Nasionalisme dan Negara Bangsa: Penghalang Nyata Pembebasan Palestina
Oleh. Isma Adiba
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Aksi Global March to Gaza (GMTG) yang digelar pada pertengahan Juni 2025 kembali menggugah kesadaran umat akan penderitaan berkepanjangan rakyat Palestina. Aksi solidaritas ini melibatkan puluhan aktivis dari berbagai negara, termasuk Indonesia, yang berusaha menerobos blokade Israel melalui perbatasan Rafah di Mesir. Namun, langkah mereka terhenti. Pemerintah Mesir menolak akses dan mendeportasi para peserta GMTG. Para aktivis dari berbagai negara ditahan dan tidak diberi izin melanjutkan perjalanan menuju Gaza (kompas.tv, 14-6-2025).
Bukan hanya di perbatasan Rafah, aksi dukungan serupa juga berlangsung di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Warga kota Jakarta menggelar aksi “Global March to Gaza” di kawasan Bundaran HI, menyuarakan kemarahan atas kekejaman Israel dan blokade yang membinasakan rakyat sipil di Gaza. Sayangnya, semua aksi ini terhenti pada satu tembok tak kasat mata: Nasionalisme.
Fakta bahwa negeri-negeri muslim justru ikut menutup perbatasan menuju Gaza menunjukkan bahwa Nasionalisme dan konsep negara bangsa (nation state) sebagai penghalang utama bagi bantuan kemanusiaan menuju Gaza (republika.co.id, 15-6-2025).
Nasionalisme adalah warisan kolonial Barat yang telah memecah-belah umat Islam sejak kehancuran Khilafah Utsmaniyah pada tahun 1924. Lewat perjanjian-perjanjian kolonial, umat Islam dipecah menjadi lebih dari 50 negara berdasarkan batas buatan dan kepentingan penjajah. Identitas umat sebagai satu kesatuan (ummatan wahidah) perlahan digantikan oleh ikatan suku, bangsa, dan wilayah. Akibatnya, loyalitas terhadap saudara seiman dikalahkan oleh loyalitas kepada bendera dan paspor.
Negara-negara muslim yang seharusnya menjadi pelindung Gaza justru memilih bersikap netral atau bahkan berpihak pada kepentingan negara-negara adidaya seperti Amerika Serikat. Mesir, yang berbatasan langsung dengan Gaza, bukan hanya menutup pintu perbatasan Rafah, tapi juga menjaga keamanan Israel dengan dalih diplomasi dan stabilitas nasional. Ini menunjukkan bahwa Nasionalisme telah mematikan nurani penguasa, menjadikan mereka lebih takut pada tekanan internasional daripada pada pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt.
Umat Islam harus memahami bahwa penderitaan rakyat Palestina bukan hanya soal kemanusiaan, melainkan masalah politik yang membutuhkan solusi politik pula. Selama umat Islam tetap terkotak-kotak dalam sistem negara bangsa, mereka tidak akan pernah mampu bersatu dan bertindak tegas terhadap penjajahan zionis. Harapan untuk menyelesaikan konflik Palestina hanya akan menjadi angan-angan jika umat masih menaruh harapan pada lembaga-lembaga internasional yang terbukti gagal membela Palestina.
Solusi nyata atas tragedi Palestina adalah kembalinya institusi pemersatu umat, yakni Khilafah Islamiah. Hanya dengan kekuatan politik tunggal, umat Islam bisa bersatu dan menghapuskan penjajahan, termasuk di Palestina. Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu adalah perisai; umat berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR. Muslim). Hadis ini menegaskan bahwa hanya dengan keberadaan pemimpin Islam yang sah, umat bisa memiliki kekuatan nyata untuk melindungi dirinya dan membebaskan wilayah yang tertindas.
Sudah saatnya umat Islam tidak hanya bersedih atau terjebak dalam retorika kemanusiaan. Umat harus mengambil langkah aktif bergabung dengan gerakan politik Islam yang konsisten, ideologis, dan yang menyerukan tegaknya kembali Khilafah. Gerakan ini bukan sekadar aktivisme, tapi juga perjuangan untuk mengembalikan Islam sebagai aturan hidup yang menyeluruh (kafah), yang menjamin kehormatan, kemuliaan, dan perlindungan umat di manapun berada.
Krisis di Palestina adalah cerminan dari krisis sistematik di dunia Islam. Selama Nasionalisme masih dijadikan landasan negara dan batas buatan penjajah dipertahankan, maka Gaza akan terus dikepung, dan umat islam akan terus tercerai.
Inilah waktunya untuk kita meninggalkan sistem ideologi warisan kolonial dan kembali kepada ideologi Islam sebagai solusi, bukan hanya untuk Palestina, tetapi untuk seluruh negeri-negeri kaum Muslimin. Wallahualam bissawab. [ry]
Baca juga:

0 Comments: