Oleh. Kikin Fitriani
(Aktivis Muslimah)
SSCQMedia.Com—Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan inisiatif global. Faktanya tidak semua negara berhasil menjalankan program sejenis MBG. Dugaan keracunan massal MBG kembali mencuat. Berdasarkan perkembangan kasus hingga 9 Mei 2025, tercatat 210 siswa diduga keracunan akibat mengonsumsi MBG di kota Bogor. Jumlah korban tersebut dari delapan sekolah, 34 siswa menjalani rawat inap, 47 siswa menjalani rawat jalan, selebihnya 129 siswa mengalami keluhan ringan (cnnindonesia.com, 11/5/25).
Sejak Januari 2025, sejumlah kasus keracunan massal turut mewarnai kebijakan populis pemerintahan Prabowo Subianto di berbagai wilayah, seperti di Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah, Kabupaten Empat Lawang Sumatera Selatan, Kabupaten Batang Jawa Tengah, Kabupaten Cianjur Jawa Barat, dan masih banyak kasus yang menyisakan berita keracunan massal setelah mengonsumsi paket MBG.
Indikator keracunan bukan hanya sekadar kelalaian teknis semata, namun bukti sistem kapitalisme telah gagal dalam memberikan jaminan keamanan makanan dan perlindungan terhadap nyawa generasi yang dijadikan sebagai komoditas dagang.
Rezim penguasa menolak lupa pelaksanaan program MBG terhadap kualitas makanan yang disajikan. Pendistribusian benar-benar menjamin standar keselamatan, keamanan, nilai gizi, serta nutrisi lengkap, namun ternyata elemen-elemen penting itu diabaikan penguasa.
Belum selesai perkara keracunan massal, pemerintah sudah memberikan ide untuk mengasuransikan program MBG yang bertujuan mengurangi potensi risiko keracunan bagi penerima MBG. Lagi-lagi sistem kapitalisme menjadikan koorporasi sebagai pusat kekuasaan ekonomi. Standar keamanan pangan tunduk pada logika pasar, bukan pada hukum syariat, maka prioritasnya adalah efesiensi biaya, bukan pada kualitas pangan dan kehalalan konsumsi.
Akal bulus pemerintah hendak menyerahkan tanggung jawab dan membuka peluang kepada pihak ketiga yakni OJK (Otoritas Jasa Keuangan) semakin menunjukkan komersialisasi risiko, bukan solusi preventif.
Fakta yang terjadi akibat negara lalai, menjadikannya berkelindan atas penghambaan terhadap sistem sekuler kapitalisme yang menjadi akar persoalan. Ditunjang dengan sistem kepemimpinan demokrasi yang mengharuskan negara menjadi budak korporasi dan sistem ekonomi kapitalisme yang memandang materi sebagai komersialisasi dagang.
Penguasa dalam lingkaran sistem kufur ini memandang enteng masalah keracunan massal dibanding jutaan penerima MBG yang tidak bermasalah. Ratusan korban dianggap masih dalam batas kewajaran. Dan konyolnya peristiwa nahas ini tidak datang hanya sekali. Terus terjadi berulang kali, artinya program MBG ini patut untuk dikaji dan ditinjau ulang demi menyelamatkan nyawa, termasuk keamanan penerima MBG.
Sebuah keniscayaan jika sistem kapitalisme melahirkan pasar bebas yang membiarkan dan melegalkan produk-produk makanan berbahaya beredar luas, tanpa kontrol dan pengawasan yang ketat dari pemerintah. Bahkan sampai saat ini pun pemerintah masih ngotot untuk melanjutkan program MBG, meski banyak menimbulkan polemik dan gesekan di ruang publik. Hal ini terjadi karena program MBG sangat menguntungkan para pelaku bisnis.
Mereka rela menjadi vendor penyedia dan mendistribusikan ke sekolah-sekolah. Inilah yang dinamakan industrialisasi MBG tanpa mengindahkan mekanisme pengawasan dan kontrol makanan. Tujuannya apa kalau tidak untuk mendapatkan keuntungan besar, tanpa mengindahkan standar keselamatan dan keamanan jiwa penerima MBG?
Hadirnya pihak ketiga yakni pihak asuransi yang menangani keracunan massal mengindikasikan bahwa penguasa benar-benar abai dan berlepas diri dari tanggung jawabnya sebagai penyelenggara dan penjamin kebutuhan dasar rakyat. Bukan solusi preventif yang ditekankan, malah mengomersialkan risiko keracunan. Jadi secara otomatis pihak asuransi yang akan menanggung risiko tersebut.
Hubungan mutualisme yang terjalin antara penguasa dan pihak asuransi, karena ada nilai menguntungkan bagi kedua belah pihak. Sistem ini membentuk negara hanya berfungsi sebagai regulator, sedang pihak asuransi memperoleh keuntungan dari dana MBG. Meski rezim ini berkoar bahwa sumber dana MBG dari APBN, toh yang menanggung beban pembiayaan MBG siapa lagi kalau bukan dari pajak rakyat.
Pemasukan negara ini hanya bertumpu pada aneka tarikan pajak dan tarikan ini tidak berbanding lurus dengan pelayanan publik yang semestinya menjadi hak rakyat. Akhirnya jauh dari kata layak ketika layanan publik dipangkas anggarannya, bahkan dicabut subsidinya yang secara otomatis berdampak pada kesejahteraan rakyat.
Program MBG akan sulit mewujudkan generasi emas, karena permasalahan stunting dan malnutrisi hanyalah persoalan cabang karena tidak terpenuhinya kebutuhan mendasar akibat sumber penghasilan rakyat saat ini lebih rendah dibandingkan pengeluaran. Akar persoalan bukan program MBG-nya, melainkan kemiskinan sistemik yang menghalangi terbentuknya generasi emas, sehat, dan kuat.
Urgensitas Tegaknya Sistem Khilafah sebagai Solusi Hakiki
Sangat berbeda jauh ketika sistem Islam tegak dalam naungan Khilafah Rosyidah. Negara dalam Islam bukan sebagai pelayan korporasi melainkan sebagai raa'in yakni penanggung jawab, sekaligus sebagai junnah (pelindung rakyat). Negara wajib mengatur industri makanan dengan hukum syariat dan menjamin kehalalan serta tayib pada semua jenis makanan. Dan negara akan menindak tegas sekaligus menjatuhkan sanksi berat bagi pelanggar yang curang.
Khilafah juga menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat akan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan, termasuk negara memberikan jaminan kemudahan bagi rakyat untuk mengakses semua kebutuhan mendasar. Demikian pun setiap jiwa berhak mendapatkan makanan bergizi, tidak hanya mengkhususkan diri pada yang miskin, negara wajib mendistribusikan kekayaan yang adil hingga tidak terjadi kelangkaan pangan pada suatu wilayah, serta mengalokasikan anggaran negara untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat melalui baitulmal.
Pengelolaan sumber daya kepemilikan umum yang diproteksi negara, alokasinya adalah untuk keperluan hajat hidup seluruh rakyat. Negara juga wajib berperan serta dalam penyediaan lapangan kerja yang seluas-luasnya serta produktif bagi para lelaki.
Sistem Khilafah menjadikan kemaslahatan umat sebagai prinsip dasar, karena sistem Khilafah bukan hanya sekadar sistem pemerintahan, ia merupakan sistem ilahiah (bersumber pada wahyu). Hadirnya generasi berkualitas tentu menjadi syarat utama pembangunan sebuah peradaban insan yang unggul.
Saatnya umat ini kembali pada sistem yang hidup dan menghidupkan, yakni dari Allah ‘azza wa jalla, kembali pada aturan penerapan Islam kafah. Khilafah adalah solusi sistemik, merupakan Islam ideologi (pandangan hidup) dan satu-satunya jalan menuju perlindungan dan kesejahteraan hakiki. Wallahualam bissawab. [Ni]
Baca juga:

0 Comments: