Oleh. Artatiah Achmad
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Setiap orang tentu ingin menjadi pribadi yang lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Kita juga tidak mau terpuruk. Demikian pula dengan saya, saya pun ingin bangkit. Kebangkitan yang seperti apa sih? Kebangkitan di sini adalah mengubah taraf berpikir dari yang awalnya hanya memikirkan nafsu dunia, yaitu urusan perut dan di bawah perut, menjadi manusia yang memiliki pemahaman mendalam, menstandarkan segala sesuatu dengan Islam. Lantas, bagaimana dengan fakta masyarakat saat ini?
Masyarakat saat ini hidup di bawah bayang-bayang sistem kapitalisme sekuler. Tak heran jika standar kehidupan bahagia, bangkit atau terpuruk, terpuji atau tercela selalu dikaitkan dengan materi dan hal duniawi lainnya.
Ketika bicara tentang perbaikan diri, maka ada yang berusaha untuk memperbaiki diri dari sisi fisik saja. Dia ingin lebih baik penampilannya. Tak heran kalau dia rajin orahraga maupun mengatur pola makan, bahkan rela disakiti secara sengaja dengan melakukan operasi sedot lemak atau melakukan operasi bariatrik supaya mendapatkan body goals terbaik. Bahkan ada juga sengaja "oplas" alias operasi plastik demi memiliki wajah rupawan. Sehingga dengan melakukan hal itu dia menganggap akan punya daya tarik dan nilai ekonomi yang lebih.
Selain penampilan fisik, banyak orang juga berusaha banting tulang untuk meraih pundi-pundi rupiah, dolar, bahkan lantakan emas. Sah-sah saja banting tulang untuk menyambut rezeki, namun sebagai seorang muslim tentu kita mesti eling jangan sampai menembus batas syariat dari Allah Swt. Jangan sampai demi cuan rela menjadi maling berdasi. Astagfirullah, sungguh teganya-teganya. Di mana imanmu Sis, Bro, Om, Tante, Bapak, Ibu yang terhormat? Apakah kalian tidak beriman terhadap hari pembalasan yang penuh huru-hara?
Selain perbaikan secara fisik maupun finansial, banyak juga orang yang berusaha menata diri lebih baik lagi dalam masalah interaksi. Dia akan berusaha melakukan perbaikan hubungan dengan dirinya sendiri, hubungan dengan orang lain (masyarakat), bahkan hubungan dengan pencipta (Allah Swt.).
Rasulullah saw. mengingatkan kita semua bahwa "Barang siapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang beruntung, barang siapa yang hari ini sama dengan kemarin dialah tergolong orang yang rugi. dan bahkan, barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dialah tergolong orang yang celaka." (HR Al Hakim).
Berdasarkan hadis di atas, sebagai seorang muslimah, secara pribadi saya harus terus muhasabah diri jangan sampai tergolong kepada orang yang celaka. "Siapa itu orang yang celaka? Dia adalah orang yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin."
Di usia saya yang sekarang ini, usia yang tak muda lagi, tetapi insyaallah masih berjiwa muda ("ehm," tepok jidat). Selain rutin melakukan muhasabah diri, tentu saya memiliki resolusi agar hidup ini lebih tertata.
Bicara tentang resolusi, saya jadi ingat kajian dari Ustaz Dr. Ahmad Djalaluddin, LC., MA. Saat itu beliau menyampaikan materi yang berjudul "Sebaik-baik Hamba" (Ni'mal Al-Abdu). Masyaallah, banyak sekali pencerahan dari beliau. Beliau mengingatkan posisi kita sebagai hamba Allah. Ya, sebagai hamba yang diciptakan Allah Swt. sehingga apa pun yang kita lakukan maka orientasinya harus untuk Allah Swt., Tuhan semesta alam. Karena itu, resolusi yang insyaallah ingin saya usahakan di tahun 2025/ 1447 H, yaitu berusaha menjadi sebaik-baiknya hamba. Aamiin ya Allah, ridai langkah ini.
Di awal kajian, Ustaz Djalal mengingatkan kami dengan penggalan surah Al-Fatihah. "Iyyakana'budu wa iyyaka nasta'in" yang artinya "Hanya kepada Engkaulah kami menyembah, dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan."
Ayat tersebut senantiasa kita baca dalam setiap rakaat salat kita. Kita berjanji untuk senantiasa menyembah dan memohon pertolongan Allah. Namun, karena kejahilan kita kadang membuat kita lupa kepada hakikat penciptaan kita sebagai manusia. Berapa banyak aturan Allah yang sudah dilanggar? Bahkan mirisnya kadang merasa jemawa bahwa keberhasilan yang didapat itu karena usaha kita. Akhirnya kita tidak berusaha meminta tolong kepada Allah. Padahal kita tahu bahwa Allah Maha Rahman, Maha Rahim senantiasa begitu menyayangi hambanya. Rezeki diberi, doa dikabulkan, janji dipenuhi. Lantas, apa bakti kita kepada Allah? Apakah sudah optimal?
Suka atau tidak, kita adalah hamba Allah. Sebagai hamba, ternyata ada tingkatannya. Ada hamba yang unggul, ada yang sedang, dan ada juga hamba yang zalim. Jadi kita mau pilih yang mana, nih? Tentu kita berusaha memilih menjadi hamba yang unggul.
Rasulullah Muhammad saw. sebagai suri teladan terbaik sepanjang masa, jelas beliau menjadi sosok yang harus digugu ditiru. Selain Rasulullah, di dalam Al-Qur'an menyebutkan ada hamba yang unggul. Siapa saja? Dari sosok-sosok ini bisa kita contoh ya.
Pertama, Allah menyebutkan Nabi Ayub sebagai hamba yang unggul, sebagai sebaik-baiknya hamba. Allah berfirman:
وَخُذۡ بِيَدِكَ ضِغۡثًا فَاضۡرِبْ بِّهٖ وَلَا تَحۡنَثۡؕ اِنَّا وَجَدۡنٰهُ صَابِرًا ؕ نِعۡمَ الۡعَبۡدُ ؕ اِنَّـهٗۤ اَوَّابٌ
"Dan ambillah seikat (rumput) dengan tanganmu, lalu pukullah dengan itu dan janganlah engkau melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sungguh, dia sangat taat (kepada Allah). (QS. Sad: 44)
Nabi Ayub diberikan cobaan dengan kesulitan hidup dan penderitaan Karena sakit keras. Namun, Allah menyebut Nabi Ayub sebagai sebaik-baik hamba. Hal tersebut bukan tanpa alasan. Dalam menyikapi ujian hidup, Nabi Ayub senantiasa sabar dan ikhlas menerima ketentuan dari Allah. Beliau juga selalu bertawakal kepada Allah. Beliau juga senantiasa berzikir kepada Allah dalam kondisi lapang maupun sempit. Saat beliau sakit, beliau berdoa kepada Allah dengan doa yang sangat terkenal. Doa tersebut ada di dalam Al-Qur'an, surah Al-Anbiya Ayat ke-83:
وَاَيُّوۡبَ اِذۡ نَادٰى رَبَّهٗۤ اَنِّىۡ مَسَّنِىَ الضُّرُّ وَاَنۡتَ اَرۡحَمُ الرّٰحِمِيۡنَ
"Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika dia berdoa kepada Tuhannya, "(Ya Tuhanku), sungguh, aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang."
Kesabaran dan keikhlasan Nabi Ayub jelas sangat baik kita amalkan. Sebagai manusia biasa, saya akui kadang terlalu terburu-buru, kurang sabar. Padahal sabar itu hikmahnya begitu besar. Allah akan bersama orang-orang yang sabar (QS. Al-Baqarah: 153). Allah juga akan memberi pahala tak terhingga kepada orang sabar (QS. Az-Zumar: 10).
Sabar memang berat, namun insyaallah bisa diamalkan. Karena itu, setelah mentadabburi ayat-ayat tentang sabar, semoga saya bisa menjadi pribadi yang lebih bersabar di dalam menghadapi ujian hidup maupun dalam berinteraksi dengan orang saat berdakwah. Sabar ini menjadi resolusi hijrahku. Mudahkan, ya Allah. Aamiin.
Nabi Ayub digolongkan ke dalam sebaik-baiknya hamba karena beliau begitu taat kepada Allah Swt. Meski sakit dan diuji dengan kehilangan harta, sebagai hamba beliau selalu menjalankan kewajibannya.
Kata taat memang hanya terdiri dari empat huruf, cukup singkat. Meskipun singkat, taat ini maknanya berat. Taat seharusnya menjadi identitas yang melekat di dalam diri seorang muslim sehingga dia layak digolongkan menjadi hamba yang baik.
Dalam kajian Ahad di masjid dekat rumah, Ustaz Ageung Suriabagja, S.H.I, M.Ag. menjelaskan bahwa Rasulullah Muhammad saw. memiliki cita-cita menciptakan masyarakat yang taat. Karena itu, saat momentum Muharam 1447H, ustaz memberi penekanan tentang makna hijrah yang sesungguhnya.
Ustaz Ageung menjelaskan bahwa hijrah itu dalam rangka membentuk masyarakat yang baru sesuai cita-cita Rasulullah, yaitu masyarakat yang taat kepada syariat Rasul. Ada pertanyaan besar "Sudahkah kita seperti masyarakat yang dicita-citakan nabi (masyarakat di Madinah) atau kita tetap seperti masyarakat Mekah yg seperti batu?" Jika kita ingin seperti apa yang dicita-citakan Rasul, maka pilihan kita adalah berusaha tetap taat tanpa tapi, tanpa nanti dalam menjalankan syariat Allah.
Selain taat secara pribadi, sebagai seorang anak, seorang istri, juga seorang ibu dan anggota masyarakat. Maka saya punya kewajiban mengajak keluarga juga tetap taat kepada Allah. Karena itu, dakwah kepada keluarga ini menjadi prioritas saya di tahun ini. Jangan sampai saya aktif di luar namun anak-anak, suami, tetangga tidak diajak taat. Duh, miris sekali kan? Ya Allah, mudahkanlah hati, lisan, dan raga ini untuk senantiasa taat mengikuti ketentuan-Mu. Aamiin Allohumma aamiin.
Ni'mal al-Abdu berikutnya adalah Nabi Sulaiman. Allah menyebutnya di dalam Al-Qur'an, surah Sad ayat 30:
وَوَهَبۡنَا لِدَاوٗدَ سُلَيۡمٰنَ ؕ نِعۡمَ الۡعَبۡدُ ؕ اِنَّـهٗۤ اَوَّابٌ
"Dan kepada Dawud Kami karuniakan (anak bernama) Sulaiman; dia adalah sebaik-baik hamba. Sungguh, dia sangat taat (kepada Allah)."
Ketaatan Nabi Sulaiman kepada Allah tidak diragukan. Beliau diberi ilmu, kekayaan, bahkan kekuasaan. Ketiga hal tersebut menjadi kebanggan bagi manusia. Namun, segala yang menjadi kebanggaan itu tidak melalaikan Nabi Sulaiman. Beliau justru makin taat kepada Allah.
Nabi Sulaiman senantiasa mewujudkan pengabdian yg sesungguhnya kepada Allah. Itulah yang menjadikan nabi Sulaiman sebagai ni'mal abdu. Refleksi untuk diri sendiri, apakah diri ini sudah benar-benar mewujudkan pengabdian kepada Allah? Astagfirullah. Ya Allah, banyak banget dosa hamba ini. Maafkan hamba jika kurang mengabdi. Untuk suami saya, maafkan istrimu ini jika kurang bakti, untuk anak-anakku, maafkan ibumu ini jika kurang ilmu dalam membersamai kalian. Insyaallah ibu akan banyak belajar lagi dan mengamalkan ilmu yang didapat.
Bicara tentang ilmu, kadang ketika seseorang memiliki ilmu tinggi, jabatan tinggi, dia jadi lupa diri. Ada pesan ulama "Jangan sampai harta dan jabatan menjadikan kita menunda kewajiban kepada Allah sebagai pemberi rezeki. Jangan lupakan Allah!"
Nabi sulaiman juga memiliki kekuasaan. Beliau memanfaatkan kekuasaan untuk banyak ibadah kepada Allah. Kekuasaan juga penting. Pentingnya kekuasaan itu bisa mengajak orang untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dengan kekuasaan dan kekayaan bisa merealisasikan banyak jenis ibadah. Orang kaya juga kadang diikuti masyarakat. Jadi, jangan fobi dengan kekuasaan dan kekayaan jika dengan itu bisa makin mendekatkan diri kepada Allah.
Nabi Sulaiman ketika disibukan kekuasaan dia kembali kepada Allah dengan istigfar. Sahabat nabi juga ada yang seperti itu. Jadi, kita juga perlu melihat kembali ketika banyak disibukkan dengan kerjaan, keluarga, dan lain-lain. Jangan sampai kita lalai dari mengingat Allah. Untuk para pengusa negeri, semoga kalian bisa meniru nabi Sulaiman yang selalu mengingat Allah. Semoga kalian ingat kepada hisabnya Allah sehingga amanah dalam mengurus rakyat kalian. Berusaha menjalankan ketentuan Allah Swt. sebagai penguasa alam raya.
Alhamdulillah, di SSCQ saya merasa beruntung karena memiliki sahabat taat yang senantiasa mengingatkan saya agar selalu taat dan banyak mengingat Allah. Saya ditantang untuk istikamah menambah amalan sunnah baik itu zikir, tilawah, dan aneka amal kebajikan lainnya sehingga bisa menjadi penguat nafsiyah saya sebagai modal menjadi pengemban dakwah yang tangguh. Masyaallah, terima kasih sahabat surgaku semuanya. Semoga kita bisa berkumpul di surganya Allah dan menjadi sebaik-baiknya hamba. Semoga resolusi kita di tahun ini tercapai. Aamiin ya Robbal alamiin. [My]
Baca juga:

0 Comments: