Story
Lebaran di Kampung Halaman: Ladang Dakwah yang Tak Pernah Usai
Oleh. Maya Rohmah
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Dentuman takbir menggema, memecah keheningan Subuh di kampung halaman suami. Aroma masakan khas Lebaran mulai menyeruak dari dapur. Aneka kue tersusun dalam stoples-stoples dan piring-piring di meja.
Idulfitri telah tiba, membawa serta kehangatan silaturahmi yang selalu kurindukan. Namun, di balik sukacita ini, tersemat sebuah tanggung jawab yang tak pernah lekang dalam diriku: dakwah.
Sebagai seorang muslimah, aku menyadari bahwa setiap embusan napasku adalah amanah untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, termasuk di tengah riuhnya perayaan Idulfitri. Momen berkumpulnya keluarga besar di kampung halaman, yang sebagian di antaranya masih kental dengan tradisi Kejawen, justru menjadi ladang subur untuk menanamkan benih-benih pemahaman tentang Islam dengan cara yang bijak dan penuh kasih.
Dakwah Lisan: Menyampaikan dengan Hikmah
Saat bermaaf-maafan dengan orang tua, sesepuh keluarga, tetangga, dan karib kerabat, obrolan hangat tak terhindarkan. Di sela-sela canda tawa dan berbagi cerita, aku (dan juga suami) berusaha menyelipkan pesan-pesan agama dengan hikmah wal mau'idhatil hasanah (kebijaksanaan dan pengajaran yang baik), seperti yang difirmankan Allah dalam Al-Qur'an:
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk." (QS. An-Nahl: 125)
Aku mencoba untuk tidak menggurui, apalagi menghakimi. Sebaliknya, aku berusaha memahami pandangan mereka, menjawab pertanyaan dengan sabar, dan memberikan penjelasan yang mudah diterima.
Begitupun ketika melihat banyaknya karib kerabat yang belum menutup aurat dengan sempurna, aku menasihatinya melalui candaan. Misal, "Eits ..., mana ini kerudungnya, Mbakku yang salihah?"
Dakwah Tulisan: Menyuarakan Kepedulian dari Jauh
Di tengah kesibukan bersilaturahmi, saat di kamar, jemariku tak pernah berhenti menari di atas layar ponsel atau halaman buku catatan. Dakwah bagiku tidak hanya sebatas lisan, tetapi juga melalui tulisan. Aku merasa terpanggil untuk terus menyuarakan kebenaran, mengingatkan tentang nilai-nilai Islam, dan menaruh perhatian pada isu-isu kemanusiaan, termasuk penderitaan saudara-saudara muslim di belahan dunia lain, seperti di Palestina.
Melalui status media sosial hingga status WhatsApp, artikel singkat, atau bahkan sekadar untaian doa yang kubagikan, aku berharap dapat menggugah kesadaran dan kepedulian orang lain. Aku ingin menunjukkan bahwa semangat Idulfitri tidak hanya dirayakan dalam lingkup keluarga, tetapi juga harus meluas menjadi kepedulian terhadap umat Islam secara global.
Aku teringat akan firman Allah dalam Al-Qur'an:
"Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah dari laki-laki, perempuan dan anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri (Mekah) ini yang penduduknya zalim, dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu?" (QS. An-Nisa': 75)
Ayat ini menyadarkanku bahwa diam dan berpaling dari penderitaan sesama adalah sebuah kelalaian. Meskipun aku tidak berada di medan perang, setidaknya melalui tulisan, aku bisa menjadi bagian dari upaya menyuarakan keadilan dan membela hak-hak mereka yang tertindas.
Dakwah Perbuatan: Menjadi Teladan yang Nyata
Selain lisan dan tulisan, dakwah yang paling kuat adalah melalui perbuatan. Di tengah keluarga yang mungkin belum sepenuhnya memahami ajaran Islam, aku berusaha menjadi contoh nyata dalam keseharianku, terutama dalam hal berpakaian. Sebagai seorang muslimah, aku (juga anak-anak perempuanku) senantiasa menjaga aurat dengan berpakaian sopan dan menutup diri sesuai dengan syariat. Saat kami di dalam rumah, tetapi ada tetangga atau karib kerabat yang masuk, kami tetap berhijab syar'i.
Saat awal menikah dulu, selalu ada tatapan heran atau bisik-bisik di belakangku. Namun, aku tidak berkecil hati. Aku percaya bahwa keteladanan akan berbicara lebih lantang daripada seribu kata. Aku berusaha menjelaskan dengan santun mengapa aku berpakaian seperti ini, bahwa ini adalah bentuk ketaatanku kepada Allah dan juga sebagai bentuk penjagaan diri.
Aku berharap, keluarga di kampung halaman bisa melihat Islam bukan hanya sebagai agama di KTP, tetapi juga sebagai panduan hidup yang indah dan membawa kebaikan.
Tentu, berdakwah di tengah perbedaan bukanlah hal yang mudah. Terkadang ada kesalahpahaman, perbedaan pendapat, atau bahkan penolakan. Namun, di sinilah esensi Idulfitri kembali mengingatkanku tentang pentingnya menjaga ukhuwah Islamiyah, persaudaraan sesama muslim, dan juga ukhuwah insaniyah, persaudaraan sesama manusia.
Aku belajar untuk bersabar, menghormati tradisi dan kebiasaan yang ada selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam. Aku berusaha mencari titik temu, membangun jembatan komunikasi, dan menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam.
Momen Idulfitri adalah saat yang tepat untuk menunjukkan kasih sayang, saling memaafkan, dan mempererat tali persaudaraan, tanpa memandang perbedaan latar belakang. Dakwah yang paling efektif adalah dakwah yang lahir dari hati yang tulus, disampaikan dengan cara yang bijak, dan diiringi dengan contoh perbuatan yang baik.
Di penghujung hari raya, ketika tiba saatnya untuk kembali ke perantauan, ada rasa haru dan syukur yang menyelimuti hati. Aku mungkin belum melihat perubahan besar dalam pemahaman agama keluarga di kampung halaman, tetapi aku yakin bahwa setiap benih kebaikan yang kutanam, sekecil apa pun, akan tumbuh dan berbuah pada waktunya.
Lebaran di kampung halaman tak sekadar tradisi tahunan bagiku. Ia adalah panggilan jiwa, sebuah kesempatan emas untuk menunaikan kewajiban sebagai seorang muslimah untuk berdakwah, menyampaikan risalah Islam dengan lisan, tulisan, dan perbuatan. Semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan dan keikhlasan dalam setiap langkahku. Aamiin. [Rn]
Baca juga:

0 Comments: