Kesehatan Gratis dan Berkualitas dalam Sistem Islam
Oleh. Indri Wulan Pertiwi
(Kontributor SSCQMedia.Com dan Aktivis Muslimah Semarang)
SSCQMedia.Com-Kebijakan populis sering kali terlihat pro rakyat karena fokus pada dukungan luas dari masyarakat. Namun, kebijakan seperti itu bisa merugikan rakyat dalam jangka panjang karena kurang memperhitungkan kompleksitas dampaknya. Seperti munculnya program pelayanan kesehatan gratis yang diwacanakan oleh pemerintah. Di sisi lain, peningkatan pajak, listrik, dan harga bahan pokok memberikan beban ekonomi tambahan bagi rakyat. Hal ini menegaskan perlunya kebijakan yang tidak hanya populer tetapi juga berkelanjutan dan benar-benar memberikan dampak positif jangka panjang bagi kepentingan masyarakat secara menyeluruh.
Program cek kesehatan gratis yang diumumkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan diluncurkan pada pekan kedua Februari 2025. Program ini melibatkan sebanyak 10.000 puskesmas dan 20.000 klinik swasta. Anggaran untuk program ini mencapai Rp4,7 triliun dari APBN. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin telah memastikan kelengkapan alat kesehatan di beberapa daerah, termasuk puskesmas terpencil. Program ini bertujuan untuk melayani 60 juta orang mulai Februari 2025, dan dalam lima tahun ke depan, targetnya adalah 200 juta warga negara. Presiden Prabowo Subianto menekankan pentingnya program cek kesehatan gratis sebagai upaya dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Program ini mencakup pemeriksaan kesehatan dari berbagai penyakit berdasarkan kategori usia, termasuk pemeriksaan untuk balita terutama terkait dengan penyakit bawaan lahir (beritasatu.com/nasional/28/1/2025).
Kebijakan cek kesehatan gratis yang diperkenalkan pemerintah seolah menjadi kebijakan prorakyat di tengah berbagai kebijakan kontroversial yang sering kali menimbulkan ketidakpuasan di masyarakat, seperti kenaikan harga listrik, gas, BBM, serta kesulitan dalam mendapatkan layanan publik yang seharusnya menjadi hak bagi setiap warga negara. Terlebih ketika melihat realitas pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini, seperti kurangnya fasilitas kesehatan (faskes), terutama di daerah terdepan, terluar, dan terpencil (3T), serta kekurangan sumber daya manusia (SDM) dan sarana prasarana yang memadai, menunjukkan bahwa masih banyak kekurangan yang perlu ditangani dalam sistem kesehatan nasional.
Tidak hanya itu, infrastruktur yang dibutuhkan untuk mencapai fasilitas kesehatan sering kali belum memadai. Meskipun implementasinya dilakukan secara bertahap, namun risiko terhambatnya program kesehatan gratis ini tetap tinggi. Selain itu, sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini membuat peran negara hanya sebatas sebagai fasilitator dan regulator.
Dengan pendapatan yang didapatkan dari utang dan pajak, program kesehatan gratis ini rentan mengalami kegagalan dan kemungkinan akan menimbulkan tambahan beban bagi rakyat. Terlebih jika mengingat tingginya tingkat korupsi dan ketidaksetaraan dalam pembangunan infrastruktur yang sering kali menguntungkan pihak-pihak tertentu.
Layanan Kesehatan di Negara Khilafah
Dalam perspektif Islam kesehatan dianggap sebagai layanan publik yang wajib disediakan oleh negara sebagai hak dasar bagi setiap warga negara. Sehingga setiap individu berhak mendapatkan layanan kesehatan yang gratis dan berkualitas tanpa diskriminasi berdasarkan status sosial, ekonomi, agama, atau suku. Konsep ini muncul sebagai bagian dari peran negara sebagai pelindung dan pengurus masyarakat. Sehingga khilafah memberikan perlindungan dan pelayanan kesehatan yang merata bagi seluruh warga tanpa terkecuali.
Dalam konteks Khilafah, infrastruktur dan fasilitas kesehatan diutamakan untuk memastikan ketersediaan layanan kesehatan yang memadai bagi masyarakat. Misalnya pada masa kejayaan Khilafah, hampir semua kota besar memiliki Rumah Sakit (RS) yang mampu menampung banyak pasien, seperti contoh RS Qalaqun di Kairo yang dapat menampung hingga 8.000 pasien. Tidak hanya itu, dalam sistem kesehatan Khilafah, tes kompetensi bagi dokter dan tenaga kesehatan merupakan hal yang lazim. Hal ini menunjukkan betapa tingginya standar pelayanan kesehatan pada masa Khilafah yang juga merujuk pada nilai-nilai profesionalisme dan pelayanan yang berkualitas.
Selain itu, konsep pelayanan kesehatan dalam khilafah tidak hanya berkutat pada aspek kuratif, namun juga menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif. Dengan pendekatan holistik ini, diharapkan angka kesakitan dapat ditekan dan kesehatan masyarakat secara keseluruhan dapat terjaga dengan baik.
Pinsip pelayanan kesehatan yang mudah, cepat, dan profesional menjadi pijakan utama dalam memberikan layanan kesehatan yang terbaik bagi seluruh rakyat Khilafah. Dengan memberikan layanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu, maka melalui pendekatan ini akan semakin meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan yang dikelola oleh negara.
Dalam hal pembiayaan kesehatan, negara Khilafah memiliki sumber pendapatan yang cukup besar, salah satunya berasal dari baitul mal. Dengan sumber pendapatan yang memadai, negara Khilafah diyakini mampu memenuhi kebutuhan biaya pemeliharaan kesehatan seluruh rakyat secara menyeluruh.
Dengan demikian, keselarasan antara nilai-nilai Islam yang menitikberatkan pada kesejahteraan masyarakat menjadi salah satu keunggulan yang dimiliki oleh sistem Khilafah. Sehingga penerapan kebijakan pro rakyat yang sesungguhnya, seperti penyediaan kesehatan gratis hanyalah salah satu dari banyak aspek dalam sistem Islam yang dapat membawa masyarakat menuju taraf kehidupan yang lebih baik secara menyeluruh.
Wallahualam. [Hz]
Baca juga:

0 Comments: