Oleh. Artatiah Achmad
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Idulfitri menjadi momen yang sangat dinantikan oleh kaum muslimin setelah sebulan penuh melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan. Gema takbir berkumandang gemparkan alam raya di hari kemenangan.
Dulu, kaum jahiliah merayakan hari raya sebagai momen untuk parade show of force pamer kekayaan, kekuatan maupun kebolehan di antara kabilah Arab. Alhamdulillah dengan datangnya Islam sebagai agama yang penuh rahmat bagi semesta alam telah mengajak manusia memaknai hari raya dengan kegiatan positif saling memaafkan sebagai implementasi wujud ketakwaan.
Di tengah sukacita berhari raya, ada perasaan duka yang melanda karena saudara kita di Palestina justru masih belum merdeka. Mereka dianiaya, disiksa, diblokade pemenuhan hajat hidupnya, dirampas tanahnya, dibombardir tempat tinggalnya, bahkan dibunuh secara biadab tanpa ada pertolongan dari negara tetangganya yang notabene sesama kaum muslimin. Semoga perisai umat itu segera terwujud sehingga mampu mengusir laknatullah Zionis Israel dari tanah Palestina. Amin ya Rabbal alamin.
Hari raya Idulfitri memiliki keutamaan, di antaranya:
1. Merupakan hari baik. Ini merupakan pembeda hari raya masa jahiliah dengan hari rayanya umat Islam. Idulfitri akan diisi dengan zikir mengingat Allah berupa takbir, tahlil dan tahmid. Melantunkan kalimah toyyibah tentu sangat baik dan akan mendapatkan pahala dari Allah Swt. Dua hari raya (Idulfitri dan Iduladha ini merupakan dua hari raya pengganti dari Allah Swt. yang tentunya lebih baik.
2. Merupakan hari kembali berbuka setelah shaum selama sebulan lamanya. Ied berasal dari kata aada, yauudu yang artinya kembali. Adapun fitri merupakan buka puasa yang diambil dari kata iftar. Berdasarkan riwayat Imam Bukhari, Rasulullah saw. tidak keluar pada hari Idulfitri ke tempat salat sampai beliau makan beberapa kurma lebih dulu. Beliau makan kurma dengan jumlah ganjil.
3. Hari kebahagiaan dan kegembiraan. Hari raya Idulfitri tentu menjadi momen kebahagiaan karena ada pahala dan ampunan dari Allah Swt. bagi kaum muslimin yang berhasil menyempurnakan ibadahnya. Firman Allah dalam surah Yunus:58, yang artinya, "Katakanlah dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah mereka itu bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan."
4. Merupakan hari kembali suci.
Idulfitri juga memiliki makna kembali suci karena menjadikan diri seorang muslim kembali suci. Kata "fitri" bermakna bersih, suci dari segala dosa, keburukan, dan kesalahan.
"Barangsiapa berpuasa Ramadan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa yang lalu akan diampuni." (HR. Bukhari dan Muslim)
Idul Fitri yang Berbeda
Kami berlebaran setelah melaksanakan shaum selama 29 hari. Ketika hilal telah nampak di beberapa wilayah di dunia, jelas menjadi tanda bahwa 1 Syawal 1446H segera tiba. Alhamdulillah, bersyukur kepada Allah karena kami bisa melaksanakan ibadah di bulan Ramadan. Semoga Allah mempertemukan kembali dengan bulan Ramadan di tahun depan, serta berkenan menerima amal ibadahku. Sedih rasanya harus berpisah dengan Ramadan, namun aku juga harus berbahagia menyambut hari kemenangan.
Lagi-lagi, ada perbedaan waktu lebaran dengan pemerintah. Semoga ini lebaran terakhir tanpa Khilafah sebagai pemersatu umat. Selain waktu pelaksanaan lebaran yang berbeda dengan pemerintah, setelah ayahanda meninggal dunia rasanya ada sesuatu yang kurang, sepi terasa. Tak ada lagi lantunan suara khas Bapakku saat memimpin takbir di masjid At-Taufik. Bahkan Lebaran kemarin gema takbir itu nyaris hanya sesekali terdengar di awal malam dan menjelang salat Ied saja.
Biasanya Bapak dan Mama selalu menyambut hari raya dengan penuh suka cita, begitu juga dengan anak, mantu dan cucunya yang mudik ke rumah Bapak, kami menyambut hari raya dengan bahagia.
Dulu ketika Bapak menjadi ketua DKM di Masjid At-Taufik, beliau akan menyiapkan segala keperluan menjelang hari raya. Bapak melakukan rapat koordinasi dengan ketua RT/RW, jajaran DKM serta warga. Saat Aku masih kecil kadang suka ikut Bapak ke masjid ketika beliau memimpin pertemuan membahas pembagian zakat fitrah dan persiapan salat sunah Idulfitri. Momen itu masih terkenang hingga kini.
Malam takbiran biasanya di masjid begitu ramai. Bapak-bapak dan anak kecil biasanya bertakbir hingga menjelang fajar. Aneka suguhan makanan ringan, kue-kue dan nasi kuning tak lupa disediakan oleh ibu-ibu, mereka kompak sekali. Beda sekali dengan saat ini. Masjid wakaf Bapakku terasa sepi. Rasanya ingin sekali aku dan suami menghidupkan kembali syiar di masjid itu. Namun, saat ini karena kami tinggal di daerah yang berbeda, tentu itu jadi kendala. Semoga saja ada restrukturisasi pengurus DKM baru yang mampu menghidupkan kembali syiar Islam di masjid At-Taufik. Aku sangat merindukan ada regenerasi para pemuda cinta masjid yang aktif menyuarakan syiar Islam di tengah masyarakat yang kini terkesan individualis, materialis, dan sekuler.
Mudik Lebaran
Beberapa hari menjelang hari raya, tiba-tiba kakak nomor empat bertanya di grup keluarga "Siapa yang akan mudik menemani Mama di Bandung? Soal Mama biar saya yang bawa pulang ke Bandung sekalian pas jemput anak di Ponpes Baron, Bogor. Nanti cepat kabari, ya, siapa yang akan segera mudik menyusul Mama? Kita ramaikan lebaran seperti saat mendiang bapak masih ada."
Saat itu aku belum bisa menjawab pertanyaan kakak karena suamiku masih ada amanah untuk menjadi imam tarawih, mengawasi pelaksanaan pembagian zakat fitrah di Masjid Ibnu Sabil, serta pembagian hampers lebaran untuk para ustaz pengisi ceramah di Masjid Ibnu Sabil. Dua hari menjelang hari raya urusan zakat harus tuntas dibagikan kepada para mustahik sebagai antisipasi ada perbedaan waktu hari raya. Kebetulan aku juga ada jadwal fisioterapi di rumah sakit. Jadi sebelumnya memang rencanaku berlebaran dulu di Tangerang Selatan, baru esoknya mudik ke Bandung.
Setelah berdiskusi dengan suami, akhirnya kami memutuskan untuk menunda mudik. Kujelaskan alasanku kepada keluarga. Alhamdulillah semuanya bisa mengerti kondisiku. Akhirnya, adikku nomor enam dan tujuh memutuskan untuk segera mudik ke Bandung untuk meramaikan momen lebaran bersama Mama tercinta.
Tibalah waktunya mamaku mudik ke Bandung. Alhamdulillah perjalanannya lancar tanpa ada kendala macet. Mama juga sehat. Senang rasanya ketika kakak mengabari kami semua. Home sweet home, terbayar sudah perasaan kangen rumah. Mama begitu senang saat bisa kembali ke rumahnya di Bandung. Kakakku menceritakan keadaan mama di WhatsApp grup keluarga. Tak lupa kakak juga kirim video keadaan rumah yang sudah bersih dan rapih. Maklum, selama mama di Bogor, rumah peninggalan bapak kosong tak berpenghuni, jadinya kalau mau diisi harus di-deep clean dari debu dan kotoran lainnya. Sebagai catatan, rumah kosong ini bukan berarti tak pernah dibersihkan, sesekali di tengah kesibukan kakak nomor empat yang menjadi guru ASN, beliau suka membersihkan ruangan dan pekarangan rumah Bapak.
"Terima kasih ya, Kak, atas dedikasimu merawat rumah peninggalan almarhum Bapak. Rumah tempat tinggal sewaktu dahulu kita masih kecil. Rumah tempat kita lari-larian bercanda riang gembira bahkan sesekali saling usil. Aduhai kakakku tercinta Robiah Achmad, kurindu momen itu."
Aku juga tak lupa berterima kasih kepada ketiga kakakku. Teh Dedeh Wahidah, Teh Nunung Nursaniah, dan Teh Salsun Solihah yang dengan ikhlas penuh bakti merawat mama di tengah kesibukan mereka. Kalian begitu luar biasa, semoga Allah membalas semua kebaikan kalian. Kebetulan momen lebaran kali ini ketiga kakakku ini memutuskan untuk menuntaskan agenda itikaf bersama keluarganya dulu. Insyaallah khair ya, Kak. Kita saling pengertian saja.
Sehari menjelang lebaran tiba-tiba aku dan keluarga kecilku memutuskan harus segera mudik ke Bandung. Alasannya demi mamaku. Teh Robiah Achmad mengabariku bahwa Mama sering memanggil namaku. Mama juga nampak begitu murung. Entahlah, kemungkinan besar karena Mama masih merasa kesepian. Biasanya beberapa hari menjelang lebaran, rumah bapak sudah dipenuhi anak-anaknya, para mantu, serta cucu dan cicit. Kebetulan rumah bapak memang tergolong luas sehingga bisa menampung kami semua, masyaallah tabarakallah.
Aku beruntung punya suami yang pengertian. Beliau lebih mengutamakan kepentingan mamaku dibanding agenda lainnya. Tentu saja setelah semua amanah dipastikan tuntas dilaksanakan. Bakda Asar kami meluncur menuju desa kelahiranku di daerah Cicalengka, Bandung. Alhamdulillah jalanan begitu lengang, bebas macet. Kurang dari 3 jam, kami sudah sampai di Bandung dengan selamat. Alhamdulillah ala kulli hal.
Sebelum sampai ke rumah Mama, kusempatkan belanja keperluan untuk persiapan sahur, mana tahu besoknya masih puasa. Aku mampir dulu ke Toserba Griya yang ada di Cicalengka. Kubeli telur, buah, sayur dan mi instan. Belanja yang praktis saja. Tak lupa kubeli buah tangan untuk Mama, bibi, dan saudara lainnya. Bukan oleh-oleh spesial. Hanya kue brownies sebagai bukti cinta sebagaimana dulu ayahku selalu mengajarkan kami untuk membawa buah tangan. Oya, aku ingat belum beli baju untuk ibuku. Sekalian saja aku mampir ke toko baju di Alun-alun Cicalengka. Ternyata banyak pilihan baju di sana. Alhamdulillah dapatlah baju untuk ibu dan sebuah kemeja cokelat untuk si bontot.
Sampailah kami di rumah Mama. Mama sangat senang melihat anaknya jadi lebaran di kampung halaman. Binar matanya menunjukkan itu. Kupeluk dan kukecup keningnya. Tak lupa kucium tangannya. "Mama, ini Tati, insyaallah kita akan berlebaran di sini. Mama sehat selalu ya" bisikku kepada beliau.
Alhamdulillah akhirnya kami bisa merasakan lebaran tahun ini di kampung halaman. Semoga tahun depan kami bisa merasakan lebaran di kampung halaman lagi, tentunya bersama Mama dan seluruh Achmad Family. Semoga Allah Swt. senantiasa menyatukan kami dalam ketaatan. Amin. [ry].
Baca juga:

0 Comments: