Headlines
Loading...
Vasektomi: Kado Pahit dari Gubernur untuk Rakyat Miskin

Vasektomi: Kado Pahit dari Gubernur untuk Rakyat Miskin

Oleh. Indri Wulan Pertiwi
(Aktivis Muslimah Semarang)

SSCQMedia.Com—Wacana kebijakan kontroversial kembali mencuat di tengah berbagai kesulitan yang tengah dialami masyarakat. Alih-alih mengatasi akar permasalahan kemiskinan dan ketidakadilan, wacana kebijakan tersebut justru menempatkan individu sebagai objek yang harus dikendalikan dan diatur, bukan sebagai subjek yang berdaulat dan bermartabat.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, tengah mempertimbangkan kebijakan baru yang mewajibkan penerima bantuan sosial di Jawa Barat untuk mengikuti program Keluarga Berencana (KB), terutama vasektomi bagi pria. Beliau menjelaskan dalam pertemuan koordinasi kesejahteraan rakyat di Pusdai Jabar bahwa kebijakan ini bertujuan mencegah penumpukan bantuan pemerintah pada keluarga dengan jumlah anggota yang "tidak terkendali" (kompas.tv, 29/04/2025).

Wacana kebijakan vasektomi sebagai syarat penerima bantuan sosial dan beasiswa di Jawa Barat mencerminkan ketidakpekaan pemimpin terhadap permasalahan yang melanda negeri ini. Kebijakan yang diusung oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, bukan hanya keliru secara moral, tetapi juga mencerminkan pandangan yang dangkal terhadap akar masalah kemiskinan dan kesejahteraan rakyat. Yang notabene adalah imbas dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang mendominasi negara ini.

Sistem ini dibangun atas dasar keuntungan individual dan kompetisi liar, sehingga tidak mampu menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Sebaliknya, sistem ini menciptakan kesenjangan yang lebar antara kelompok kaya dan miskin, membuat banyak orang terjebak dalam lingkaran kemiskinan dan kesulitan hidup.

 Lebih parahnya, wacana kebijakan ini muncul dari paradigma sekuler yang telah memisahkan urusan kehidupan dari tuntunan agama, sehingga dalam menyelesaikan masalah kemiskinan lebih memprioritaskan pengendalian populasi daripada menyingkirkan sistem bobrok tersebut.

Oleh karena itu, masalah ini bukan hanya soal teknis keluarga, melainkan soal paradigma. Paradigma yang menganggap manusia sebagai beban, bukan anugerah dari Tuhan. Paradigma yang melihat kehidupan manusia dari sudut pandang ekonomi semata, melupakan nilai-nilai spiritual dan moral yang melekat pada setiap jiwa.

Vasektomi atau sterilisasi pria menurut ahli urologi adalah prosedur pemotongan dan pengikatan saluran sperma. Mengutip dari laman resmi BKKBN, terdapat penjelasan tertulis mengenai kelemahan vasektomi yaitu bersifat permanen. Oleh karenanya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara tegas menfatwakan bahwa vasektomi haram karena merupakan bentuk sterilisasi permanen.

Hal ini kian membuktikan adanya ketidakadilan melekat pada wacana kebijakan tersebut. Di mana rakyat yang sudah berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di tengah kesulitan ekonomi, dipaksa untuk mengambil langkah drastis hanya demi mendapatkan bantuan yang seharusnya merupakan hak mereka. Terlebih, sudah menjadi kewajiban negara untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya, dan bukan menyalahkan mereka atas kondisi yang tidak ideal.

Dalam perspektif Islam, anak adalah anugerah dari Allah, dan rezekinya telah dijamin oleh-Nya. Oleh karenanya, berpikir menekan jumlah anak sebagai solusi masalah ekonomi jelas menyimpang dari ajaran Islam. Sebab Islam menghargai keberlangsungan generasi sebagai kehormatan umat, dan menegaskan pentingnya memperlakukan anak sebagai anugerah yang harus dilestarikan, sesuai dengan tuntunan yang diberikan oleh Rasulullah saw..

Dan untuk mengatasi masalah kesejahteraan, Islam sebagai agama sekaligus ideologi yang sempurna, memiliki berbagai aturan mengenai segala aspek kehidupan, termasuk dalam masalah ekonomi. Lebih lanjut, Islam menyerahkan tanggung jawab besar kepada negara dalam memenuhi kebutuhan dasar seluruh warga negaranya, baik muslim maupun nonmuslim. Dengan bersandar pada sabda Rasulullah saw. bahwa, ”Imam (Khalifah/pemimpin) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam sistem ekonomi Islam, regulasi disusun berdasarkan prinsip syariat, tanpa ruang bagi pemodal untuk memengaruhi pembuatan hukum. Sistem ini menekankan keadilan dalam distribusi kekayaan dan menjamin pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap individu. Negara Khilafah juga berperan aktif dalam menyediakan lapangan kerja. Adapun sistem moneter dalam Islam menggunakan standar emas dan perak, dengan tujuan menjaga nilai uang yang stabil dengan melarang praktik riba serta transaksi keuangan spekulatif.

Sehingga APBN dalam negara Islam tidak bergantung pada pajak dan utang riba, melainkan diperoleh dari sumber pendapatan seperti ganimah, _kharaj,_ usur, harta milik umum, dan lainnya. Adapun pajak hanya dikenakan kepada penduduk kaya secara temporer, bukan pada badan usaha, hingga mendorong efisiensi biaya produksi dan menciptakan pertumbuhan lapangan kerja yang signifikan. Melalui implementasi ini, akan tercipta kesejahteraan yang merata bagi semua masyarakat.

Oleh karena itu, wacana vasektomi sebagai syarat bansos bukan hanya salah secara kebijakan, tetapi juga menyimpang dari nilai-nilai agama. Ini bukan soal administrasi, tetapi pilihan antara tunduk pada hukum Allah atau logika semu sistem kapitalisme yang terbukti gagal menyejahterakan manusia.

Maka solusi yang benar dalam menyelesaikan masalah ini, adalah dengan menata kembali sistem kehidupan dengan sistem yang sahih, yaitu Khilafah, yang akan memperkuat peran negara dalam menjamin kesejahteraan rakyat. Wallahualam bissawab. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: