Headlines
Loading...
Cinta Tak Bertepi untuk Dua Malaikat Kecilku

Cinta Tak Bertepi untuk Dua Malaikat Kecilku


Oleh. Erna Kartika Dewi 
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Sorot cahaya mentari masih lembut saat aku duduk di tepi ranjang, menatap dua wajah mungil yang kini tak lagi sekecil dulu. Kalian, anak-anakku, bidadari kecilku yang kini perlahan tumbuh menjadi gadis remaja. Tak terasa waktu berjalan secepat ini. Rasanya baru kemarin aku mendekap mereka di dada, mengusap peluh di kening mereka saat demam menyerang, atau menyanyikan lagu nina bobo di tengah malam yang sunyi. Hari ini, mereka sudah mulai berbicara tentang mimpi, cita-cita, dan dunia yang ingin dijelajahi.

Alhamdulillah, Allah telah memberikan aku anugerah dua bidadari cantik dan salihah.
Meskipun terpaut usia yang lumayan jauh, tetapi mereka tumbuh menjadi anak-anak yang saling menyayangi antara satu dengan yang lainnya.

Aku akan memulai ceritaku dari sulungku. 
Teteh Bila, begitulah kami memanggilnya. Sulungku yang dilahirkan di Kota Bandung 19 tahun yang lalu adalah anak yang sangat baik dan lembut. Masih teringat olehku, ketika Teteh Bila masih berada dalam kandunganku, aku adalah istri yang sangat bergantung pada suamiku, segala sesuatu harus menunggu dan bersama dengan suami. Dan alhamdulillahnya suamiku bisa menuruti dan memenuhi semua itu. 

Sejak kecil, Teteh Bila tergolong anak yang sangat penurut dan tidak memusingkan aku sebagai orangtua. Bahkan, ketika kami harus berpindah-pindah karena mengikuti tugas ayahnya ke Bandung, Denpasar, hingga ke Manokwari Papua Barat pun Teteh Bila tetap menjadi pribadi yang benar-benar penurut dan tidak pernah membuatku marah. 

Hanya saja, ada satu penyesalan yang aku rasakan. Ketika membesarkan Teteh Bila dulu, aku belum paham tentang cara mendidik anak yang baik itu seperti apa, aku hanya berpikir bahwa dengan aku memenuhi semua kebutuhan dan keinginannya maka itu adalah kebahagiaan menurut versiku. Ketika Teteh berusia balita, sampai akhirnya mulai bersekolah di TK dan SD aku pun masih sibuk dengan aktivitasku sendiri. Saat itu aku memang bekerja dan sangat menikmati dunia kerjaku saat itu. 

Aku mulai tersadar ketika kami pindah ke Kota Sidoarjo. Di kota ini aku mulai belajar tentang ilmu parenting, mulai mengkaji Islam, dan  mempunyai aktivitas baru sebagai guru di sebuah Taman Kanak-kanak. 

Sejak itulah aku mulai menyadari bahwa selama ini ternyata aku banyak mengabaikan putri sulungku. Semua aku penuhi tapi aku tak pernah bertanya bagaimana hatinya. Atau sekadar mendengarkan keluh kesahnya dan membangun kedekatan selayaknya seorang ibu dan anak. 

Jujur, saat itu aku sangat menyesal. Ternyata bekerja dan menjadi seorang wanita karier adalah kesalahan terbesar yang pernah aku lakukan di sepanjang hidupku ini karena ternyata kesibukanku menimbulkan ruang kosong dalam hati anakku. Astaghfirullah, maafkan Bunda, ya, Teteh ....

Lain sulungku, lain pula bungsuku. 
Bungsuku ini lahir di kota Manokwari Papua Barat, 11 tahun yang lalu. Berbeda dengan Teteh, di kehamilan kedua ini aku merasa menjadi ibu yang lebih mandiri. Apa-apa aku lakukan sendiri karena memang pada saat itu aku harus hidup berjauhan dengan suamiku yang bertugas di luar pulau. Itulah yang membuat si bungsu yang kusapa dengan panggilan  "Adek" ini jauh lebih ekspresif ketimbang Tetehnya yang pendiam. 

Waktu pun berlalu, semenjak berada di Kota Sidoarjo, aku bertekad untuk menebus semua kesalahanku pada anak-anak. Kudampingi mereka setiap saat, kuperhatikan setiap tumbuh kembangnya dan aku selalu berusaha agar aku bukan hanya sebagai bunda mereka saja, tetapi aku pun bisa menjadi sahabat dan orang yang selalu dirindukan setiap saat oleh mereka.

Alhamdulillah saat ini Teteh dan Adek telah beranjak dewasa, telah tumbuh menjadi seorang remaja yang salihah. 
Dalam pandanganku, sulungku telah tumbuh menjadi pribadi yang dewasa, penyabar dan bijak. Teteh tumbuh menjadi anak yang dewasa melebihi usianya, Teteh selalu mengambil keputusan yang menenangkan hatiku dan juga ayahnya. Sosok anak pertama dan sosok seorang kakak yang bertanggungjawab benar-benar terlihat. Keputusannya untuk kuliah sambil bekerja pun adalah pilihannya sendiri tanpa ada paksaan dari aku maupun ayahnya.
Teteh juga menjadi teman curhatku saat ini, begitu pula sebaliknya. Setiap saat, ada saja yang selalu kami bahas dan kami obrolkan. Kami pun bisa tertawa bahkan menangis bersama.

Masyaallah, anakku sayang, terkadang aku merasa terharu ketika menyadari bahwa ternyata anak-anakku itu sudah besar. 

Sementara Adek, saat ini sudah duduk di bangku kelas 6. Meskipun karakter bungsunya tetap terlihat, tapi Adek juga banyak memberikan perubahan-perubahan yang luar biasa buatku. Bungsuku yang dulu selalu memelukku dan tak bisa tidur setiap kali genggaman tangan ini lepas dari tangannya, sekarang telah tumbuh menjadi seorang remaja yang sudah mulai bisa diandalkan.

Masyaallah tabarakallah. Lagi-lagi merasa tertegun dengan keberadaan anak-anakku saat ini. Aku sangat bangga, bahagia dan bersyukur memiliki mereka berdua. Ingin rasanya kuungkapkan semua rasa cintaku pada mereka seraya berkata:

Kepada anak pertamaku, Teteh Bila-ku Sayang ....
Teteh adalah cahaya pertama yang membuka mata Bunda tentang arti cinta tanpa syarat. Teteh yang membuat Bunda mengenal dunia baru bernama “Ibu”.
Teteh yang mengajari Bunda arti sebuah kesabaran saat Bunda masih belajar memahami tangisan Teteh, dan Teteh juga yang pertama kali mengucapkan kata “Unda” dengan suara lembutnya. 

Teteh adalah sosok anak yang lembut, penuh perhatian, penyabar dan selalu berusaha menyenangkan hati orang-orang di sekitarnya. 
Bunda selalu melihat cermin kebaikan dalam cara Teteh berbicara, menyikapi sesuatu, memperlakukan orang yang lebih tua, dalam cara Teteh memeluk adek, dan dalam cara Teteh membantu tanpa harus diminta.

Dan untuk anak keduaku, bungsuku sayang ....
Adek adalah kejutan manis yang membawa warna berbeda dalam hidup Bunda dan semuanya. Dengan tawa Adek yang lantang, sikap yang tegas, dan mata yang tajam menatap dunia, Adek membuat hari-hari Bunda menjadi lebih hidup dan berwarna. 

Adek yang membuat Bunda belajar bahwa setiap anak punya caranya sendiri untuk menunjukkan cinta. Adek sering terlihat keras, tapi di balik itu Bunda tahu hati Adek sangatlah  lembut, penuh kasih, dan begitu peduli. Adek mengajarkan Bunda bahwa cinta itu tidak selalu harus seragam, dan setiap anak memiliki keistimewaan yang harus dijaga.

Anak-anakku sayang ....
Setiap fase tumbuh kalian adalah pelajaran bagiku. Ketika kalian menangis karena jatuh, aku belajar menjadi lebih kuat. Ketika kalian tertawa karena hal-hal sederhana, aku belajar untuk bersyukur. Ketika kalian mulai bertanya tentang hal-hal besar di dunia, aku belajar untuk bijaksana. Dari kalian juga aku belajar tentang arti sabar dan pemaaf.

Tak ada buku panduan yang sempurna tentang bagaimana menjadi ibu, tetapi kalianlah guru terbaik dalam hidupku. 
Bagiku, kalian adalah jalanku menuju surga. 

Anak-anakku, kadang aku khawatir. Dunia di luar sana begitu luas dan kadang kejam. Tapi aku percaya, dengan bekal cinta, iman, dan nilai-nilai yang telah kita tanam bersama, kalian bisa menapaki jalan hidup dengan bijaksana. Tidak ada yang lebih aku harapkan selain kalian tumbuh menjadi perempuan yang kuat, berakhlak mulia, dan tidak pernah lelah untuk bersyukur terhadap semua karunia Allah.

Rasulullah saw. bersabda, "Apabila anak adam (manusia) telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya darinya, kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah (sedekah yang pahalanya terus mengalir), ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang selalu mendoakannya.” (HR Muslim).

Teteh dan Adek ...
tumbuhlah menjadi anak yang salihah, yang sukses dunia akhirat dan terus mencintai Ayah dan Bunda di sepanjang hidup kalian. Karena ketika Ayah dan Bunda sudah tidak adalagi di dunia ini, hanya doa kalianlah yang Ayah dan Bunda harapkan.

Teteh dan Adek ....
Maafkan jika selama ini Bunda belum menjadi sosok ibu yang sempurna.  Terkadang amarah itu masih menghampiri Bunda, terkadang nada tinggi itu masih ada atau mungkin Bunda terlalu sibuk hingga tidak mendengarkan cerita kalian dengan sepenuh hati.  Tetapi satu hal yang tidak pernah berubah, cinta Bunda pada kalian tidak pernah berkurang sedikit pun. Setiap tetes air mata, setiap lelah, setiap usaha adalah bukti bahwa kalian adalah harta terindah yang Allah titipkan pada Bunda.

Hari ini, Bunda ingin Teteh dan Adek tahu bahwa kalian adalah alasan mengapa Bunda tetap kuat, tetap semangat, dan tetap tersenyum meski hidup tak selalu mudah. 
Dalam setiap sujud Bunda, nama kalian selalu disebut. Dalam setiap langkah Bunda, kalian adalah tujuan. Dan dalam setiap tangan Bunda yang menengadah kepada Allah, ada doa yang dipanjatkan agar Allah selalu menjaga kalian, menuntun kalian dalam kebaikan, dan memberkahi setiap langkah kalian. Ada banyak jutaan doa yang Bunda panjatkan untuk Teteh dan Adek, jutaan doa yang tidak bisa Bunda ungkapkan dengan kata-kata.

Terima kasih telah hadir dalam hidup Bunda, ya, Teteh dan Adek. Terima kasih telah menjadi anak-anak yang luar biasa. Terima kasih telah mencintai Bunda meskipun Bunda belum sempurna.

Wahai dua bidadari salihah Bunda, kelak saat kalian tumbuh dewasa, ingatlah bahwa ada Bunda yang akan selalu menjadi rumah untuk pulang, yang selalu menyediakan telinga untuk mendengar setiap cerita dan keluh kesah kalian, dan hati yang tak pernah lelah mencintai kalian.

Ada Bunda yang selalu menanti kedatangan kalian dengan cinta dan syukur yang tak pernah habis. Wallahu alam bishowab. [ry].

Baca juga:

0 Comments: