OPINI
Regulasi Beras Dikuasai Korporasi, Rakyat Gigit Jari
Oleh. Dhevi Firdausi, S.T.
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Beras adalah kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, namun akhir-akhir ini marak kasus terkait distribusinya. Seperti dikutip dari Liputan6.com (18/7/2025), Bareskrim Polri tengah mendalami temuan beras yang diduga tidak sesuai standar kualitas, mutu, dan volume. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bahkan menyatakan bahwa Bareskrim telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap 25 distributor atau produsen yang terindikasi nakal.
Kecurangan beras, baik dalam timbangan, kualitas, maupun jenisnya, telah merugikan masyarakat dan negara.
Ironisnya, pelaku kecurangan ini adalah perusahaan besar, bukan lagi masyarakat kecil yang terdesak kesulitan ekonomi. Kecurangan skala besar yang dilakukan korporasi ini tentu mengakibatkan kerugian yang jauh lebih besar, dan pada akhirnya, rakyat kembali menjadi korban.
Akar Permasalahan
Praktik kecurangan semacam ini adalah keniscayaan dalam kehidupan yang jauh dari aturan agama. Semua dilakukan demi keuntungan, bahkan hingga menghalalkan yang haram dan melanggar regulasi. Hal ini dianggap biasa dalam sistem sekuler-kapitalisme, sebuah ideologi yang berasal dari Barat dan kini tersebar ke seluruh dunia.
Dasar sekularisme adalah memisahkan agama dari kehidupan. Agama dianggap sebagai "racun" yang tidak layak mengatur kehidupan sosial masyarakat. Manusia dianggap berhak penuh untuk membuat peraturan perundang-undangan sendiri.
Buah dari aturan ini adalah manfaat dijadikan standar kebahagiaan, dengan keuntungan materi sebagai tujuan utama di setiap bidang kehidupan, termasuk regulasi pangan. Oleh karena itu, tindakan kecurangan menjadi aktivitas yang dianggap wajar.
Kelemahan Pengawasan dan Sistem Sanksi
Berlarutnya persoalan ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan sistem sanksi yang berlaku. Dalam sistem kapitalisme, negara hanya berfungsi sebagai regulator yang tidak bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan rakyatnya. Wajar jika pengawasan menjadi sangat lemah.
Sistem sanksi juga sangat longgar, tidak membuat jera para pelaku kriminal. Biasanya, pelaku hanya dijebloskan ke penjara dan dikenakan denda yang tidak seberapa, tidak sebanding dengan kerugian negara. Bahkan, fasilitas penjara pun bisa "diperjualbelikan", memungkinkan para pengusaha ini membeli fasilitas terbaik sehingga hidup di penjara serasa di apartemen mewah.
Gagalnya Sistem Pendidikan Sekuler
Problematika ini juga erat kaitannya dengan sistem pendidikan yang gagal mencetak individu yang amanah dan bertakwa. Kurikulum pendidikan di negara kita berasaskan sekularisme, yang menjauhkan agama dari kehidupan. Mata pelajaran agama bahkan banyak yang dihapuskan, padahal agama sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian anak agar kelak menjadi sosok yang amanah dan bertakwa.
Anak yang memiliki kepribadian Islam tidak akan menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan utamanya. Mereka tidak akan menghalalkan segala cara dalam meraih sesuatu, apalagi melakukan tindakan kecurangan. Ketika masyarakat amanah dan bertakwa, kasus seperti ini tidak akan pernah terjadi.
Absennya Peran Pemerintah dalam Regulasi Pangan
Pemerintah tampak tidak hadir secara penuh untuk mengatur regulasi pangan, khususnya beras. Hal ini jelas terlihat dari dikuasainya pengelolaan beras, dari hulu sampai hilir, oleh korporasi. Padahal, orientasi korporasi adalah keuntungan bisnis, bukan kesejahteraan masyarakat.
Dari data yang ada, negara hanya memiliki kewenangan terhadap pasokan pangan sekitar 10 persen saja. Ini berimbas pada pengawasan dan penegakan sanksi, membuat negara tidak bisa bersikap tegas terhadap kecurangan pangan. Beras adalah kebutuhan pokok masyarakat, sehingga tidak layak dikuasai oleh korporasi. Negara hendaknya bertanggung jawab penuh atas pasokan pangan masyarakat.
Islam sebagai Solusi
Islam mengharuskan para pemimpin untuk amanah dan bertanggung jawab dalam menjaga tegaknya keadilan. Menurut syariat Islam, penguasa adalah raa'in atau pelayan bagi rakyatnya. Di hari akhir, mereka akan dihisab oleh Allah Swt. atas amanah yang diembannya, apakah rakyat di bawah kekuasaannya sudah sejahtera atau malah sebaliknya.
Selain itu, tegaknya suatu peraturan di tengah masyarakat didukung oleh tiga hal: ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan tegaknya aturan oleh negara. Salah satu wujud tegaknya peraturan adalah adanya sistem sanksi yang tegas dan membuat jera para pelaku kejahatan.
Sayangnya, ketiga pilar tersebut tidak dimiliki oleh sistem sekuler-kapitalisme. Kondisi ini membuktikan bahwa sistem sekuler bersifat fasad atau rusak, sehingga ketika diterapkan, permasalahan di masyarakat semakin lama semakin tinggi.
Dalam Islam, negara harus hadir secara penuh untuk mengurusi pangan masyarakat, yaitu produksi, distribusi, dan konsumsi. Negara tidak hanya menjamin pasokan beras tersedia, tetapi juga mengurusi distribusinya agar tidak terjadi kecurangan. Pemerintah juga wajib mengurusi konsumsi rakyat untuk memastikan bahan pangan tersebut sampai pada seluruh individu masyarakat.
Demikianlah, Islam merupakan agama yang sempurna yang datang dari Allah Swt. dan dapat menjadi solusi solutif atas semua problematika manusia, termasuk mengatasi kecurangan regulasi pangan ini. [My]
Baca juga:

0 Comments: