Headlines
Loading...
Pendidikan di Indonesia: Antara Idealitas dan Realitas

Pendidikan di Indonesia: Antara Idealitas dan Realitas

Oleh. Indri Wulan Pertiwi
(Aktivis Muslimah Semarang)


SSCQMedia.Com—Kendati pendidikan merupakan pilar fundamental kemajuan suatu bangsa, realita pendidikan di Indonesia masih jauh dari ideal, terhambat berbagai tantangan mutu dan aksesibilitas.  Data BPS terbaru memperkuat hal ini, menunjukkan persentase penduduk dengan ijazah SD (24,72%) dan SMP (22,79%) lebih tinggi daripada yang telah menyelesaikan SMA/sederajat (30,85%) (Kompas.com/5/3/2025).  Fakta ini mengungkap masalah serius dalam pemerataan akses dan kualitas pendidikan di Indonesia, serta menunjukkan perlunya pemahaman mendalam terhadap akar permasalahan yang menghambat kemajuannya.

Krisis pendidikan di Indonesia bukanlah masalah yang berdiri sendiri; ia merupakan manifestasi permasalahan struktural yang lebih dalam, khususnya sistem ekonomi kapitalis yang mendominasi negara ini. Sistem ini, dengan orientasi profit dan kepemilikan privat, telah menciptakan ketimpangan ekonomi yang secara sistematis menghambat akses pendidikan bagi sebagian besar penduduk. Mekanisme pasar bebas, yang menjadi ciri khas kapitalisme, seringkali berujung pada eksploitasi tenaga kerja dan upah rendah. Akibatnya, kemiskinan semakin meluas, dan kesempatan anak-anak untuk mengenyam pendidikan menjadi sangat terbatas.

Lebih jauh lagi, kapitalisme telah menjadikan pendidikan sebagai komoditas. Biaya pendidikan yang tinggi, baik di sekolah negeri maupun swasta, membuat pendidikan berkualitas tinggi hanya terjangkau oleh kalangan mampu. Situasi ini menciptakan sistem pendidikan dua lapis: pendidikan berkualitas tinggi bagi yang kaya, dan pendidikan yang terbatas, bahkan berkualitas rendah, bagi keluarga miskin. Ketimpangan ini bukan hanya menciptakan kesenjangan sosial, tetapi juga menghambat kemajuan bangsa secara keseluruhan.

Masalah tidak berhenti pada akses finansial. Kurikulum pendidikan yang ada juga patut dipertanyakan. Terlalu berorientasi pada kesiapan kerja, kurikulum tersebut mengabaikan aspek penting lainnya, yaitu pembentukan karakter dan nilai-nilai kemanusiaan. Akibatnya, lulusan pendidikan, meskipun memiliki keterampilan teknis, seringkali kekurangan integritas moral dan kemampuan berpikir kritis yang dibutuhkan untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab.

Ketidakhadiran negara yang efektif dalam mengurusi rakyat semakin memperparah situasi. Hal tersebut terjadi karena dalam sistem kapitalisme, negara lebih berperan sebagai regulator bagi para pengusaha, bukan sebagai penjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, termasuk akses pendidikan yang layak. Meskipun program-program pemerintah seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan sekolah gratis telah diluncurkan, dampaknya masih belum signifikan dalam mengatasi masalah secara menyeluruh. Hal tersebut dapat di buktikan dari  tingginya angka putus sekolah di tingkat SD dan SMP yang artinya ada kegagalan dalam program-program tersebut mencapai tujuannya.

Dengan demikian, untuk mengatasi krisis ini, diperlukan perubahan struktural yang lebih mendalam, yang tidak hanya berfokus pada perbaikan program-program pemerintah, tetapi juga pada reformasi sistem ekonomi yang lebih berkeadilan dan berpihak pada rakyat. Hanya dengan demikian, Indonesia dapat mewujudkan cita-cita pendidikan yang berkualitas dan merata bagi seluruh warganya.

Dalam konteks ini, sistem pendidikan dalam negara Islam (Khilafah) menawarkan pendekatan yang berbeda.  Berbeda dengan sistem yang seringkali terbebani oleh kepentingan ekonomi dan politik, sistem pendidikan dalam  Khilafah didanai penuh oleh Baitul Mal atau lembaga keuangan publik yang mendapatkan sumber dana dari berbagai pos, termasuk zakat, pajak tanah, dan pengelolaan kepemilikan umum. Dengan cara ini, negara memiliki kewenangan penuh untuk mengelola pendidikan tanpa campur tangan pihak swasta.

Sehingga pendidikan dalam Khilafah terbebas dari kepentingan komersial. Sebaliknya, Khilafah dapat memastikan bahwa pendidikan tetap fokus pada tujuan utamanya, yaitu membentuk generasi berkepribadian Islam yang unggul dan berdaya saing. Selain itu, adanya jaminan pendanaan oleh Baitulmal menjadikan akses pendidikan lebih merata bagi semua warga negara, tanpa memandang latar belakang ekonomi.

Lebih jauh lagi, kurikulum dalam sistem pendidikan Islam dirancang dengan menanamkan nilai-nilai aqidah yang kuat, selain mencakup penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang relevan untuk masa depan. Dengan pendekatan ini, pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk mencetak tenaga kerja terampil, tetapi juga sebagai sarana untuk membentuk karakter dan integritas individu. Hal ini sangat penting dalam membangun masyarakat yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki moral dan etika yang tinggi.

Dengan demikian, konsep pendidikan yang ada dalam sistem Khilafah memiliki visi yang sangat ideal, di mana pendidikan dipandang sebagai hak, bukan komoditas. Dalam sistem ini, pendidikan tidak dijadikan sebagai barang dagangan yang hanya bisa diakses oleh mereka yang memiliki kemampuan finansial. Sebaliknya, dengan pendanaan yang terjamin dan pengelolaan yang terstruktur, sistem ini berpotensi melahirkan generasi unggul, bertakwa, dan berdaya saing yang menjadi kunci kemajuan dan kemakmuran suatu bangsa.

Dalam menghadapi tantangan pendidikan yang kompleks di Indonesia, sudah saatnya kita mempertimbangkan alternatif yang lebih holistik dan berkelanjutan. Sistem pendidikan dalam Khilafah memberikan solusi yang tidak hanya menjawab masalah akses dan kualitas pendidikan, tetapi juga membangun karakter dan integritas generasi mendatang.

Wallahu'alam bissawab. [My]

Baca juga:

0 Comments: