Headlines
Loading...
Genosida di Hari Raya,Saat Kemanusiaan Hancur

Genosida di Hari Raya,Saat Kemanusiaan Hancur


Oleh. Sulis Setiawati, S.Pd.
(Aktivis muslimah)

SSCQMedia.Com—"Dan mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah di antara laki-laki, perempuan dan anak-anak?" (QS. An-Nisa: 75)

Hingga hari ini, penjajahan zionis terhadap Palestina masih terus berlangsung tanpa henti. Serangan brutal tanpa tebang pilih, mulai dari orang dewasa hingga bayi-bayi yang bahkan belum mengerti dunia. Iduladha 1446 H beberapa waktu lalu, serangan militer Isr4el tetap berlanjut, bahkan saat umat Islam di seluruh dunia tengah merayakan hari suci. Menurut laporan Al Jazeera (9/6/2025), serangan udara Isr4el kembali menargetkan kamp pengungsi di Rafah, menewaskan puluhan warga sipil, termasuk anak-anak dan bayi. Bagi zionis, menjadi bayi muslim keturunan Palestina adalah “dosa” yang cukup untuk dihukum mati. Mereka bahkan masih menggunakan taktik kelaparan sebagai senjata pembunuhan massal, dengan memblokade bantuan kemanusiaan dan menghancurkan fasilitas vital. Ini adalah wajah genosida sistematis yang berlangsung di depan mata dunia. 

Ironisnya, dunia memilih bungkam. Negara-negara besar yang mengklaim diri sebagai pembela HAM justru pasif, bahkan beberapa mendukung secara langsung atau tidak langsung kejahatan Isr4el. Lebih miris lagi, para penguasa-penguasa negeri muslim hanya berhenti pada kecaman Isr4el. Belum ada negara muslim saat ini yang mengirim pasukan militer untuk membebaskan Palestina dari penjajahan zionis. Semua pembelaan masih terhenti pada kecaman, bantuan sipil, atau diplomasi. Ini menunjukkan ketergantungan penuh pada sistem dunia saat ini, yang diatur oleh kepentingan politik dan ekonomi global—bukan solidaritas akidah atau kemanusiaan sejati.

Matinya rasa kemanusiaan ini tidaklah muncul begitu saja. Ini buah dari sistem kapitalisme global yang menjadikan materi sebagai nilai tertinggi. Dalam pandangan kapitalisme, kemanusiaan hanya penting selama memberi keuntungan. Nasionalisme sempit yang ditanamkan oleh penjajah Barat juga turut menyumbang kebisuan umat Islam, karena masing-masing negara hanya memikirkan batas wilayahnya sendiri. Padahal Rasulullah saw. bersabda, “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya (dalam kesusahan).” (HR. Bukhari dan Muslim). Maka, diamnya para pemimpin muslim terhadap penderitaan Palestina adalah bentuk pengkhianatan terhadap ukhuah islamiah. 

Adapun sikap peduli dari negeri-negeri lain dalam bentuk bantuan kemanusiaan atau diplomasi sejatinya tidak cukup dan bahkan bukan pertolongan sejati yang saudara-saudara Palestina butuhkan. Yang mereka butuhkan adalah kekuatan militer yang siap membebaskan Palestina dari penjajahan. Namun, jihad sebagai solusi tidak dapat terwujudkan oleh individu atau kelompok. Diperlukan kekuatan negara yang menerapkan Islam secara menyeluruh. Terlebih hari ini, jihad mustahil diwujudkan karena para penguasa justru tunduk pada kekuatan Barat dan menjalin hubungan mesra dengan penjajah Yahudi. Mereka lebih takut kepada tekanan ekonomi dan politik daripada takut kepada Allah Swt. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: