Oleh. Artatiah Achmad
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Aksi premanisme berkedok organisasi masyarakat (ormas), akhir-akhir ini makin menjamur. Keberadaannya membuat masyarakat resah. Prasetyo Hadi (Menteri Sekretaris Negara), ketika ditanya tentang Satgas terpadu operasi penanganan premanisme dan ormas mengungkapkan, bahwa "Bapak Presiden, pemerintah, betul-betul resah." (cnbcindonesia.com, 9-5-2025).
Banyak keluhan masyarakat terhadap aksi premanisme ini. Mulai dari rakyat biasa, sopir, pedagang kaki lima, bahkan investor. Hal ini tentu sangat merugikan banyak kalangan, bahkan dapat mengganggu proses bisnis di Indonesia seperti yang disampaikan Hasan Hasbi (Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan), "Investor takut masuk Indonesia karena premanisme." (cnbcindonesia.com, 19-05-2025).
Sudah banyak keluhan rakyat, namun sepertinya negara belum berhasil menghentikan aksi premanisme ini hingga ke akar permasalahan. Rakyat berharap negara jangan sampai tidur atau bagai "macan ompong", ketika menghadapi kebrutalan para preman. Wajar jika rakyat makin resah. Jangankan rakyat biasa, anggota Polres Metro Depok, juga menjadi sasaran penganiayaan sejumlah anggota ormas Gerakan Masyarakat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya, pada pertengahan April 2025.
Lantas, apa yang membuat negara nyaris tak bertaring menghadapi kebrutalan para preman? Pengacara dan aktivis HAM, Saor Siagian, secara tegas mengingatkan pemerintah supaya menindak ormas pelaku tindak premanisme. Beliau mengungkapkan, "Jangankan dibekukan, diperingatkan pun tidak.".
Lebih lanjut, Saor mempertanyakan tindakan pemerintah yang dianggap lambat "Apakah karena dia dekat dengan presiden?" Saor merasa khawatir atas keselamatan dirinya usai menyuarakan hal tersebut.
Akar Masalah Suburnya Premanisme
Suburnya premanisme saat ini, karena adanya pengaruh paham kapitalisme sekuler terhadap cara pandang masyarakat. Perkara penting berdasarkan paham tersebut hanya pada aspek materi untuk memenuhi kebutuhan hidup, terlepas dari halal-haram, terpuji atau tercela, mengganggu masyarakat atau tidak. Ditambah lagi dengan keberadaan negara yang abai mengurus urusan rakyatnya menjadikan rakyat bagaikan anak ayam kehilangan induknya.
Kondisi di atas makin parah, karena masih banyak rakyat Indonesia yang belum mengenyam pendidikan yang layak. Ternyata, dari 284,4 juta penduduk Indonesia secara umum, tingkat pendidikannya masih didominasi tamatan sekolah menengah (35.96%), dan sekolah dasar (22.27%). (goodstats.id, 30-3-2025).
Dengan tingkat pendidikan tinggi, diharapkan rakyat memiliki kualitas hidup yang lebih baik, karena mereka mampu berpikir dan berusaha untuk memenuhi hajat hidupnya sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Namun, saat ini pendidikan tinggi juga bukan jaminan seseorang bisa mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang layak. Hal itu karena ketersediaan lapangan pekerjaan masih terbatas. Ditambah lagi badai PHK yang terus melanda, membuat rakyat makin sulit memenuhi kebutuhan hidup. Akhirnya, bergabung dengan ormas dinilai sebagai jalan ninja untuk mendapatkan penghasilan. Tanpa adanya ketakwaan dalam diri, sering membuat seseorang gelap mata melakukan berbagai aksi premanisme seperti pemerasan, ancaman, kekerasan, serta tindakan merugikan lainnya.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Dr. Andreas Budi Widyanta, S.Sos., M.A., mengungkapkan, bahwa fenomena premanisme berkedok ormas tidak bisa dilepaskan dari faktor sosial ekonomi. Kesulitan ekonomi akhirnya memaksa mereka untuk mencari pemasukan walau dengan cara salah. Keadaan lebih mengkhawatirkan dengan adanya kebijakan efisiensi anggaran. Bahkan, dalam konteks lebih luas, adanya kesenjangan sosial yang makin menganga telah mendorong pemalakan oleh ormas. Kelompok elit oligarki, gemar pamer gaya hidup mewah, kerap menimbulkan kecemburuan sosial dan rasa frustasi kolektif di kalangan kelas bawah. (ugm.ac.id, 27-3-2025).
Kehadiran ormas juga sering terafiliasi dengan motif politik. Keberadaannya sering ditopang oleh kekuasaan dari kalangan politik dan militer. Simbiosis mutualisme antara ormas dan partai politik (parpol), bukan menjadi rahasia umum lagi. Parpol bisa memanfaatkan mereka sebagai lumbung suara saat pemilihan umum. Sedangkan ormas tentu diuntungkan, karena eksistensinya didukung elite politik yang berkuasa. Itulah transaksi politik yang lazim terjadi dalam sistem demokrasi saat ini.
Islam sebagai Solusi
Aksi premanisme berkedok ormas tidak boleh dinormalisasi. Negara jangan pingsan atau pura-pura tidur menutup mata melihat kondisi ini. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, jelas berbahaya dan merugikan rakyat. Pertama, rakyat tetap diam karena takut menjadi korban aksi brutal preman. Kedua, muncul konflik horizontal antara rakyat dengan ormas berkelakuan preman yang boleh jadi memicu pertumpahan darah. Ketiga, rakyat makin tidak percaya kepada negara. Oleh karena itu, butuh solusi fundamental untuk mengatasi permasalahan ini.
Solusi fundamental untuk mengatasi permasalahan premanisme berkedok ormas, dengan kembali kepada Islam sebagai agama yang diturunkan Allah Swt. untuk seluruh umat manusia. Islam mengatur keberadaan ormas. Secara hukum boleh (mubah) mendirikan ormas. Bahkan, mendirikan kelompok untuk beraktivitas amar makruf nahi mungkar hukumnya fardhu kifayah berdasarkan Al-Qur'an surah Ali Imran ayat 104 "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung."
Hanya saja, syarak mengatur syarat dan ketentuan pendirian ormas. Pertama, ormas yang didirikan kaum muslimin harus berlandaskan akidah Islam, bukan sekularisme, sosialisme, maupun primordialisme. Kedua, aktivitas ormas dalam rangka kebaikan bukan menyebarkan ide sesat atau melakukan aksi premanisme yang merugikan rakyat. Selanjutnya, negara juga akan melarang keras ormas yang beraktivitas melanggar hukum syarak seperti ormas yang mendirikan badan usaha berbasis riba, menyuarakan LG8T, seks bebas, dan sebagainya.
Semua aksi premanisme yang dilakukan ormas dengan indikasi mengancam jiwa, harta, kehormatan, keamanan, nasab, akal, maupun kedaulatan negara, akan segera ditindak tegas. Jika tindakan premanisme itu dilakukan oleh individu, maka diberi sanksi sesuai hukum Islam sesuai pelanggaran yang dilakukan. Adapun jika tindakan tersebut terbukti dilakukan oleh ormas, bahkan ada normalisasi anggota yang bertindak preman, maka ormas tersebut akan diberi sanksi penangkapan pengurusnya, bahkan dibubarkan keberadaannya. Jika terbukti ada pihak-pihak yang melindungi ormas tersebut, maka pihak tersebut akan dihukum juga tanpa pandang bulu.
Tidak ada toleransi bagi ormas yang melanggar ketentuan syarak, apalagi mengancam rakyat dan negara. Negara pun tidak akan tunduk di bawah ketiak ormas yang berusaha merusak tatanan masyarakat Islam. Pemerintahan Islam akan berusaha melindungi rakyat dan negara dari setiap pengacau keamanan. Sejarah telah mencatat bagaimana Khalifah Ali bin Abi Thalib, secara tegas memerangi kaum Khawarij yang gemar melakukan teror, menakut-nakuti penduduk, serta melakukan perlawanan kepada daulah. Di perang Nahrawan, pasukan Khalifah Ali bin Abi Thalib, berhasil menumbangkan ribuan kelompok Khawarij.
Begitulah keseriusan pemerintahan Islam dalam menghadapi makar premanisme yang mengganggu ketertiban masyarakat dan keamanan negara. Wallahu a'lam bissawab. [US]
Baca juga:

0 Comments: