Headlines
Loading...

 Oleh. Resti Ummu Faeyza

(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com — Memiliki penghidupan yang layak dan mencukupi merupakan harapan mayoritas masyarakat Indonesia saat ini. Ketimpangan antara kehidupan para pejabat dan rakyat jelata kian terlihat nyata, bak jurang yang menganga lebar. Kesempatan mendapatkan pekerjaan pun semakin sulit, sehingga masyarakat menyambut gembira setiap peluang yang muncul demi dapat menyambung hidup.

Seolah menjadi pahlawan bagi rakyatnya, pemerintah daerah mulai turun tangan untuk mengatasi permasalahan ini. Salah satu contohnya adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor.

Dalam rangka menekan angka pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat, Pemerintah Kota Bogor meluncurkan program padat karya bagi keluarga yang rentan terhadap kemiskinan. Program ini menyedot anggaran hingga 3,2 miliar rupiah. Dalam pelaksanaannya, sebanyak 100 warga dari empat kelurahan di Kecamatan Tanah Sareal akan mengikuti program ini, yaitu Kelurahan Cibadak, Mekarwangi, Kayumanis, dan Kedung Badak. Setiap kelurahan mengikutsertakan 25 orang.
(Pikiran-Rakyat.com, 23/7/2025)

Kegiatan yang dilakukan dalam program padat karya ini mencakup pembangunan dan rehabilitasi drainase atau saluran air yang kerap menimbulkan banjir serta tersumbat, pembersihan fasilitas umum, dan sebagainya. Berdasarkan data, terdapat total 1.700 warga se-Kota Bogor yang berpartisipasi dalam program ini.

Namun, program ini diperkirakan tidak akan berlangsung lama. Jenis pekerjaan seperti ini bukanlah pekerjaan yang memiliki nilai komersial, melainkan bersifat sosial dan mencerminkan kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Terlebih lagi, anggaran yang digunakan berpotensi terus membengkak tanpa menghasilkan dampak jangka panjang yang signifikan. Tidak realistis jika anggaran negara terus digunakan dan ditingkatkan hanya untuk menggaji masyarakat dalam program yang bersifat sosial ini. Apalagi, penghasilan yang diterima masyarakat dari program ini tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhan hidup mereka.

Pada dasarnya, masyarakat membutuhkan pekerjaan yang layak dan berkelanjutan agar dapat memenuhi seluruh kebutuhan pokok — bukan hanya makanan, tetapi juga pendidikan serta layanan kesehatan yang memadai. Sulitnya mendapatkan pekerjaan merupakan konsekuensi nyata dari sistem kapitalisme. Globalisasi telah membuka lebar kesempatan bagi tenaga kerja asing (WNA) untuk bersaing di dalam negeri, bahkan hingga menempati jabatan strategis. Akibatnya, rakyat lokal harus berjuang sendiri demi mendapatkan penghidupan di tanah airnya sendiri.

Kondisi ini bukanlah permasalahan parsial, melainkan terjadi secara sistemik. Tidak ada satu pun program pemerintah — baik di tingkat kota, provinsi, maupun pusat — yang benar-benar mampu menyelesaikan masalah ini secara menyeluruh. Lebih menyedihkan lagi, kekayaan alam Indonesia justru dikuasai oleh pihak asing dengan dalih investasi. Padahal, seharusnya bangsa ini belajar dari masa lalu, ketika sistem pemerintahan Islam memimpin rakyatnya dengan memberdayakan seluruh potensi kekayaan negeri tanpa campur tangan asing.

Dalam sistem tersebut, rakyat turut berperan dalam pengelolaan kekayaan alam, dan hasilnya pun dinikmati bersama. Negara menjamin daya beli serta kemampuan masyarakat untuk memenuhi seluruh kebutuhannya.

Semoga segala kesulitan yang dirasakan rakyat Indonesia saat ini menjadi titik tolak untuk kembali kepada sistem dan tatanan kehidupan yang berada di bawah naungan syariat Islam. Amin. [My]

Baca juga:

0 Comments: