Headlines
Loading...
FOMO, YOLO, YONO, Apa Gaya Hidup Terbaik?

FOMO, YOLO, YONO, Apa Gaya Hidup Terbaik?


Oleh. Vie Dihardjo
(Kontributor SSCQMedia.Com, Ketua Komunitas Ibu Hebat)

SSCQMedia.Com—FOMO (Fear of Missing Out) adalah ketakutan untuk ketinggalan segala sesuatu yang terjadi di sosial media, sedangkan YOLO (You Only Live Once) artinya hidup hanya sekali. Yaitu pmilihan menikmati hidup dengan melakukan yang disukai dan tidak mengkhawatirkan masa depan.

Kini muncul YONO (You Only Need One) yang artinya Anda hanya butuh satu. Sebuah gaya hidup yang sedang ramai dibicarakan oleh Gen Z Korea Selatan mulai pertengahan tahun lalu.

YONO disebut sebagai solusi cerdas menyikapi perubahan ekonomi dunia global yang diprediksi akan mengalami krisis karena nilai tukar yang tinggi, suku bunga yang tinggi dan harga-harga barang yang merangkak naik.

Untuk mempraktikkan gaya hidup YONO ini, di Korea Selatan diadakan 10.000 Won Challenge, yaitu sebuah tantangan untuk menjalani hidup dengan keuangan terbatas tanpa kehilangan kebahagiaan.  Senada dengan itu, data bank asal Korea Selatan, Nonghyup Bank (NH Bank), menunjukkan jumlah transaksi makanan di restoran periode 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2024 mengalami penurunan 9 persen, spesifikasi kalangan usia 22-30 tahun. Konsumsi kopi di cafe juga ikut menyusut hingga 13 persen, diikuti transaksi di pusat perbelanjaan turun sekitar 3 persen. Tagar #underconsumption juga populer, dengan para penggunanya membagikan video mencerminkan gaya hidup YONO.

Mengapa gaya hidup YONO menjadi sangat populer dan diterima oleh kalangan muda, setelah tren YOLO berakhir?

 Frustasi yang dihadapi oleh generasi muda sebagai akibat perubahan yang sangat cepat, disinyalir sebagai salah satu pemicunya. Pertama, sejak pandemi, fluktuasi ekonomi begitu terasa sehingga banyak kalangan berpendapat perlu memiliki  tabungan dan investasi untuk menghadapi keadaan yang tidak terduga.

Kedua, isu perubahan iklim dan sampah menjadi isu yang diperhatikan juga oleh banyak kalangan yang mendorong untuk memilih produk yang  berkualitas, tahan lama dan ramah lingkungan sebagai bentuk dukungan mereka terhadap isu ini.

Ketiga, interaksi masyarakat tidak bisa dipisahkan dari sosial media, sehingga isu yang viral seringkali diikuti oleh para penggunanya.

Keempat, mulai tumbuh kesadaran terutama pada Gen-Z bahwa kebahagiaan tidak ‘melulu’ datang dari materi namun bisa datang dari kesederhanaan, kerja keras dan keluarga.

Kelima, kalangan muda juga mulai menggeser paradigma, dari mengejar kepuasan instan yang sementara kepada tanggung-jawab dan keberlanjutan.

Bingung Gaya Hidup, Buah Sekulerisme?

Setelah bertahun-tahun dihantui gaya hidup YOLO, yang mengejar kesenangan sesaat dan menganggap bahwa kesempatan hidup hanya sekali, maka penting untuk bisa meraih kebahagiaan tanpa perlu merencanakan dan bertanggung jawab terhadap dampak dan konsekuensinya di masa depan, misalnya gaya hidup hedon, impulsif dan konsumtif.

Namun benarkah YONO adalah pilihan gaya hidup terbaik? 

YONO hadir dari sebuah keadaan yang frustatik yaitu sebuah ketidakpastian di masa depan, baik itu ekonomi, lingkungan juga sosial budaya. Para pengadopsi gaya hidup YONO menyatakan bahwa paradigma ini telah mengubah pola belanja mereka. Misalnya, berbelanja pada kebutuhan yang mendasar (essential), penggunaan teknologi secara maksimal, dan gaya hidup minimalis. Mereka mengklaim bahwa  ketika mengadopsi gaya hidup YONO mereka telah berkontribusi pada keberlanjutan.

Kemudian memilih produk yang ramah lingkungan atau berkontribusi pada keberlanjutan. Contohnya, menggunakan tas belanja kain, alih-alih plastik sekali pakai atau pilih merek lokal yang mendukung etika produksi, dengan demikian telah membantu menjaga lingkungan. Dengan memanfaatkan teknologi, mereka bisa mendapatkan berbagai diskon dan potongan sehingga menghemat pengeluaran dan hanya membeli barang yang dibutuhkan dan tahan lama sebagai bentuk hidup secara minimalis.

YONO lahir ketika gaya hidup YOLO tak lagi memuaskan akal orang-orang yang mengadopsinya ketika perubahan dunia terjadi, perlu menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Sebagaimana muncul sebelumya gaya hidup yang menyesuaikan perubahan, misalnya, ketika gaya hidup impulsif dan konsumtif telah melahirkan ketidakefisienan dalam rumah, banyak barang yang tidak banyak berguna menumpuk akhirnya berakhir di tempat sampah, maka muncul gaya hidup minimalis, beberes barang dengan metode ‘konmari’ ala Marie Kondo, dan sebagainya.

Berganti-ganti sebagai respon   dunia. Namun semua gaya hidup tersebut lahir dalam sebuah sistem kapitalistik sekuler di mana semua aspek memiliki tujuan memperoleh keuntungan materi. Misalnya, saat tren gaya hidup minimalis yang identik dengan furniture berwarna putih, penjualan furniture warna putih meningkat, ramai-ramai ganti furniture warna putih saat tren gaya hidup minimalis sedang digemari. Akhirnya bingung menentukan gaya hidup dalam menyikapi perubahan dunia yang begitu cepat.

Gaya hidup Islam membuat hidup lebih bermakna

Gaya hidup Islam berlandaskan Al Qur’an dan As Sunnah untuk menjalankan kehidupan agar pernuh berkah dan manfaat baik untuk dirinya sendiri dan orang lain. Bagi seorang muslim Al Qur'an adalah petunjuk hidup yang cocok sepanjang manusia pertama diturunkan ke bumi, Adam as., hingga manusia di akhir zaman, sebagaimana Allah berfirman,

ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ

"Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 2).

Islam adalah ajaran yang sempurna dan memberi solusi bagi semua problematika manusia. Sebagaimana Allah berfirman,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

"Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut nkepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Al Maidah ayat 3).

Kesempurnaan ajaran Islam menembus dimensi waktu, artinya ia compatible (sesuai) dengan perekembangan zaman bahkan hingga akhir zaman. Lingkup ajaran Islam tidak hanya pada aturan ibadah, aturan terhadap diri sendiri namun hingga aturan dalam hubungan antar manusia. Islam memerintahkan manusia untuk memahami semuanya secara menyeluruh kaffah.

Sebagaimana firman Allah,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (Al Baqarah ayat 208).

Menerima ajaran Islam secara menyeluruh diimplementasikan dalam amal perbuatan yang ihsanul amal. Yaitu niat melakukannya karena Allah semata dan caranya benar (sesuai syariat Allah).

Wallahu’alam bisshowab. [Rn]

Baca juga:

0 Comments: