Panggilan Iman dari Gaza: Saatnya Umat Bangkit Bersatu
Oleh: Emniswati
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com —Sesungguhnya luka Palestina bukan hanya milik mereka, tetapi luka seluruh umat. Jika hati kita masih bergetar saat mendengarnya, itu tanda iman kita masih hidup.
Sudah hampir dua tahun bumi Gaza diguncang ujian besar. Tanah kecil yang sarat sejarah para nabi itu kini menjadi lautan duka. Langitnya tak lagi biru, melainkan dipenuhi asap pekat. Rumah-rumah yang dulunya menjadi tempat berteduh hancur rata dengan tanah. Masjid, sekolah, bahkan rumah sakit tak luput dari serangan.
Namun, di balik derita itu, masih ada cahaya. Cahaya dari doa-doa anak-anak, dari kesabaran para ibu yang kehilangan buah hati, dan dari keberanian para ayah yang menjaga tanah suci dengan segenap jiwa. Meski hidup dalam kekurangan, mereka tetap teguh memegang harapan.
Ketabahan yang Menggetarkan Dunia
Dunia terheran-heran melihat ketabahan mereka. Bagaimana mungkin seseorang yang kehilangan segalanya masih mampu berkata:
“Hasbunallah wa ni‘mal wakil.”
Jawabannya jelas: karena mereka yakin Allah bersama mereka.
Firman Allah seakan hidup dalam diri mereka:
“Janganlah kamu merasa lemah dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran: 139).
Rakyat Gaza tidak hanya menjaga tanah mereka, tetapi juga mempertahankan Masjidil Aqsa, kiblat pertama umat Islam. Maka wajar bila mereka bertanya:
“Di mana umat Rasulullah? Di mana kalian, saudara kami?”
Pertanyaan itu bukan sekadar keluhan, melainkan panggilan iman dan persaudaraan.
Banyak orang di luar Islam mulai tersadar. Mereka menyaksikan kezaliman yang nyata, berdemo menolak kebijakan pemerintahnya, bahkan ada yang mendapat hidayah hingga memeluk Islam. Mereka menemukan makna hidup lewat perjuangan Gaza.
Kita yang jauh dari Palestina juga sedang diuji, bukan dengan bom dan peluru, tetapi dengan rasa peduli. Apakah kita masih tergerak menolong mereka dengan doa, harta, atau suara?
Sesungguhnya, ketika kita menolong Palestina, kita sedang menolong diri sendiri—menjaga iman agar tidak mati, hati agar tidak beku, dan ruh agar tetap hidup.
Sebuah Momen yang Membekas
Saya teringat pengalaman di Masjidil Haram saat umrah. Tiba-tiba seorang saudara mendekat, memeluk saya, dan berbisik dengan mata berkaca-kaca:
“Doakan Palestina. Tolong bantu mereka sebisamu.”
Pesan itu menancap kuat di hati. Ibu saya pun menggenggam tangan saya dan berpesan: “Doa itu senjata kita. Jangan pernah lelah mendoakan mereka.”
Sejak itu, setiap mendengar kabar Gaza, saya selalu teringat pelukan itu.
Palestina mengingatkan saya bahwa umat Islam adalah satu tubuh. Jika satu bagian sakit, seluruh tubuh merasakannya. Sayangnya, umat ini masih sering terpecah belah.
Sudah saatnya umat ini bangkit dan bersatu. Persatuan bukan sekadar slogan, melainkan kebutuhan mendesak. Tanpa persatuan, kita akan terus lemah, seperti buih di lautan.
Mungkin kita merasa kecil dan tak berdaya. Namun ingatlah, setiap doa yang dipanjatkan adalah cahaya yang Allah hitung. Setiap rupiah yang disedekahkan untuk Palestina menjadi saksi di hadapan-Nya. Setiap suara kebenaran yang disuarakan adalah bagian dari jihad lisan. Tidak ada yang sia-sia bila dilakukan ikhlas karena Allah.
Penutup
Saudara kita di Gaza terus bertanya: “Di mana umat Rasulullah?” Jawabannya ada pada kita: diam atau bangkit menjawab panggilan itu.
Semoga Allah menolong Palestina, menguatkan mereka, dan mengumpulkan kita semua dalam barisan orang-orang yang peduli. Semoga kita termasuk dalam doa rakyat Gaza, doa orang-orang teraniaya yang mustajab di sisi-Nya.
Palestina tidak menunggu kita dengan kekuatan, tetapi dengan kepedulian. Jangan biarkan doa kita kering, jangan biarkan hati kita beku. Karena di balik doa dan kepedulian itu, ada Allah yang Maha Mendengar.
Allahu Akbar!
Pelalawan, 18 Agustus 2025 [My]
Baca juga:

0 Comments: