Kecurangan UTBK, Bukti Kegagalan Sistem Pendidikan
Oleh. Nurma Safitri
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Pemanfaatan teknologi untuk mengakali tes UTBK menggambarkan buruknya akhlak calon mahasiswa. Hal ini juga menggambarkan bukti gagalnya sistem pendidikan dalam kapitalisme yang mewujudkan generasi tidak berkepribadian Islam dan memiliki keterampilan.
Publik tengah dihebohkan dengan dugaan kecurangan dalam Pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) untuk Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) tahun 2025. Menanggapi hal ini, panitia Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) pun buka suara. Dalam keterangan resminya, panitia SNPMB menyayangkan dan mengutuk kecurangan dalam pelaksanaan UTBK SNBT tahun 2025.
Pasalnya, hal ini dianggap mencederai prinsip keadilan, integritas dan kejujuran yang menjadi dasar seleksi nasional. Lebih lanjut, panitia juga menyoroti adanya modus kecurangan baru oleh sejumlah peserta UTBK SNBT 2025, yakni memasang kamera yang tak terdeteksi metal detector di behel gigi, kuku, ikat pinggang dan kancing baju (Beritasatu.com, 25-04-2025).
Kecurangan dalam UTBK sering dipandang hanya sebagai masalah individu yang tidak jujur, tetapi akar persoalan dari masalah tersebut jauh lebih dalam, yakni Kapitalisme. Dalam sistem Kapitalisme, nilai seseorang diukur dari pencapaian materi dan status sosial serta sebagian besar bergantung pada akses ke pendidikan tingkat tinggi bergengsi.
Tekanan masuk universitas favorit demi masa depan ekonomi membuat banyak orang membenarkan segala cara untuk mencapai tujuan tersebut, termasuk curang.
Pendidikan dalam sistem Kapitalisme diperlakukan sebagai komoditas yang diperjual belikan sehingga orientasinya hanya materi saja. Dimulai dari lembaga bimbingan belajar mahal, jaringan koneksi elite, bahkan praktik curang berbayar menjadi bukti nyata bagaimana Kapitalisme mendorong ketimpangan akses dan hasil pendidikan bahkan kecurangan di UTBK bukan sekadar soal moral individu, melainkan cermin dari sistem yang menormalisasikan persaingan tak sehat demi keuntungan dan status dalam tatanan Kapitalistik.
Di sisi lain, pendidikan yang sekuler melahirkan individu tidak bertakwa, tidak memahami batasan mana halal dan tidak, bersikap liberal serta hanya mengejar manfaat duniawi. Pendidikan yang seharusnya mencetak manusia berkarakter mulia, justru menjadi pabrik penghasil tenaga kerja yang siap bersaing tanpa nilai moral.
Kecurangan dalam UTBK adalah cermin dari sistem Kapitalisme dan sekuler yang merusak generasi serta menghalalkan segala cara demi keuntungan materi. Kapitalisme membentuk masyarakat menjadikan materi sebagai standar utama dalam menilai keberhasilan hidup, segala sesuatu diukur berdasarkan seberapa besar manfaat duniawi yang diperoleh. Oleh karena itu, solusi atas maraknya kecurangan dalam UTBK tidak bisa diserahkan pada sistem sekuler Kapitalistik yang justru menjadi akar permasalahan itu sendiri.
Maka dari itu, solusi sejati hanya datang dari Islam yang merupakan rahmat bagi seluruh alam. Dalam Islam, penguasa (raa'in) adalah pemeliharaan rakyat, bertanggung jawab penuh membina dan membentuk kepribadian mulia warga negaranya.
Dalam sistem negara Khilafah, pendidikan diselenggarakan bukan untuk mengejar materi atau status saja, melainkan untuk menumbuhkan ketakwaan, kecintaan kepada kebenaran, dan kepatuhan terhadap hukum syari'at. Negara menyelenggarakan pendidikan secara gratis dan berkuantitas tanpa diskriminasi, menghilangkan ketimpangan akses yang sekarang melahirkan kecurangan.
Kurikulum Islam ditanamkan sejak dini yang membentuk kesadaran tentang halal-haram, menanamkan nilai amanah, dan kejujuran.
Selain pembinaan, sistem sanksi yang adil dan tegas diberlakukan untuk menjaga integritas masyarakat. Dengan demikian, Khilafah akan mewujudkan sistem pendidikan dan sosial yang mencegah kecurangan bukan hanya dengan hukuman, tetapi dengan membentuk individu berkarakter mulia.
Khilafah juga membangun masyarakat di atas akidah yang kokoh dimana standar benar dan salah sepenuhnya bersumber dari wahyu Allah Swt., bukan dari akal manusia atas pertimbangan manfaat semata. Negara dalam sistem Khilafah wajib membina keimanan rakyatnya melalui pendidikan berbasis tauhid, membiasakan amar ma'ruf nahi munkar di tengah masyarakat serta menerapkan hukum syari'at secara kafah. Setiap individu dididik untuk memiliki kesadaran bahwa segala perbuatan akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah Swt.
Negara juga menerapkan sanksi tegas terhadap setiap pelanggaran hukum bukan untuk menghukum semata, melainkan untuk menjadi pencegah (zawajir) dan penebus dosa (jawabir).
Dengan sistem Islam ini, kemaksiatan tidak lagi dinormalisasi, melainkan dicegah sejak dini dari pola pikir dan pola sikap masyarakat sehingga tercipta kehidupan yang penuh berkah dan diridai Allah Ta'ala. Wallahu a'lam bhissawab. [ry].
Baca juga:

0 Comments: