Oleh. Aprilya Umi Rizkyi
(Komunitas Setajam Pena)
SSCQMedia.Com—Ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang kelima. Adapun hukum dalam pelaksanaannya adalah wajib bagi yang mampu. Baik secara fisik, keamanan, maupun finansial. Namun, meskipun setiap tahun jemaah haji yang berangkat dari negeri kita tercinta ini jumlahnya ribuan, masih saja terjadi berbagai problematika yang harus dihadapi oleh para jemaah haji.
Wakil Ketua DPR sekaligus Ketua Timwas Haji Cucun Ahmad Syamsurijal memperhatikan berbagai persoalan mendasar yang dihadapi oleh jemaah haji Indonesia. Adapun evaluasi ini difokuskan pada beberapa aspek, seperti layanan pemondokan; keterlambatan distribusi kartu nusuk; kesiapan Armuzna; serta standar layanan konsumsi, transportasi, dan kesehatan.
Antara.com memberitakan pada Senin, 3 Juni 2025, bahwa menurut Cucun, “Ibadah haji adalah proses ritual yang rumit, membutuhkan persiapan matang, kerja keras, dan koordinasi lintas lembaga.” Oleh karena itu, Cucun merasa perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sejumlah persoalan yang masih dihadapi jemaah.
Adapun berbagai problematika yang dihadapi oleh para jemaah haji, antara lain terbatasnya tenda, sarana dan prasarana kesehatan, konsumsi, kartu nusuk yang digunakan untuk masuk ke Masjidilharam, dan transportasi.
Ternyata dalam rapat tersebut ditemukan hal lain yang muncul, yaitu keterlambatan pencetakan dan penyaluran kartu nusuk, yang menjadi salah satu syarat masuk ke Masjidilharam. Akibatnya, banyak anggota jemaah kehilangan kesempatan beribadah di masjid suci.
Cucun berkata bahwa salat di Masjidilharam memiliki keutamaan luar biasa, sayangnya banyak jemaah kita kehilangan momen itu karena belum memiliki kartu nusuk. Ini harus menjadi perhatian penting.
Novita Wijayanti, seorang anggota Tim Pengawas Haji DPR, memberi peringatan agar pelayanan transportasi jemaah haji Indonesia dapat dipersiapkan secara benar, khususnya dalam penggunaan bus menuju Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Dengan harapan para pengemudi juga diberikan imbauan dan saran untuk menunggu para jemaah, jangan sampai tertinggal dan waktunya terlalu lama menunggu.
Dari berbagai macam problematika yang dihadapi oleh jemaah haji Indonesia hendaklah negara kita tercinta ini bisa belajar dan mengambil hikmahnya, agar problematika tersebut tidak terulang lagi di pelaksanaan ibadah haji tahun depan.
Jika kita pahami lebih dalam lagi, sejatinya problematika haji ini tidak hanya masalah teknis dan aturan dari pihak luar yaitu Arab Saudi semata. Namun lebih dari itu, paradigma pengurusan haji yang di mana negara berlepas tangan di dalamnya.
Selama ini ibadah haji hanya dipandang sebagai urusan administrasi dan bukan dimaknai sebagai kewajiban negara untuk melayani urusan agama rakyatnya secara menyeluruh, maka berbagai masalah akan terus berulang kembali.
Apalagi ketika sistem pengelolaan haji lebih mengutamakan urusan profit/keuntungan bisnis dan administratif, maka pelayanan yang seharusnya menjadi amanah negara justru berubah menjadi beban negara.
Hal ini terjadi tak lain karena negeri kita tercinta ini masih setia menerapkan sistem kapitalis-sekuler ditambah negara berlepas tangan dalam kepengurusan haji sebagai salah satu pelayanan yang harus diberikan kepada rakyatnya.
Ibadah haji merupakan momen suci dan penuh kekhusyukan, justru harus berhadapan dengan sistem komersialisasi, biaya yang terus naik, dengan pelayanan yang hanya ala kadarnya. Hingga lahirlah berbagai skema bisa nonreguler yang rawan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Hal ini sejatinya menunjukkan bahwa kapitalisme tak layak mengatur umat Islam.
Islam meletakkan ibadah haji sebagai salah satu dari rukun Islam yang wajib dilakukan oleh seluruh umat Islam yang memiliki kemampuan fisik, keamanan perjalanan dan finansial. Seperti firman Allah Swt. pada surah Ali 'Imran ayat 97.
Oleh karena itu, maka masalah haji ini bukanlah masalah individu dan teknik semata, namun hal ini merupakan urusan publik yang memerlukan pengaturan sistemik dari negara.
Di dalam Islam, negara diposisikan sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Maka sudah semestinya ibadah haji dilakukan dengan proposional, amanah, dan memudahkan umat. Negeralah yang mengurusi berbagai macam keperluan jemaah. Mulai dari transportasi, akomodasi, administrasi, kesehatan hingga menjamin keamanan serta kekhusyukan jemaah melaksanakan ibadah haji.
Adapun pengelolaan dana dengan paradigma pelayanan, bukan komersialisasi. Hal ini merupakan bukti nyata dari tanggung jawab negara. Selain itu negara juga akan menyiapkan birokrasi yang efisien, mekanisme terbaik, dan pelayanan premium bagi jemaah.
Pelayanan yang sempurna ini hanya akan terwujud dengan adanya sistem Islam yang menerapkan hukum Islam yaitu Khilafah. Dengan sistem keuangan yang kuat dan stabil. Pendanaan didapatkan dari pos-pos harta yang jelas, sah, dan melimpah ruah jumlahnya. Misalnya kharaj, jizyah, fai, zakat, ganimah, dan pengelolaan harta milik umum yang dikelola oleh negara untuk kepentingan umat. Oleh karena itu, maka negara akan memberikan layanan terbaik untuk jemaah haji tanpa membebani rakyatnya dan tidak tergantung dengan pihak swasta. [Ni]
Baca juga:

0 Comments: