Headlines
Loading...
Ketika  Vasektomi Jadi Solusi Stunting dan Kemiskinan

Ketika Vasektomi Jadi Solusi Stunting dan Kemiskinan

Oleh. Rina Herlina
(Kontributor SSCQMedia.Com)


SSCQMedia.Com—Dalam rangka peringatan hari Kartini, Kabupaten Pasaman, Sumbar, melaksanakan kegiatan nasional yaitu peluncuran sosialisasi, kegiatan pelayanan vasektomi serentak dan pemecahan rekor Muri. Target nasional diperkirakan sebanyak 2000 akseptor dan untuk wilayah Provinsi Sumbar sekitar 66 akseptor. Kegiatan ini terintegrasi dengan peluncuran program Quick Win Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI) (minangkabaunews.com, 24-4-2025).

Kebijakan vasektomi saat ini sedang menuai sorotan. Pemerintah menganggap vasektomi sebagai jalan keluar untuk persoalan stunting dan tingginya angka kemiskinan. Bahkan dijadikan syarat untuk penerimaan Bansos. Meski kebijakan terkait vasektomi ini sebenarnya masih terus dilakukan pengkajian ulang.

Akan tetapi jika kebijakan ini benar-benar diterapkan di seluruh wilayah Indonesia, lagi-lagi pemerintah hanya sedang menghadirkan solusi tambal sulam untuk mengatasi persoalan dalam hal ini stunting dan kemiskinan. Pemerintah tidak pernah bisa menghadirkan solusi komprehensif. Padahal, solusi-solusi tersebut kebanyakan bukannya menyelesaikan malah justru menambah masalah baru.

Melalui program KB, yaitu pengaturan jarak dan jumlah anak, pemerintah menganggap akan mampu mewujudkan keluarga sehat, mandiri, dan sejahtera. Padahal solusi seperti ini hanya bersifat sementara dan tidak mampu menyentuh akar permasalahan sesungguhnya. Dengan demikian, wacana rakyat hidup sejahtera dalam sistem yang ada sekarang adalah bualan. Bak panggang jauh dari api.

Kegiatan pelayanan vasektomi serentak ini rupanya terintegrasi dengan program yang juga sedang diluncurkan yaitu Quick Win Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI). Gerakan ini bertujuan untuk meningkatkan peran ayah dalam pengasuhan, pendidikan, dan perlindungan anak, serta mendorong keterlibatan ayah dalam pembangunan keluarga. Namun jika masyarakat mau berpikir secara mendalam, hadirnya gerakan ini sejatinya sekaligus mengidentifikasi jika dalam sistem kapitalisme, para ayah tidak berperan sebagaimana mestinya.

Ini karena mayoritas para ayah saat ini tidak paham fungsi dirinya dalam sebuah keluarga. Banyak dari para ayah yang hanya fokus mencari nafkah tanpa pernah terlibat dalam proses mendidik buah hati. Namun ada juga para ayah yang justru membiarkan istrinya menjadi pencari nafkah sementara dirinya di rumah mengasuh anak. Sungguh inilah realita yang kini banyak terjadi di tengah masyarakat. Para ayah tak paham lagi bagaimana seharusnya dia mengoptimalkan keberadaannya dalam sebuah keluarga.

Meskipun kewajiban mencari nafkah memang ada pada pundak laki-laki dalam hal ini para ayah, namun seorang anak tetap membutuhkan arahan dari sang ayah tentang bagaimana seharusnya sang anak menjalani kehidupan. Ayah juga harus hadir dalam membekali anak dengan berbagai ilmu terutama ilmu agama. Ayah adalah pemimpin dalam rumah tangga, maka seorang ayah seharusnya mencontohkan kepada buah hati bagaimana seharusnya menjadi pemimpin yang baik dalam sebuah keluarga.

Anak bukan hanya butuh dinafkahi, lebih dari itu anak juga butuh kasih sayang yang cukup dan arahan yang baik dari sang ayah. Jadi, seorang ayah tidak boleh hanya mencukupkan diri sebagai pencari nafkah tetapi juga harus terlibat dalam mendidik dan mengajari anak berbagai hal yang kelak akan sangat anak butuhkan dalam meniti kehidupan. Terutama sekali ayah harus mengajarkan ilmu agama (Islam) sejak dini kepada buah hati. Ayah dan bunda harus menjadi teladan pertama bagi anak-anaknya.

Para ayah akan melakukan perannya dengan baik jika dirinya sendiri juga memiliki ilmu dan pemahaman yang benar terkait bagaimana seharusnya dia memfungsikan dirinya. Mirisnya, dalam sistem saat ini yang menjauhkan agama dari kehidupan, akhirnya membuat para ayah tidak paham tentang agamanya. Padahal agama adalah pondasi utama bagi manusia untuk meniti kehidupan. Nah, jika pondasinya saja tidak kokoh, lalu bagaimana mungkin para ayah akan bisa menjalankan perannya dengan baik. Bagaimana bisa para ayah mendidik dan membekali buah hatinya dengan pemahaman yang benar?

Hal ini tentu menjadi PR bersama, terutama negara. Negara melalui kurikulum pendidikan seharusnya bisa menghadirkan pendidikan yang berbasis akidah. Tujuannya adalah untuk membentuk para generasi memiliki pola pikir dan pola sikap yang Islami. Kemudian negara juga wajib menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai untuk para pencari nafkah khususnya laki-laki. Dengan demikian para suami bisa memenuhi kebutuhan mendasar keluarganya sehingga dia juga menjadi tenang dan bisa memiliki banyak waktu untuk bersama-sama dengan sang isteri dalam mendidik buah hati.

Negara memang wajib hadir untuk melindungi dan mengayomi masyarakat. Negara wajib menghadirkan kesejahteraan agar rakyat tidak melulu dibebani dengan impitan kehidupan yang serba sulit. Jika kesejahteraan sudah tercipta, maka masyarakat yang berkualitas juga akan terbentuk. Semuanya memang bertumpu pada negara. Makanya kita butuh negara yang benar-benar menjalankan fungsinya yaitu menjadi pelindung rakyat bukan pelindung bagi segelintir orang. [ry].

Payakumbuh, 4 Mei 2025

Baca juga:

0 Comments: