan pembunuhan menghantui hari-hari mereka.
Pengecut Netanyahu dengan pongah sesumbar akan mengambil alih kendali militer jalur Gaza. Tak lupa dia memberi “bantuan kemanusiaan” bagi warga sipil yang berada di luar wilayah pertempuran.
Bantuan ala Zionis tak ubah bagai kotak Pandora: dari luar tampak indah, namun kenyataannya penuh misteri. Mana ada makan siang gratis diberikan oleh penjajah? Mana ada kebaikan yang diberikan pembunuh? Semua harapan dan janji manis Zionis bagai racun berbalut madu.
Warga Gaza memerlukan bantuan saudara yang tulus, saudara seakidah yang rela berjuang mengusir para penindas.
Wahai saudaraku di seluruh dunia, jangan biarkan darah saudaramu di Gaza kembali bersimbah. BBC World Service mengabarkan bahwa sampai 21 Juli tercatat 1.054 orang tewas di jalur Gaza ketika berjuang untuk mendapatkan sesuap makanan. Sebanyak 766 di antaranya tewas di sekitar lokasi “Yayasan Kemanusiaan Gaza” yang mulai beroperasi pada 27 Mei 2025. Sedangkan 288 orang tewas dekat konvoi organisasi kemanusiaan dan bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Miris! Zionis kian beringas, namun para pemimpin negara tetangga Palestina tampak enggan bertindak. Mereka bergeming menyaksikan tragedi genosida paling menakutkan sepanjang sejarah. Kecaman demi kecaman hanya dianggap angin lalu oleh Zionis Israel.
Berbagai upaya bantuan obat-obatan dan makanan untuk warga Gaza pun tak bisa disalurkan karena pintu perbatasan Rafah ditutup. Negeri-negeri yang berperan dapat membuka pintu bantuan, namun sebagian memilih menutup mata karena kepentingan politik dan tekanan pihak lain.
Jangan lupakan genosida Gaza
Kaum muslimin sejatinya bersaudara. Rasulullah saw. bersabda:
اَÙ„ْÙ…ُسْــلِÙ…ُ Ø£َØ®ُÙˆ اْلمُسْÙ„ِÙ…َ Ù„َا ÛŒَظْـلِÙ…ُ ÙˆَÙ„َایُظْÙ„َÙ…ُ
Jika kita renungkan hadis di atas, tentu kita akan berusaha semaksimal mungkin untuk menolong saudara kita di Gaza karena hakikatnya mereka adalah saudara seakidah. Islam menyatukan mereka dan kita dalam ikatan akidah yang kuat.
Kita tidak boleh melupakan saudara yang sedang digenosida. Harta, darah, dan jiwa mereka harus dilindungi sebagaimana kita ingin melindungi diri sendiri, pasangan, anak, keluarga, dan kerabat. Lantas, apa peran yang bisa kita ambil untuk membantu saudara kita di Gaza?
Wajib bersatu bebaskan Tanah Suci Palestina
“Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian.” (Terjemah Al-Qur’an, surah Al-Baqarah: 190).
Berdasarkan firman Allah di atas, penulis memandang bahwa jalan untuk mengakhiri penjajahan Zionis harus ditempuh dengan upaya serius yang melibatkan kekuatan berskala negara. Pengerahan pasukan yang terkoordinasi diperlukan agar menghadapi penjajah secara efektif. Komando yang tunggal akan efektif ketika ada kepemimpinan yang kuat di tengah-tengah kaum muslimin, seorang khalifah yang mengikuti manhaj Rasulullah saw.
Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi menyatakan bahwa wajib bagi suatu penduduk negeri memerangi penjajah yang menduduki negeri mereka. Namun ketika penduduk tersebut sudah tidak mampu, kewajiban itu meluas kepada negeri-negeri sekitarnya (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 9/228). Imam al-Mawardi juga menyatakan bahwa kewajiban seorang pemimpin (khalifah) adalah membela kehormatan kaum Muslim, menjaga benteng umat, serta berjihad melawan musuh.
Sayang, saat ini kita terjerat fanatisme kesukuan, kebangsaan, dan negara-bangsa (nation-state). Keadaan tersebut menutup mata hati negeri-negeri tetangga Palestina dari kebenaran dan keadilan melawan penjajah. Karena itu, tak heran Mesir tampak diam menyaksikan tetangganya kelaparan. Semoga kita dijauhkan dari sikap pengkhianatan terhadap umat Rasulullah.
Solusi sistemik untuk Palestina
Wahai saudaraku seakidah di seantero dunia, sadarilah bahwa penguasa di negeri-negeri kaum muslimin saat ini belum menjalankan fungsinya sebagai perisai umat. Saatnya kita berperan aktif dan terus menyuarakan Palestina.
Kita memerlukan solusi sistemik, bukan sekadar solusi tambal sulam. Kita bisa berdakwah untuk menyadarkan umat tentang betapa pentingnya kesatuan umat dalam naungan khilafah. Kita juga dapat mengajak umat bergabung dalam jamaah yang konsisten berjuang untuk mewujudkan perisai umat (khalifah) yang membela kaum muslimin di dunia.
Selain itu, kita tetap bisa memberi bantuan harta maupun doa untuk kemenangan saudara kita di Palestina.
Wahai saudaraku, marilah kita ambil peran sehingga kelak kita memiliki hujjah di hadapan Allah Swt.
Wallahualam bissawab. [MA]
Baca juga:

0 Comments: