Oleh. Rida Nur Jannah
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Saat ini Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Sepanjang tahun 2023 sebanyak 3.912 anak-anak muda Indonesia memilih berpindah kewarganegaraan (melintas.id, 14/02/25).
Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran terhadap masa depan bangsa, mengingat generasi muda harusnya menjadi motor penggerak kemajuan negara, tetapi justru lebih memilih untuk menetap dan berkarier di negara lain.
Langkah yang mereka ambil dengan berpindah kewarganegaraan menunjukkan bahwa keputusan ini banyak dipengaruhi oleh ketidakpastian ekonomi, minimnya lapangan kerja yang layak, dan sangat kurangnya dukungan terhadap inovasi dan pengembangan karya-karya mereka. Negara-negara seperti Singapura, Australia, Jerman, dan Jepang menjadi tujuan utama karena menawarkan ekosistem yang lebih stabil, apresiatif terhadap talenta para pemuda, serta memiliki kebijakan yang lebih mendukung perkembangan profesional.
Penelitian yang sama juga mengungkap bahwa faktor sosial dan politik di Indonesia turut berkontribusi dalam gelombang perpindahan ini. Tingginya tingkat korupsi, birokrasi yang berbelit, serta keterbatasan akses terhadap pendidikan yang berkualitas menjadi alasan utama bagi mereka yang merasa masa depan lebih cerah di luar negeri. Banyak dari mereka yang awalnya hanya ingin menempuh pendidikan di luar negeri, namun akhirnya memutuskan untuk tidak kembali karena merasa lebih dihargai dan mendapatkan kesempatan yang lebih besar di negara lain.
Fenomena ini semakin ramai dibicarakan di media sosial dengan munculnya tagar viral #KaburAjaDulu, yang digunakan oleh mereka yang telah meninggalkan
Indonesia. Mereka mengungkapkan fakta bahwa kehidupan di luar negeri sangat jauh lebih baik, mulai dari akses terhadap fasilitas publik yang lebih bagus, upah kerja yang layak dan bahkan lebih tinggi, juga kehidupan yang tentunya lebih stabil dan bebas dari tekanan birokrasi yang sangat berbelit. Jika kondisi ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin jumlah
WNI yang memutuskan untuk berpindah kewarganegaraan diperkirakan akan terus meningkat pesat, dan hal ini akan membuat harapan untuk mewujudkan
Indonesia Emas 2045 tentu semakin sulit tercapai.
Anak-anak bangsa pun sebetulnya kreatif karena banyak dari mereka yang berhasil menciptakan penemuan fenomenal. Namun, faktor yang membuat mereka mendadak enggan berkreasi lantaran temuan yang kerap kurang dihargai di negara sendiri. Negara tidak memfasilitasi hasil karya mereka sehingga mereka lebih memilih mengembangkan karya mereka di negara lain yang menerima dan tentu saja menghargai karya mereka.
Penghargaan Terhadap Ilmu di Masa Daulah Islam
Fenomena di atas berbeda jauh dengan masa Daulah Islam terutama di era kegemilangan Islam pada masa kekhilafahan Abbasiyah. Khalifah Daulah Abbasiyah memberikan respon yang sangat positif terhadap keberadaan ilmuan muslim pada masa itu. Mereka menyadari pentingnya pengetahuan dan keilmuan dalam memajukan peradaban Islam, sehingga mereka mendukung dan mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan literasi.
Salah satu khalifah yang terkenal dalam mendukung ilmu pengetahuan adalah Khalifah Al-Ma'mun (813-833 M), pendiri Bait al-Hikmah. Al-Ma'mun adalah seorang khalifah yang sangat terlibat dalam urusan ilmu pengetahuan. Ia mendirikan Bait al-Hikmah sebagai pusat intelektual dan perpustakaan terbesar pada masa itu. Ia mengumpulkan para cendekiawan, penulis dan penerjemah di sana, serta mendorong terjemahan karya-karya klasik dan penyebaran pengetahuan.
Khalifah-khalifah Abbasiyah juga memberikan dukungan finansial dan perlindungan kepada para ilmuwan muslim. Mereka memberikan gaji dan tunjangan kepada ilmuan serta menyediakan fasilitas dan sarana untuk penelitian dan pengajaran. Khalifah-khalifah tersebut juga sering mengundang ilmuwan untuk memberikan kuliah, diskusi, dan perdebatan di istana mereka.
Tak hanya itu, para khalifah Abbasiyah juga mempromosikan kebebasan akademik, di mana ilmuwan bebas mengembangkan ide-ide mereka tanpa adanya tekanan politik atau agama yang berlebihan. Mereka menghargai keberagaman pendapat dan memperhatikan kontribusi ilmuwan muslim dari berbagai disiplin ilmu. Secara keseluruhan, respon para khalifah Daulah Abbasiyah terhadap keberadaan ilmuan muslim pada masa itu sangat positif. Mereka menyadari pentingnya ilmu pengetahuan dalam mengembangkan peradaban Islam dan memberikan dukungan finansial, perlindungan, serta kebebasan akademik kepada para ilmuwan.
Hal itulah yang kemudian menghasilkan kemajuan pesat dalam berbagai disiplin ilmu, seperti matematika, astronomi, kedokteran, dan filosofi, serta melestarikan pengetahuan kuno melalui terjemahan karya-karya klasik. Perkembangan ilmu umum dalam sejarah Islam tidak hanya memberikan sumbangan penting bagi peradaban Islam, tetapi juga memberikan warisan ilmiah yang berharga bagi peradaban dunia. Selain itu, pengaruh dan penemuan dalam pengetahuan yang dibuat oleh cendekiawan muslim pada masa itu masih mempengaruhi dan menjadi bagian integral dari perkembangan ilmiah global sampai saat ini.
Ilmu agama dan ilmu umum dalam sejarah Islam pada perkembangannya telah memberi bukti bahwa salah satu indikator kejayaan Islam bersumber dari kepedulian para pemimpin terhadap ilmu pengetahuan. Kemunculan ilmu pengetahuan dalam dunia Islam karena adanya dorongan yang kuat untuk mencari ilmu pengetahuan yang dilatarbelakangi oleh beberapa faktor.
Perkembangan ilmu agama dalam sejarah Islam mengalami fase sangat signifikan, sehingga perkembangan ilmu pengetahuan, baik yang berkaitan dengan aspek spiritual maupun pemahaman terhadap alam semesta dan kehidupan manusia.
Dalam sejarah, Islam memberikan banyak kontribusi bagi perkembangan intelektual dan peradaban Islam pada masa lalu, serta meninggalkan warisan ilmiah yang masih berpengaruh hingga saat ini.
Wallahualam bissawab. [An]
Baca juga:

0 Comments: