Kenaikan Harga Jelang Ramadan, Mengapa Berulang?
SSCQMedia.Com—Gegap gempita menyambut datangnya bulan suci Ramadan dirasakan oleh seluruh kaum muslimin di penjuru dunia, tak terkecuali umat muslim di Indonesia. Berbagai perhelatan dan pawai tarhib diselenggarakan sebagai wujud syukur dan rasa gembira akan datangnya Ramadan.
Namun sangat disayangkan, menjelang datangnya bulan Ramadan, muslim di Indonesia harus menelan pil pahit berupa kenaikan harga bahan pokok. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Plt. Kepala BPS RI, Amalia Adininggar Widyasanti, dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah bersama Kemendagri dan Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota yang berlangsung secara virtual, Selasa (4/2/2025). Ia mengatakan bahwa berdasarkan data historis, harga komoditas pangan tersebut cenderung meningkat seiring meningkatnya permintaan selama periode bulan Ramadan (lampungselatankab.go.id, 4/2/2025).
Alasan Klise
Permintaan berbagi komoditas bahan pokok menjelang Ramadan biasanya akan mengalami lonjakan bila dibandingkan dengan hari-hari biasanya. Namun tentulah tak pantas bila penguasa menjadikannya kenaikan harga jelang Ramadan sebagai sebuah kewajaran. Peristiwa yang terus berulang di setiap tahun ini seharusnya mendapatkan perhatian serius untuk diputus dan tak menjadi tradisi yang harus diterima oleh rakyat.
Kalau dicermati dengan lebih mendalam, ada problem lain yang turut mempengaruhi naiknya harga di tengah daya beli masyarakat yang makin menurun. Di antaranya adalah jaminan kelangsungan produksi barang yang tidak diperhatikan secara serius oleh penguasa. Negara hanya menggantungkan impor barang ketika persediaan dalam negeri kurang, tanpa ada usaha serius untuk meningkatkan produktivitas dalam negeri sehingga swasembada pangan dapat tercapai. Kurangnya dukungan pemerintah terhadap petani dan umkm kecil yang menjadi penyokong ketahanan pangan negeri juga menjadi sorotan atas pengabaian penguasa.
Hal lain yang menjadi faktor kenaikan harga jelang Ramadan adalah masalah pada rantai pasok. Adanya penimbunan yang dilakukan oknum tertentu untuk meraup keuntungan pribadi terus terjadi. Aksi curang semacam ini jelas merugikan rakyat banyak. Sementara itu, sanksinya tidak memberikan efek jera, sehingga kejadian serupa terus berulang.
Semua itu terjadi karena negara mengabaikan tugasnya sebagai pengurus rakyat. Negara gagal menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat dan mewujudkan penegakan hukum yang adil dan tegas. Akibatnya, rakyat terus mengalami kesulitan dan jauh dari kesejahteraan. Inilah konsekuensi yang harus ditanggung ketika hidup diatur dengan sistem kapitalisme sekulerisme.
Islam Mewajibkan Pemimpin Meriayah Rakyatnya
Islam memiliki paradigma yang berbeda dalam mengatur pangan. Dengan paradigma Islam, negara mampu mewujudkan pemenuhan pangan bagi seluruh rakyat termasuk jaminan stabilitas harga setiap waktu dan di wilayah mana pun dalam daulah. Adanya jaminan ini disebabkan politik ekonomi Islam yang memang bertujuan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok bagi seluruh individu rakyat, sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya.
Tanggung jawab pengaturan pemenuhan kebutuhan, termasuk pangan, wajib berada sepenuhnya di pundak negara, yakni Khilafah. Rasulullah saw. telah menegaskan dalam sabdanya, “Imam (Khalifah) raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Dengan demikian, pemerintah tidak boleh sekadar menjadi regulator lalu menyerahkan pengelolaannya kepada korporasi. Pemerintah menguasai pasokan pangan secara utuh sehingga akan mampu mengendalikan harga. Oleh sebab itu, Khilafah wajib hadir mulai dari produksi, distribusi, hingga konsumsi dapat dijangkau oleh seluruh rakyat.
Khilafah memastikan produksi pangan terealisasi secara optimal. Daulah akan melakukan beberapa strategi. Di antaranya adalah intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Termasuk juga penerapan hukum pertanahan yang akan menjamin seluruh lahan pertanian berproduksi optimal dan kepemilikan juga mudah didapatkan.
Sedangkan pada aspek distribusi, Khilafah hadir mengawasi para penjual dan pembeli agar terwujud rantai tata niaga yang bersih, transparan, sehingga harga yang terbentuk adalah harga yang wajar. Khilafah sangat tegas melarang penimbunan, riba, praktik tengkulak, kartel, dsb. Penerapannya disertai penegakan sanksi secara tegas sesuai syariat Islam.
Penerapan sistem politik ekonomi Islam secara kaffah juga akan mampu merealisasikan jaminan pemenuhan pangan bagi seluruh rakyat. Pemenuhan pangan ini bisa terwujud karena hadirnya pemerintah yang memang bervisi untuk kemaslahatan rakyat.
Inilah negara yang menerapkan Islam secara kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah. Seluruh urusan rakyat, termasuk pemenuhan kebutuhannya akan dapat terselenggara secara baik dengan pengaturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan.
Wallahu a’lam [Rn]
Baca juga:

0 Comments: