OPINI
Refleksi Muharram 1447 H: Kebangkitan Ekonomi Keluarga
Oleh. Wilda Nusva Lilasari S. M.
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Bulan Muharram seperti bulan spesial kedua, setelah bulan Ramadan. Ramai-ramai umat Islam mengamalkan banyak amalan, mulai dari tanggal 1 Muharram dengan memanjatkan doa awal tahun, dengan harapan menjadi pribadi lebih baik dari sebelumnya, maupun dalam rangka untuk muhasabah diri.
Tak berhenti di pergantian tahun, umat Islam beramai-ramai mengingatkan untuk melaksanakan puasa sunah Tasu'a dan Asyura yang jatuh pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Di mana kedua puasa tersebut mengandung keutamaan dan mengandung momen penuh sejarah kemuliaan umat Islam. Hal ini merujuk pada HR. Abu Hurairah r.a., ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Puasa yang paling utama setelah Ramadan adalah puasa di bulan Allah, yakni Muharram. Dan salat yang paling utama setelah salat fardu adalah salat malam.”
Ironisnya, tahun baru Islam kini hadir bersanding dengan berbagai persoalan yang terus menimpa kaum muslim dengan masa depan yang kian suram. Mulai dari genosida di Palestina di tengah pengkhianatan pemimpin negeri-negeri muslim, terpuruknya ekonomi keluarga, PHK masal, daya beli masyarakat yang makin menurun, biaya pendidikan dan kesehatan terus meningkat, bahan pokok terus melonjak, hingga kesehatan mental yang dialami oleh anak hingga dewasa. Bahkan, banyak umat yang tidak lagi berselera menikah karena tuntutan ekonomi yang terus meninggi hingga memutuskan untuk childfree.
Mereka dalam posisi "jangankan memikirkan masa depan, bisa menyambung hidup beberapa hari ke depan saja sudah merasa bersyukur". Sangat suram bukan?
Tahun baru Islam, memang bisa menjadi momen untuk introspeksi bagi umat Islam seluruh dunia. Momen yang pas untuk berkaca pada peristiwa hijrah para wali Allah Swt. hingga menjadi titik awal terwujudnya umat paling mulia.
Umat Islam yang memiliki stempel resmi dari Allah Swt. sebagai khairu ummah (umat terbaik) tidak boleh terus dalam kepayahan yang berkelanjutan. Ketika umat Islam bersatu di bawah naungan Daulah Islam, umat Islam hidup dalam kesejahteraan, tersebar ke seluruh penjuru dunia dan Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Namun, mengapa hari ini predikat sebagai umat terbaik tak tampak nyata dalam kehidupan? Bukan karena umat Islam terdiri dari orang-orang bodoh, malas maupun perhitungan, hanya saja umat sengaja dipaksa untuk menjadi orang-orang yang hidup kesempitan, dipola di zona nyaman dan disodori kemewahan dunia. Mereka tidak menemukan teladan, bahkan metode untuk keluar dari kondisi keterpurukan.
Beberapa umat terbiasa untuk berputar-putar dengan solusi yang rumit, dengan usaha kecil dari mereka sendiri. Padahal, masalah yang dihadapi sangatlah besar, tidak sebanding dengan kekuatan yang dimiliki umat hari ini.
Persoalan ekonomi terkait perang dagang dunia, berimbas pada ruwetnya ekonomi setiap keluarga. Walau sudah menata pengeluaran, pengiritan banyak hal, uang terus keluar. Sekolah dan kesehatan biayanya mahal, karena liberalisme ekonomi, berhasil membuat ekonomi keluarga muslim kocar-kacir.
Liberalisme ekonomi merupakan strategi penjajahan gaya baru. Sistem (aturan) ini menjebak siapa pun. Sehingga, umat Islam hidup dalam kondisi sempit dan dikelilingi ketidakpastian. Inilah akar masalah dari kondisi buruk hari ini, sehingga umat Islam kehilangan kemuliaannya sebagai umat terbaik. Umat Islam menjadi umat terpuruk, karena makin jauh dari sistem Allah Swt.
Lantas, apa upaya yang harus dilakukan agar umat Islam bisa bangkit kembali?
Tidak lain dengan meneladani Rasulullah saw. dan para sahabat sebagai contoh dalam menghadapi kehidupan yang sulit. Modal keimanan yang powerfull adalah rahasia strategi Rasulullah saw. untuk mengubah kesulitan menjadi kemenangan demi kemenangan.
Di momen Muharram ini, mari kita letakkan sikap sebagai seorang muslim yang menyerahkan kehidupan esok atau masa depan di tangan Allah Swt. Maha Pencipta, sekaligus Maha Pengatur Kehidupan. Karena itulah, sikap seorang hamba yang harus bertawakal. Siapa saja yang bertawakal kepada Allah SWT. dia pasti akan memberikan kecukupan (kepada dirinya) lihat QS. Ath - Thalaq: 3.
Selanjutnya, tawakal ini harus melahirkan mindfullnes, yaitu pemikiran yang melahirkan pada keyakinan, bahwa setiap masalah atau segala macam kesulitan, pasti Allah Swt. akan memberikan jalan keluar, sehingga sikap seorang muslim dalam menghadapi sempitnya hidup hari ini dengan tetap berusaha bekerja yang halal lebih semangat, giat, bersyukur atas sedikit banyak yang diterima, mencari cara-cara jitu supaya Allah Swt. memberi jalan yang ia kehendaki. Dan selanjutnya, keimanan harus melahirkan kesadaran politik.
Salah satu cara Rasulullah dan para sahabat untuk menangani masalah adalah lewat kesadaran politik umat. Karena sempitnya hidup bisa jadi akibat dari kelalaian umat Islam dalam mencampakkan aturan Allah Swt. Oleh karena itu, diperlukan taubat masal dan berhijrah ke sistem Islam secara menyeluruh untuk keluar dari sempitnya hidup hari ini.
Sebagaimana Khalifah Umar bin Khattab, yang saat itu memimpin Daulah Islam, ketika menghadapi krisis pangan (paceklik) di Jazirah Arab. Salah satu kebijakan yang dibuat beliau adalah meminta wali mesir ‘Amr bin Ash, agar mengirim bantuan makanan dan sebagai kepala negara meminta seluruh rakyatnya untuk bertaubat, meminta ampunan dan muhasabah diri, barangkali musibah yang terjadi akibat doa orang terzalimi, baik dosa pribadi maupun karena dosa penguasa. Umar bin Khattab mengajak seluruh rakyatnya untuk tunduk kembali pada Allah Swt. dan mengajak rakyatnya untuk kembali yakin, bahwa Allah Swt. akan menolong dalam masa-masa sulit.
Dan cara untuk meraih kembali kemuliaan adalah dengan kembali kepada aturan Allah dan menerapkannya dalam kehidupan secara menyeluruh lewat sistem negara Islam, yaitu Khilafah Islamiah. Sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw dan para sahabatnya.
Karena di situ tertera bagaimana menata negara yang Allah Swt. minta. Sehingga, umat Islam bangkit, bertahan dan tumbuh dengan landasan keimanan. Karena keimanan inilah yang nantinya akan melahirkan kemenangan demi kemenangan, seperti yang telah dibuktikan Rasulullah saw dan para sahabat. Wallahualam bissawab. [US]
Baca juga:

0 Comments: