Headlines
Loading...
Alarm Bahaya di Balik Kurikulum Berbasis Cinta

Alarm Bahaya di Balik Kurikulum Berbasis Cinta

Oleh: Ummu Zahra Fikr
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Hari ini Indonesia tengah menghadapi tantangan dalam pendidikan, yakni krisis kemanusiaan yang berakibat pada merebaknya sikap kebencian, intoleransi, dan kekerasan. Padahal, pada tahun 2045, Indonesia menargetkan tercapainya visi Indonesia Emas. Dengan hadirnya Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) yang digagas Kementerian Agama, diharapkan menjadi langkah strategis dalam aspek pendidikan. Tujuannya adalah mencetak generasi yang humanis, nasionalis, natural, toleran, serta menjadikan cinta sebagai prinsip dasar dalam kehidupan. Namun, benarkah Kurikulum Berbasis Cinta merupakan langkah strategis mengatasi masalah pendidikan, atau justru menambah masalah?

Demi menyajikan pendidikan Islam yang lebih humanis, inklusif, dan spiritual, Kementerian Agama meluncurkan KBC dalam ranah pendidikan Islam. Kurikulum baru ini berangkat dari berbagai masalah pendidikan yang terjadi, di antaranya: krisis kemanusiaan, intoleransi, dan degradasi lingkungan.

KBC diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran tinggi dengan menjadikan cinta sebagai fondasi dalam membangun peradaban. Dalam implementasinya, kurikulum ini akan diuji coba di 12 madrasah di berbagai provinsi dengan lima kali uji publik (khazanah.republika.co.id, 26/07/25).

Selanjutnya, ada panduan Kurikulum Cinta berupa buku pintar yang disusun oleh Kementerian Agama dan digunakan oleh setiap guru. Buku ini menjadi acuan dasar dalam proses belajar-mengajar, dengan tujuan agar nilai-nilai cinta terintegrasi tidak hanya dalam pelajaran agama, tetapi juga lintas pelajaran (kemenag.go.id, 24/07/25).

Sekilas, KBC terlihat indah. Pelajaran sekolah dikemas dengan konsep cinta, seolah tak ada masalah. Targetnya adalah agar kurikulum baru ini dapat diterima khususnya oleh generasi muda, yang notabene muslim. Lagi pula, hampir tak ada yang menolak jika pelajaran disampaikan dengan cinta, kasih sayang, dan nilai-nilai kemanusiaan. Hadirnya KBC di sekolah seolah menjawab semua permasalahan pendidikan.

Namun, jika ditelisik lebih dalam, kurikulum ini ternyata tidak cukup menyelesaikan masalah. Mengapa demikian?

Ide Pluralisme Merusak Akidah

Tanpa disadari, KBC sarat dengan ide pluralisme. Ide ini laksana bisa ular yang berbahaya bagi umat Islam, karena pemahaman pluralisme bertentangan dengan akidah dan syariat Islam. Ajaran bahwa semua agama sama adalah inti dari pemahaman pluralisme. Ini tentu alarm bahaya, karena keberagaman agama di negeri kita seolah dijadikan sumber masalah, bahkan Islam kerap disudutkan sebagai biang keladinya.

Lebih parah lagi, ide pluralisme yang merusak ini dibungkus rapi dengan kemasan cantik berlabel Kurikulum Berbasis Cinta. KBC dianggap obat penawar bagi masalah pendidikan, padahal justru racun yang merusak akidah umat.

Nuansa pluralisme dalam KBC begitu kental. Pendekatan pendidikannya melalui pengajaran keberagaman agama dan keyakinan di masyarakat, dengan tujuan menciptakan sikap saling menghormati dan menghargai. Dampaknya, generasi muda bisa bersikap lembut kepada nonmuslim dengan alasan cinta, tetapi justru bersikap keras kepada sesama muslim dan mudah diadu domba.

KBC membahayakan akidah generasi. Identitas muslim akan terkikis karena mereka sulit membedakan mana agama yang benar dan mana yang sesat. Umat pun enggan menjalankan Islam secara total karena takut dicap ekstrem atau radikal. Akibatnya, mereka tidak lagi bangga dengan keislamannya dan semakin jauh dari penerapan syariat Islam. Lebih buruk lagi, bisa jadi tidak ada lagi generasi penerus yang mendakwahkan Islam, sebab mereka menganggap semua agama sama-sama benar.

Tentu hal ini bertentangan dengan syariat dan dapat merusak akidah umat. Allah sudah menegaskan dalam Al-Qur’an, salah satunya QS. Ali Imran ayat 85:

“Barang siapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan di akhirat ia termasuk orang-orang yang rugi.”

KBC yang digagas Kementerian Agama bukanlah solusi, tetapi justru menambah masalah baru. Umat Islam seharusnya mendapatkan pengajaran yang utuh dari para pendidik, khususnya dalam ilmu agama. Sejak dini, generasi perlu ditanamkan akidah lurus, dengan mengenalkan bahwa agama yang benar dan diridai Allah hanyalah Islam. Bukan malah diombang-ambingkan dengan paham pluralisme yang menyesatkan.

Islam sebagai Solusi Segala Masalah

Islam mendudukkan toleransi sesuai batasan Al-Qur’an, di antaranya: pertama, keberadaan agama lain selain Islam tidak diakui kebenarannya. Ide-ide kufur seperti kapitalisme, sekularisme, dan pluralisme bukan dari Islam. Mengadopsinya termasuk kekufuran (QS. Ali Imran: 19, 85).

Kedua, dalam akidah dan syariat, tidak ada toleransi. Dalil qath‘i telah menegaskan hal ini. Contohnya: tidak ada toleransi untuk meninggalkan salat, puasa, zakat, menutup aurat, pergaulan bebas, berzina, atau ikut merayakan hari raya agama lain.

Ketiga, berinteraksi dengan non-Muslim dalam hal mubah diperbolehkan. Misalnya, jual beli atau kerja sama bisnis selama tidak bertentangan dengan syariat.

Islam adalah solusi sejati. Aturan Islam yang diterapkan secara total mampu menjawab setiap problem kehidupan, termasuk pendidikan. Islam mampu melahirkan generasi unggul dengan kepribadian cemerlang, melalui kurikulum berbasis akidah Islam, bukan berbasis pluralisme.

Cinta dalam pendidikan Islam harus melahirkan kebanggaan sebagai muslim, keberanian menyerukan kebenaran, keteguhan menegakkan hukum Allah, serta ketegasan menolak segala bentuk kezaliman.

Oleh karena itu, sudah jelas KBC adalah kurikulum yang berbahaya dan merusak akidah. Kini saatnya kita bangkit menolak KBC dan menggantinya dengan kurikulum Islam yang sahih—kurikulum yang menjelaskan secara rinci dan tegas bahwa Islam mengatur segala aspek kehidupan.

Wallahualam bissawab. [US]

Baca juga:

0 Comments: