Oleh. Ummi Zubair
(Pegiat Literasi Islam)
SSCQMedia.Com—Di telinga kita sering terdengar pejabat melakukan korupsi. Elit berdasi yang mengambil uang di mana seharusnya milik rakyat. Pembahasan kita kali ini terkait dua sobat karib yang terkategori kejahatan dalam dunia pemerintahan yakni korupsi dan kolusi. Kedua tindakan ini sekarang sedang marak dilakukan di negara berkembang. Salah satunya Indonesia.
Terkuak kasus korupsi oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) yang melibatkan Wilmar Group serta anak perusahaannya. Kejagung berhasil menyita dana sebesar Rp 11,8 triliun terkait izin ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya pada tahun 2022. Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Sutikno, mengungkapkan terkait lima perusahaan di bawah Wilmar Group yang mengembalikan uang tersebut. Wilmar group yang didirikan pada 1 April 1991 di Singapura oleh Kuok Khoon Hong dan Martua Sitorus, diduga memuluskan proses izin ekspor CPO ke beberapa negara dengan menyuap beberapa pihak pemerintahan. Maka hal ini bagian dari kolusi. Inilah kapitalis besar yang seolah menjadi pengatur di negeri ini.
(beritasatu.com,18-06-2025).
Kolusi dan Korupsi
Kolusi adalah bentuk tindakan pemberian atau penerimaan sesuatu, seperti uang atau fasilitas, sebagai "pelicin" untuk memuluskan urusan. Kali ini kolusi terjadi antara elit pemerintahan dengan korporasi.
KKN singkatan dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme adalah hal yang sangat merugikan negara. Semua tindakan tersebut berujung kepada menguntungkan kepentingan sebagian orang dan merugikan kepada hak sebagian besar rakyat sebuah negeri. Jika tindakan ini berkelanjutan dari tahun ke tahun tanpa penurunan kuantitasnya maka semakin menambah penderitaan rakyat.
Sistem hidup Demokrasi ini memberi ruang bebas untuk segala manusia berkreasi demi memuluskan keinginannya. Terlebih karena sistem Demokrasi menganut ideologi Kapitalisme sekuler. Ideologi yang tolak ukur kebahagiaan dan sukses manusia di dalamnya adalah tercapainya pemenuhan materi.
Kehidupan transaksional sehari-hari Allah tidak boleh ikut campur. Karena manusia punya HAM yang diletakkan tidak pada tempatnya. Dan justru menjadi legalitas bebas berbuat, berekspresi, bebas mengambil hak milik orang, dan lain sebagainya. Terbukti dengan mudahnya negara melalui kementeriannya jual beli pulau di Indonesia khususnya. Padahal secara zatnya benda tersebut bukan diciptakan Allah untuk konsumsi pribadi. Di dunia sekuler Kapitalisme itu real adanya. Begitulah paham ideologi rusak dan merusak ini.
Penyebab dan Solusinya
Erika Evida (2003) menjelaskan berdasarkan analisisnya terhadap pendapat para pakar peneliti korupsi seperti Singh (1974), Merican (1971), Ainan (1982). Hal yang menjadi penyebab korupsi adalah 3 (tiga) faktor berikut : Pertama, gaji rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan, administrasi yang berjalan lamban dan lainnya.
Kedua, budaya warisan pemerintahan kolonial. Ketiga, sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara tak halal, tak ada kesadaran bernegara, serta tak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh pejabat pemerintah. Untuk penyebab terjadi masalah kolusi juga hampir sama seperti korupsi.
Saat kita analisa sebab-sebab di atas, ternyata hanya sebab cabang yang berakar dari menipisnya akidah (keimanan) dalam diri individu, masyarakat serta para pejabat negaranya. Mereka lalai akan pentingnya pengaturan seluruh kehidupan dengan campur tangan Allah. Padahal pencegahan KKN (Korupsi, Korupsi, Nepotisme) tersebut sebuah keniscayaan jika dilakukan skema yang benar.
Pertama, individu dibina oleh sekolah dengan kurikulum berbasis akidah Islam. Terutama penguatan pembinaan aqliyah (akal) dan nafsiyah (nafsu) Islamiyah. Aqliyah misalnya pembelajaran terhadap pembagian hak milik. Uang negara di kas negara adalah hak milik umum. Dilarang untuk digunakan pribadi. Pembinaan nafsiyah, salah satunya membentuk sifat qanaah (merasa cukup) di dalam diri agar menjadikan harta adalah jembatan menjemput akhirat.
Hal terpenting yang menjadi garis besar negara sudah harus melirik pada pengaturan hidup berbasis syariah. Baik pengaturan sosial, politik, ekonomi, pergaulan. Nah tentunya untuk membasmi sifat rakus dan boros pejabat negeri maupun rakyat lainnya ekonomi harus sudah mapan setiap individunya.
Kedua, masyarakat berusaha menasihati melalui wadah majelis umat ketika ada hal yang mencurigakan. Ada mungkin pejabat yang kaya mendadak misalnya. Atau kasus kejahatan yang seolah pidananya tidak adil. Khawatir menjurus ke arah korupsi serta kolusi.
Ketiga, setelah semuanya berjalan dengan optimal. Adakan hukuman yang adil untuk tindak pidana korupsi dan kolusi di negeri tersebut. Hukuman untuk koruptor masuk kategori ta’zir, yaitu hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim. Bentuknya mulai dari yang paling ringan, semisal nasehat atau teguran, sampai yang paling tegas, yaitu hukuman mati. Berat ringannya hukuman tersebut ditentukan dengan berat ringannya kejahatan. (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 78-89). Wallahualam bissawab. [ry].
Baca juga:

0 Comments: