Headlines
Loading...
Fenomena Inses, Alarm Bagi Bangsa

Fenomena Inses, Alarm Bagi Bangsa

Oleh. Siti Nur Faridah, S.K.M
(Kontributor SSCQMedia.Com)


SSCQMedia.Com—Jagat maya kembali dibuat geger. Sebuah grup Facebook bernama “Fantasi Sedarah” terdeteksi mempromosikan hubungan terlarang antara anggota keluarga. KemenPPPA dan Komnas Perempuan merespons cepat, berupaya menelusuri lebih dalam konten dan anggotanya (Republika.co.id, 17/5/2025). Namun, muncul pertanyaan yang lebih dalam bagaimana praktik sekeji ini bisa muncul dan berkembang di tengah masyarakat yang katanya menjunjung nilai agama dan budaya ketimuran?

Fenomena ini mencerminkan luka sosial yang sangat dalam. Hubungan inses bukan sekadar menyimpang dari aturan hukum dan agama, tapi juga menunjukkan tumpulnya nurani. Ia bukan hanya masalah perilaku individu, tapi tanda adanya keretakan dalam sistem sosial dan nilai yang menopang masyarakat. Ketika masyarakat dibiarkan hidup tanpa rambu moral yang kuat, perilaku menyimpang pun tumbuh subur.

Sayangnya, ini bukan sekadar kasus anomali. Ini adalah salah satu dari banyak gejala rusaknya pondasi kehidupan masyarakat modern, yang dibangun di atas sistem sekuler kapitalistik. Sistem ini memisahkan agama dari aturan hidup. Nilai spiritual didegradasi jadi urusan pribadi, sedangkan kehidupan publik dibingkai dengan prinsip kebebasan mutlak. Akibatnya, apa pun dianggap sah selama tidak melanggar hukum positif walau dari sisi moral dan agama sangat tercela.

Media sosial menjadi ladang subur penyebaran ide dan perilaku menyimpang, termasuk yang merusak tatanan keluarga. Negara yang seharusnya bertindak sebagai pelindung nilai-nilai luhur malah tampak pasif. Tak jarang, justru ada regulasi yang secara tidak langsung melegitimasi kebebasan berekspresi tanpa batas, meski mengorbankan norma dan kesucian relasi sosial.

Islam memandang keluarga sebagai pondasi penting dalam membangun masyarakat. Dalam Islam, relasi antara manusia diatur secara jelas, termasuk dalam urusan muamalah dan kehormatan. Hubungan sedarah dalam bentuk apa pun dinyatakan haram dan termasuk dosa besar. Namun, Islam tidak sekadar melarang, ia juga membangun sistem pencegahan yang kokoh. Negara dalam sistem Islam memiliki kewajiban untuk menciptakan lingkungan sosial yang aman secara moral dan sehat secara interaksi.

Pendidikan diarahkan untuk menanamkan akhlak mulia sejak dini. Media dikontrol agar tidak menyebarkan konten yang melemahkan nilai keluarga. Dan masyarakat diberi peran aktif dalam mengingatkan satu sama lain, melalui prinsip amar makruf nahi munkar. Bila ada pelanggaran, sanksi dijalankan dengan tegas, namun mendidik, bukan untuk menghukum secara buta, melainkan menjaga ketertiban dan martabat masyarakat.

Melihat kondisi saat ini, rasanya kita tak bisa lagi hanya berpangku tangan. Kita harus jujur bahwa sistem yang ada hari ini terlalu lemah dalam membentengi keluarga dari kerusakan. Kita perlu mencari solusi bukan hanya tambal sulam, tapi perombakan sistemik yang benar-benar mampu menjaga nilai dan martabat manusia.

Di tengah keterbatasan ini, peran orang tua menjadi sangat krusial. Tapi zaman sudah berubah. Jadi orang tua bukan lagi hanya memastikan anak rajin sekolah dan nilai akademiknya bagus. Itu penting, tapi tidak cukup. Kita perlu punya kepekaan sosial, menyadari bahwa anak-anak bangsa lainnya juga anak kita. Kita hidup dalam satu masyarakat, dan jika satu bagian rusak yang lain akan ikut terdampak.

Pendidikan karakter dan moral tidak bisa diserahkan sepenuhnya pada sekolah. Di rumah, kita perlu menanamkan nilai benar dan salah, memberi teladan dalam berinteraksi yang sehat, serta menjelaskan batasan-batasan pergaulan dengan bijak. Dan kita tidak bisa bekerja sendiri.

Komunitas yang peduli, lingkungan yang mendukung, bahkan media sosial yang bertanggung jawab sangat diperlukan. Dalam jangka pendek, mari kita mulai dari hal yang sederhana, memperluas wawasan sebagai orang tua, membaca literatur parenting islami, dan menyebarkan konten positif seputar pola asuh dan interaksi yang sesuai nilai syariat. Dalam jangka panjang, kita butuh sistem kehidupan yang solid, negara yang menjalankan peran penjaga, bukan hanya regulator, sistem pendidikan yang membentuk kepribadian, bukan sekadar mencetak angka, serta media yang mendidik, bukan merusak.

Sudah saatnya kita bukan hanya menyalahkan, tapi mengambil peran. Demi masa depan anak-anak kita, dan demi kelangsungan masyarakat yang bermartabat. [Hz]

Baca juga:

0 Comments: