Headlines
Loading...
Pendekatan Islam dalam Mencegah Tawuran

Pendekatan Islam dalam Mencegah Tawuran

Oleh. Anik Purwaningsih 
(Kontributor SSCQMedia.Com)


SSCQMedia.Com—Dalam berbagai komunitas, khususnya di daerah Jawa, sering terdengar slogan “seduluran selawase”, yang berarti bersaudara selamanya. Slogan ini bertujuan mempererat hubungan dalam kelompok tertentu, tetapi sayangnya, sering kali hanya berlaku di dalam komunitas itu sendiri. Akibatnya, hubungan dengan kelompok lain kurang terjalin, karena slogan tersebut lebih berfungsi sebagai pengikat internal. 

Contohnya, insiden yang terjadi di depan Balai Desa Madigondo, Magetan, pada 20 April 2025. Bentrokan antara dua perguruan silat terbesar di Madiun pecah setelah acara halal-bihalal di Kecamatan Takeran. Peristiwa ini mengakibatkan kerusakan kendaraan bermotor dan beberapa korban luka-luka (Jatimnesia.com, 21 April 2025). Pertemuan dua kelompok dari arah berlawanan di jalan raya Magetan-Madiun memicu kericuhan selama tiga jam. Mereka melakukan aksi saling melempar batu dan penggunaan senjata tajam (Radar Jogja, 21 April 2025). 

Meskipun pihak kepolisian dan TNI berhasil meredam ketegangan dengan menggelar deklarasi bersama, potensi konflik tetap ada jika pola pembinaan tidak berubah. Perguruan silat sebenarnya memiliki potensi besar dalam membentuk generasi muda yang berenergi dan berbakat. Banyak anggota perguruan masih berstatus pelajar yang ingin mengasah kemampuan bela diri mereka. Namun, jika energi mereka tidak diarahkan dengan baik, tawuran yang berulang hanya akan membuang potensi mereka secara sia-sia. 

Fenomena tawuran yang terus terjadi menunjukkan adanya masalah mendasar dalam kehidupan remaja yang belum terselesaikan. Jaringan pertemanan yang tidak sehat sering kali memicu permusuhan. Ditambah lagi, naluri mempertahankan diri yang kuat pada remaja membuat mereka mudah tersulut emosi. Sanksi yang diberikan kepada pelaku tawuran juga cenderung ringan, terutama bagi mereka yang masih di bawah umur, sehingga tindakan kriminal seperti ini terus berulang tanpa efek jera. 

Salah satu penyebab maraknya tawuran adalah sistem pendidikan sekuler yang menjauhkan pemuda dari pemahaman agama. Pemikiran sekuler membuat mereka bertindak berdasarkan kepentingan sesaat tanpa mempertimbangkan nilai halal dan haram. Akibatnya, mereka mudah terprovokasi dalam lingkungan pergaulan yang tidak sehat. Lebih buruk lagi, pemahaman ini mendorong kebebasan tanpa batas, di mana seseorang merasa berhak melakukan apa pun yang diinginkan tanpa memikirkan dampaknya terhadap orang lain. Jika kondisi ini terus dibiarkan, generasi muda akan kehilangan arah, padahal mereka memiliki potensi besar yang seharusnya dikembangkan secara positif. 

Oleh karena itu, peran orang tua, guru, dan pelatih sangat penting dalam membimbing para pemuda agar tidak terjerumus dalam konflik yang merugikan. Mereka perlu diarahkan untuk menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa, bukan hanya unggul dalam keterampilan fisik tetapi juga dalam menjalankan ibadah. Pemahaman bahwa meskipun mereka berasal dari perguruan silat yang berbeda, mereka tetap bersaudara dalam keimanan harus ditanamkan. Islam melarang umatnya saling menyakiti, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an surat Al-Hujurat ayat 10: 

"Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat."

Untuk mencegah tawuran dan membentuk generasi yang lebih baik, diperlukan sistem kehidupan yang lebih kokoh. Islam menawarkan sistem yang sempurna, di mana setiap aktivitas umatnya berlandaskan akidah. Penanaman akidah harus dilakukan di berbagai lapisan, mulai dari keluarga, masyarakat, hingga negara. Dengan akidah yang kuat, seorang remaja akan selalu terikat dengan syariat dalam setiap tindakannya. 

Ibu sebagai pendidik utama dalam keluarga memiliki peran penting dalam membentuk karakter anak-anaknya berdasarkan akidah Islam dengan penuh kasih sayang. Dari keluarga yang demikian, akan lahir generasi yang tangguh dalam menghadapi kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, kaum ibu tidak hanya berfokus pada eksistensi diri di luar rumah, tetapi juga harus berperan aktif dalam pendidikan anak-anak mereka. 

Selain keluarga, masyarakat juga memiliki tanggung jawab dalam mencegah tawuran. Dalam Islam, sistem kontrol sosial sangat kuat, berbeda dengan sistem sekuler yang cenderung individualistis. Seorang muslim dituntut untuk peduli terhadap sesamanya. Jika ada yang berbuat maksiat, seperti tawuran, masyarakat harus segera memberikan nasihat dan berusaha mencegahnya. 

Negara juga memiliki peran krusial dalam menjaga akidah umat dan memastikan mereka hidup dalam ketaatan. Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab mengawasi masyarakat secara intensif dan memberikan peringatan kepada mereka yang melanggar syariat. Sistem sanksi yang diterapkan juga harus tegas agar pelaku kekerasan mendapatkan efek jera. 

Sistem pendidikan Islam yang berlandaskan akidah akan melahirkan generasi yang memiliki pola pikir dan sikap sesuai dengan nilai-nilai Islam. Keimanan yang ditanamkan oleh para pendidik akan membentuk generasi yang bertakwa, yaitu generasi yang selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Mereka akan memahami bahwa mereka adalah generasi terbaik yang bertugas membawa kembali kejayaan Islam. [MA]

Baca juga:

0 Comments: