Tanah Terlantar Diambil Negara, Akankah Dikelola Untuk Rakyat?
Oleh. Rini Setyorini
(Komunitas Ibu Peduli Negeri)
SSCQMedia.Com—Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah telah disahkan. Kepala Biro Humas dan Protokol Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis, telah menyampaikan bahwasanya tanah-tanah terlantar apabila sengaja tidak dimanfaatkan selama 2 tahun sejak diterbitkannya hak atas kepemilikannya akan diambil alih oleh negara (Kompas.com,18-07-2025).
Secara umum yang dimaksud tanah terlantar adalah tanah yang sengaja tidak dipergunakan, atau dimanfaatkan. Termasuk tanah atas hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), hak pakai, dan hak pengelolaan atas tanah yang tidak dipakai sesuai dengan awal tujuan awal pemberian hak.
Tanah dalam Sistem Kapitalisme
Tanah yang telah diciptakan oleh Allah dengan begitu banyak manfaatnya dan sangat penting dalam menjaga keberlangsungan kehidupan. Tanah juga memiliki peran untuk menjaga keseimbangan lingkungan dan sebagai sarana dalam menyediakan sumber daya alam yang dibutuhkan manusia. Namun sayang, Sistem Kapitalisme menjadikan tanah sekadar komoditas belaka bukan amanah publik.
Banyak fakta tanah dalam skema HGU dan HGB lebih banyak dikuasai oleh korporat besar. Menurut Menteri ATR/BPN menyebutkan bahwa 46 persen dari 70 juta hektar tanah non hutan dikuasai oleh 60 keluarga pemilik korporasi atau dapat diartikan hampir 1,8 juta hektar dikuasai oleh satu keluarga.
Sementara itu, rakyat kecil kesulitan memiliki tanah untuk tempat tinggal, bertani atau berdagang sebagai bagian usaha mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Negara dalam Sistem Kapitalisme pun berperan sebagai fasilitator kepentingan pemodal, bukan pelindung rakyat.
Oleh karena itu, keberadaan PP nomor 20 Tahun 2021 sebenarnya adalah bentuk kebijakan yang perlu dikoreksi ulang terutama terkait pendistribusian tanah terlantar karena sejatinya pemerintah memiliki peran penting dalam menertibkan dan memanfaatkan tanah sesuai dengan peruntukannya pun agar tidak akan bisa menjadi celah pemanfaatan tanah untuk oligarki.
Namun, di saat yang sama banyak tanah milik negara yang seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan umum justru dibiarkan terbengkalai. Pemerintah pun belum mempunyai rencana yang jelas untuk memanfaatkan tanah terlantar tersebut. Dan hal ini dapat memacu penyalahgunaan atau pengelolaan tidak tepat sasaran.
Ketidakjelasan pendistribusian atas tanah yang dikategorikan terlantar ini berdampak terhadap rakyat. Rakyat bisa jadi kembali menjadi korban sementara pengusaha mendapatkan kemudahan. Dalam Sistem Kapitalisme ini begitu mengagungkan kebebasan termasuk kebebasan kepemilikan individu yang berdampak memunculkan ketidakadilan dan kesejahteraan yang tidak merata.
Maka, sebuah keniscayaan sebuah negara yang menerapkan Sistem Kapitalisme semua kebijakan yang diambil dalam mengatur urusan rakyat dilihat untung dan rugi atau untuk kepentingan bisnis saja. Dan para investor bukan bentuk kepengurusan kepada kemaslahatan rakyat. Sistem Kapitalisme telah menjadikan kepemilikan tanah terutama pengelolaan atas tanah selalu dikaitkan dengan ketersediaan anggaran, seakan tanah hanya bermanfaat jika mendatangkan keuntungan secara finansial tanpa peduli lagi dalam menjaga kelestariannya yang manfaatnya pun tidak kalah penting dari aspek ekonomi.
Tanah dalam Khilafah
Khilafah adalah sistem pemerintahan yang bersumber dari Al-Qur'an dan hadis tentu saja akan memanfaatkan atau mengelola tanah sesuai apa yang diperintahkan oleh Allah Swt., pemilik dan pengatur segala urusan.
Kepemilikan atas tanah terbagi menjadi tiga kepemilikan yaitu individu, umum dan negara. Batasan kepemilikan ini menjadikan negara sebagai pelaksana syariat yang mempunyai wewenang dalam membuat kebijakan dalam pengelolaan tanah mati (terlantar).
Khalifah akan mengelola tanah-tanah milik negara untuk proyek strategis yang menyentuh kebutuhan rakyat seperti permukiman, pertanian, infrastruktur dan kebutuhan umum lainnya dengan tujuan semata-mata untuk kemaslahatan rakyat agar kesejahteraan dan keberkahan didapatkan dari bumi yang di pijak ini.
Mekanisme pengelolaan tanah milik negara dalam Islam yang terkategori tanah mati atau tanah terlantar maka Khalifah boleh memberikan atau membagikan sekaligus memberikan izin untuk mengelolanya atau menghidupkannya kepada seseorang namun, jika seseorang tidak lagi mampu menghidupkan dan mengelola selama lebih 3 tahun maka negara akan mengambilnya kembali dan diberikan kepada rakyat yang meminta dan mampu menghidupkannya. Artinya tanah milik negara merupakan kewajiban negara dalam hal ini Khalifah untuk mengaturnya sesuai dengan ijtihad atau pendapatnya seperti memberikan, menghidupkan, menjual, menyewakan, atau memagarinya sesuai dengan syariat untuk kebaikan dan kemaslahatan rakyat.
Oleh karena itu, negara atau penguasa tidak boleh menyerahkan tanah milik negara atau umum kepada individu dengan alasan kemaslahatan tanpa memperhatikan ketentuan syariat.
Kepemilikan tanah secara individu dalam Islam bisa didapatkan dari bekerja, pewarisan, pemberian negara, atau perolehan harta tanpa kompensasi harta atau tanah .
Menghidupkan tanah mati adalah bentuk dari bekerja yang disediakan negara. Karena ia (individu) adalah yang bisa memanfaatkan tanah yang terlantar tersebut kembali hidup.
Kepemilikan individu ini sangat dilindungi, tidak boleh siapa pun mengambilnya secara paksa sekalipun dari pihak negara dengan alasan kemaslahatan umum. Nabi saw. bersabda,
"Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya". (HR.Bukhari.
Islam memandang bahwa kepemilikan tanah individu tidak sama dengan kepemilikan harta lainnya. Kepemilikan tanah dilihat dari produktivitasnya, artinya kepemilikan akan hilang jika produksi tidak dapat terealisasi.
Sedangkan tanah milik umum seperti hutan, lapangan, jalan raya, tanah-tanah umum tidak boleh dimiliki oleh individu tetapi semua individu yang membutuhkan boleh memanfaatkannya.
Untuk tanah kepemilikan negara maka negara berhak untuk memberikan atau mencegah kepemilikan kepada individu tertentu. Bahkan negara berhak untuk memagari dalam rangka memenuhi kebutuhan tertentu yang dibutuhkan oleh negara dan kemaslahatan kaum muslimin. Sebagaimana Rasulullah saw. dulu pernah menjadikan daerah Naqi' yang dikhususkan untuk memelihara segala kebutuhan kuda perang.
Dengan batasan yang jelas dalam pengolahan tanah terlantar di dalam Islam, tampak sekali perbedaannya dengan pengelolaan tanah dalam Sistem Kapitalisme yang hanya berorientasi pada pencapaian materi. Penguasa sekuler akan selalu memberikan fasilitas lebih kepada para kapitalis dengan asas manfaat. Dan sesungguhnya permasalahan tanah ini akan selalu menumbuhsuburkan kezaliman demi kezaliman ketika negeri tercinta ini tidak memberikan ruang dalam penerapan syariat secara kafah dalam bingkai Khilafah Islamiyyah.Wallahualam bishowab. [ry].
Baca juga:
0 Comments: